nusabali

‘Dinobatkan’ Jadi Bendesa Sekala - Niskala

Bendesa Adat Pengaji I Nyoman Nubawa

  • www.nusabali.com-dinobatkan-jadi-bendesa-sekala-niskala

GIANYAR, NusaBali
I Nyoman Nubawa,54, Bendesa Adat Pengaji, asal Banjar Pengaji, Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar. Oleh kebanyakan krama, mantan pelaku pemberdayaan masyarakat desa ini ‘dinobatkan’ jadi bendesa sekala-niskala.

Karena, secara sekala, dia meraih suara terbanyak untuk menjadi bakal calon bendesa. Sedangkan secara niskala, karena dialah calon yang memenangkan saat proses ngadegang (pemilihan) bendesa dengan pengambilan lekesan (gulungan daun sirih berisi tulisan bendesa, Red). Kisah nyata yang jarang terjadi.  

Padahal dirinya sejak awal proses ngadegang bendesa, tak terbayang akan dicalonkan krama, apalagi memenangkan pemilihan. ‘’Saya tahu menjadi bendesa itu berat. Permasalahan besar sudah ada di depan mata. Makanya saya tak tertarik dengan jabatan ini,’’ ujarnya ayah Ini Putu Melia Suarningsih dan I Made De Purwa Suarbawa ini, beberapa waktu lalu.

Proses ngadegang Bendesa Adat Pengaji diawali penjaringan bakal calon, 19 Maret 2021. Mekanismenya, bakal calon bendesa adalah 82 krama ngarep. Tiap krama mengusulkan satu nama bakal calon, ditulis pada secarik kertas berstempel panitia. Bakal calon dicari dari perolehan suara lima besar.

Muncul enam nama bakal calon dengan suara terbanyak I Nyoman Nubawa, disusul ada nama kembara bakal calon lain.

Krama dan panitia menyepakati ngadegang bendesa tersebut dengan memilih lekesan bertulis tapak dara atau tanda tambah, di Pura Puseh Gunung Pingit, Desa Adat Pengaji pada Anggara Pon Warigadean, 23 Maret 2021. ‘’Akhirnya, Nubawa yang meraih dukungan sekala (suara terbanyak dari krama) meraih lekesan bertulis tapak dara,’’ jelas Ketua Panitia Dewa Ngakan Rai Budiasa, belum lama ini.   

Sebagai bendesa, Nubawa mengakui masalah berat harus dihadapi telah terhidang di depan mata. Antara lain, LPD Pengaji yang macet. Di samping itu, pemberlakuan Perda Provinsi Bali Nomor : 4 Tahun 2019, tentang Desa Adat, mengharuskan desa adat mengikuti sistem manajemen pemerintahan modern. Kata dia, masalah LPD Pengaji tak mungkin bisa diselesaikan tanpa dukungan seluruh krama. Karena kasusnya rumit. Ketua LPD sebelumnya, sudah meninggal, sehingga secara hukum kasus ini sulit dilanjutkan. “Kami bersama prajuru akan dalami kasus ini,’’ ujar Nubawa.

Dia menyadari, kegiatan desa adat akan menguras tenaga dan pikiran. Namun dirinya tak bisa menolak jabatan ini, jika ngadegang bendesanya hanya berdasarkan musyawarah mufakat. ‘’Tapi karena ngedegang ini sarat nuansa niskala dengan sistem lekesan di pura, saya tidak berani menghindar,” ujar suami Ni Wayan Suarni ini.

Melihat persoalan berat di desa adat, seluruh anggota keluarganya berdoa agar dirinya tidak terpilih jadi bendesa. Dia pun berharap saat mengambil lekesan, agar tak dapat lekesan bertada tampak dara. “Namun lekesan bertanda tampak dara itu tetap saya dapatkan,” ujar ayah dua anak ini.

Sejak ditetapkan menjadi Bendesa Adat Pengaji Terpilih melalui proses sekala dan niskala, dia merenung. Dia mendapat pesan, tak mudah  untuk menghindar dari titah sasuhunan (Ida Sanghyang Widhi). ‘’Dari sini, saya menetapkan hati untuk ngayah tulus ikhlas,’’ ujarnya.

Karyawan Bidang Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) BUM Desa Bersama, Kecamatan Payangan ini dikukuhkan pada 28 Maret 2021, dihadiri unsur Majelis Desa Adat Provinsi Bali, diawali mabeakawon dan majaya-jaya di Pura Puseh Gunung Pingit. Saat pabeakawon dan majaya-jaya itu dia meraskan jabatan itu  titah sasuhunan.

Lulusan SMAN 3 Denpasar 1997 ini mengaku, program prioritas yang akan dikerjakan yakni menata desa adat agar sesuai Perda Provinsi Bali Nomor : 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. ‘’Paling prioritas yakni merevisi Awig-awig Desa Adat,’’ ujar mantan pelaku PNPM-Mandiri Perdesaan Kecamatan Payangan ini.

Di samping itu, penataan organisasi kaprajuruan, dan organisasi lain. Khusus organisasi tapini (tukang banten), dia akan melengkapi dengan generasi muda yang hobi babantenan. Alasannya untuk regenerasi. Karena di desa adat tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan upacara. Karenanya, keberadaan serati banten menjadi kebutuhan pokok, sehingga urusan bebantenan ke depan bisa dikerjakan oleh krama di desa adat.

Diharapkan, selama kepemimpinannya masyarakat mendukung setiap program yang dilaksanakan.7lsa

Komentar