nusabali

Manfaatkan Mata Air yang Tertimbun Lahar Erupsi Gunung Agung 2017

Desa Adat Muncan, Kecamatan Selat Bangun Wisata Panglukatan di Tepi Sungai Yehsah Telaga Waja

  • www.nusabali.com-manfaatkan-mata-air-yang-tertimbun-lahar-erupsi-gunung-agung-2017

Bendesa Adat Muncan, Jro Gede Suwena Putus Upadesa, mengatakan pihaknya meminjam dua unit alat berat untuk mengeruk Mata Air Yehsah yang tertimbun lahar tersebut, sampai airnya muncul kembali.

AMLAPURA, NusaBali

Desa Adat Muncan, Kecamatan Selat, Karangasem membangun objek wisata pang-lukatan. Lokasinya berada di tepi Sungai Yehsah Telaga Waja kawasan Banjar Susut, Desa Muncan, memanfaatkan Mata Air Yehsah yang sempat tertimbun banjir larah akibat erupsi Gunung Agung akhir tahun 2017. Objek wisata panglukatan ini dilengkapi dengan 11 pancoran dan 4 tempat pemandian.

Sebelum ditata dan dikembangkan menjadi objek wisata panglukatan, Mata Air Yehsah sempat lama tertimbun banjir lahar akibat erupsi Gunung Agung. Maklum, aliran Sungai Yehsah Telaga Waja memang berhulu di Gunung Agung. Kemudian, mata air yang tertimbun lahar ini kembali dinormalisasi dan ditata menjadi objek wisata panglukatan, sejak beberapa bulan terakhir.

Objek wisata panglukatan ini pun telah diupacarai pamelaspas bertepatan Purnamaning Sadha pada Buda Paing Krulut, Rabu, 26 Mei 2021 lalu. Lokasi wisata panglukatan di Mata Aair Yehsah ini berjarak sekitar 2,5 kilometer arah barat dari pusat Desa Muncan. Ada dua jalur alternatif yang bisa ditempuh. Alternatif pertama, dari jalur Banjar Gede, Desa Muncan melintasi jalan menurun yang menyusuri pinggiran sawah. Alternatif kedua, melalui tepian Sungai Yehsah Telaga Waja dari arah selatan.

Jika menyusuri pinggiran Sungai Yehsah Telaga Waja dari arah selatan, jaraknya lebih dekat sekitar 450 meter dibandingkan dengan dari jalur Banjar Gede. Cuma, jalannya berbatu. Dari pinggir jalan aspal, lokasi wisata panglukatan ini bisa terlihat jelas, karena tanpa penghalang.

Bendesa Adat Muncan, Jro Gede Suwena Putus Upadesa, mengatakan sebenarnya sejak dulu Mata Air Yehsah dijadikan tempat upacara ritual melasti. Termasuk, ritual melasti jelang Karya Agung Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih, Desa Adat Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem.

Awalnya, kata Jro Suwena, Mata Air Yehsah ini berada di dalam kolam. Di situ terdapat satu palinggih dan satu pancoran, namun belum pernah ada umat sedharma yang melukat di tempat ini. Kemudian, mata air yang disucikan ini tertimbun banjir lahar saat erupsi Gunung Agung, akhir tahun 2017. Selama itu pula, tidak ada lagi aktivitas melasti di tempat ini.

“Akhirnya, kami Desa Adat Muncan berinisiatif lakukan menormalisasi Mata Air Yehsah yang tertimbun lahar untuk dijadikan objek wisata panglukatan,” papar Jro Suwena saat dihubungi di kediamannya kaasan Banjar Gunung Biau, Desa Muncan, Minggu (13/6) lalu.

Menurut Jro Suwena, Desa Adat Muncan meminjam dua unit alat berat untuk mengeruk mata air yang tertimbun lahar tersebut, sampai mata airnya muncul kembali. Kemudian, dibuatkan tiga kolam, yang masing-masing untuk lokasi mata air, kolam untuk malukat, dan kolam untuk mandi. Objek wisata panglukatan ini dibangun di atas lahan seluas 10 are di tepi sebelah timur Sungai Yehsah Telaga Waja.

Kolam yang dibangun di objek wisata panglukatan ini sangat sederhana, tanpa tembok permanen, hanya dibatasi kain putih dan kuning. Juga dibuatkan palinggih darurat tempat sembahyang. Di sini juga dibangun 11 pancoran untuk malukat, yang dipagari kain putih dan kuning. Di bagian paling luar disediakan juga 4 pancoran untuk mandi.

“Fasilitas lainnya yang tersedia adalah lahan parkir seluas 15 are berupa tanah yang telah diratakan. Hanya saja, sejauh ini belum ada dukungan fasilitas ruang ganti, tempat berteduh jika hujan, juga belum ada kamar kecil dan tempat krama untuk mesandekan,” jelas mantan Bendesaa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali---saat desa adat masih bernama desa pakraman---ini.

Ketika ditanya apakah ada rencana membangun tempat panglukatan secara permanen, lengkap dengan fasilitas ada bale pesandekan, tempat ganti pakaian, dan tempat malukat dengan dinding tembok permanen, menurut Jro Suwena, arahnya memang ke sana. Namun, buat sementara dibangun tempat panglukatan sederhana dulu, dengan mengandalkan dana swadaya dan gotong royong.

“Warga yang memiliki keahlian pasang pipa, menyambungkan pipa kemudian dialirkan ke pancuran. Sedangkan warga yang punya pipa, mereka menyumbang pipa. Sementara warha yang punya bambu, menyumbangkan bambunya. Yang lainnya lagi, menyumbangkan tenaga mereka," terang Jro Suwena.

Berkat gerakan gotong royong tersebut, kata Jro Suwena, selama pembangunan objek wisata panglukatan dilakukan, pihak Desa Adat Muncan sama sekali tidak mengeluarkan biaya. "Tempat ini prospeknya sangat bagus, untuk wisata spiritual malukat. Tempatnya juga strategis, gampang dijangkau, bisa menampung banyak orang," tandas pensiunan polisi Polda Bali berpangkat Kombes Pol ini.

Ada pun 11 pancuran untuk panglukatan dan 4 pancoran untuk mandi yang dibangun di areal Mata Air Yehsah, semuanya berbahan bambu. Air mengalir full 24 jam dari bambu, setelah disuplai dari mata air menggunakan pipa.

Menurut Jro Suwena, sejauh ini belum ada pengelola khusus objek wisata panglukatan tersebut. Kesehariannya, tempat ini hanya dijaga dua prang pamangku secara bergilir, untuk melayani umat sedharma yang datang malukat. Mereka masing-masing Jro Mangku Sekar dan Jro Mangku Mustika, keduanya asal Banjar Susut, Desa Muncan.

Jro Mangku Sekar menyebutkan, umat sedharma biasanya ramai datang malukat ke tempat ini saat rerahinan (hari suci) seperti Purnama, Tilem, dan Kajeng Kliwon. Umat yang biasanya lebih dulu menggelar persembahyangan, selanjutnya malukat dengan cara membasahi tubuhnya di 11 pancoran. “Umat yang datang malukat bisa leluasa, karena tempat parkir cukup luas. Tempat ini juga bisa menampung banyak orang,” terang Jro Mangku Sekar saat ditemui terpisah di lokasi objek wisata panglukatan, Minggu siang. *k16

Komentar