nusabali

Literasi Beragama di Kalangan Hindu

  • www.nusabali.com-literasi-beragama-di-kalangan-hindu

Hampir di setiap peristiwa tutur, leksem literasi di’odar’ yang menyiratkan berbagai makna. Wacana literasi dapat ditemui di berbagai media komunikasi lisan maupun tulis, tatap muka maupun daring, di antara wong cilik maupun elite dan lainnya. Apa sesungguhnya makna di balik itu semua?

Dalam Uphanisad, literasi merupakan jiwa yang mengadabkan. Seperti Pulau Bali, ia termasyur bukan karena kekayaan alam atau budaya, tetapi ia memiliki peradaban tinggi dan aktif memaknai nilai, norma, etika dan moralitas, yang terikat dalam tiga kerangka dasar Hindu, ‘acara’, ‘susila’ , dan ‘tattwa’.

Keberliterasian krama Hindu Bali tidak hanya dimaknai sebagai rutinitas. Mengulang acara sosial dan agama secara tidak bermakna akan melalaikan kreativitas dalam menciptakan kecakapan hidup. Ketika kreativitas mencapai titik terendah, kemampuan bersaing dan bersanding dengan yang lain akan menuju titik nadir, maka akan kehilangan kemampuan dalam menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan budaya literasi tinggi akan mendulang kemampuan untuk berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif untuk memenangi persaingan global. Budaya literasi merupakan prasyarat kecakapan hidup abad ke-21.  

Salah satu literasi penting adalah agama dan beragama yang benar. Literasi agama dapat dipahami sebagai kemampuan untuk menganalisis titik temu antara agama dan kehidupan material. Finlandia adalah contoh negara kecil yang mengutamakan kecerdasan emosional (EQ) ketimbang kecerdasan intelektual (IQ). Kejujuran merupakan resep kemakmuran dan kebahagian hidup.

Finlandia menjadi salah satu negara terkaya, bebas korupsi, ternyaman untuk hidup, dan progresif secara sosial. Kejujuran tidak membedakan antara masyarakat dan aparat, anggota parlemen atau eksekutif, berpendidikan atau kurang berpendidikan, dan sebagainya! Bagi warga Filnlandia, kejururan telah menjadi ‘novum organum scientarium’ atau ‘the death of IQ, meminjam istilah John Horgan.  Tingginya kesadaran diyakini dapat diunduh dari kejujuran.   

Kejujuran seharusnya dijadikan etika moral. Kejujuran yang didasarkan atas ketekunan dipercaya akan membebaskan diri dari ikatan yang mengikat. Di samping ketekunan, kesetaraan di mana  orang bekerjasama untuk menciptakan kedamaian, kebaikan, atau keteraturan sosial merupakan unsur penting sebuah kejujuran. Jadi, kejujuran adalah awal dari sebuah kebaikan bukan kepintaran. Kekayaan hati  adalah kunci kemakmuran, kebahagian “sekala dan niskala”.

Menurut Hindu jujur dan benar disebut “Satya”. Awal kejujuran adalah berkata benar, tidak meninggikan diri, sopan santun, atau tidak menyakiti hati dan perasaan, “satya wacana”. Setia pada nurani budaya, konsisten pada nilai Hindu, teguh pada kebenaran atau “satya hrdaya” merupakan kejujuran kedua. Kejujuran ketiga adalah “satya laksana”, sikap setia dan berani mengakui kesalahan, tidak berdalih dan bertanggungjawab atas salah dan khilaf. Kejujuran bahwa kita adalah bersaudara, satu nafas keyakinan Hindu, kesetaraan dalam beragama, merupakan “satya mitra”.

Dan, kejurjuran kelima adalah “satya semaya”, jujur terhadap janji dan keyakinan beragama Hindu yang suci dan benar. Dengan pengutamaan kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran demikian, krama Bali pun dapat menciptakan “jagadhita ya ca ici dharma”. Menggunakan kejujuran sebatas ideologi spiritual akan meminimkan kemakmuran, mengamplifikasi konflik, mengalirkan arus pendek ke nurani, sehingga menciptakan suasana tak nyaman dan damai.  

Di Finlandia, kualitas pembelajaran tidak ditentukan oleh panjangnya jam belajar, pandangan Profesor Erno August Lehtinen, guru besar pendidikan dari negara Finlandia.   Untuk merogoh kejujuran anak, maka anak tidak banyak dibebani pekerjaan rumah,  sedikit waktu di kelas, lebih banyak bermain eduktif, tidak ada ujian nasional dan sebagainya. Walau demikian, pendidikan di Finlandia menjadi salah satub yang terbaik di dunia. Kecerdasan emosional atau kejujuran mengalahkan kecerdasan intelektual. Semoga krama Bali dapat menyimak kejujuran melalui literasi beragama Hindu. *

Prof Dewa Komang Tantra MSc PhD

Komentar