nusabali

Lestarikan Seni, Bantah Bangkitkan Feodal

Puri Agung Gianyar Bentuk Sanggar Laras Keratuan Manggis

  • www.nusabali.com-lestarikan-seni-bantah-bangkitkan-feodal

Manggis itu trah leluhur kami. Tidak ada rencana kembali ke zaman feodal dulu. (generasi Puri Agung Gianyar, Anak Agung Gede Abi Dama).

GIANYAR, NusaBali

Keluarga Puri Agung Gianyar melibatkan sejumlah seniman dan warga Gianyar, membentuk Sanggar Laras Keratuan Manggis (SLKM) bermarkas di puri setempat. Misi sanggar untuk pelestarian seni dan budaya. Pihak puri di utara Alun-Alun Gianyar ini membantah dugaan banyak  pihak tentang SLKM akan membangkitkan feodalisme puri.

Anak Agung Gede Abi Dama, salah satu generasi muda puri, sekaligus pengelola sanggar, Selasa (6/4), mengaku  sejumlah seniman di Kecamatan Gianyar, Sukawati, dan  Blahbatuh, menghimpun diri meminta agar kesenian di Puri Gianyar,hidup lagi. ‘’Dikembalikan seperti dulu lagi. Karena dulu ikon seni kan ada di puri-puri," jelasnya.

Keponakan Ida Bhagawan Blibar (AA Gde Agung Bharata, mantan Bupati Gianyar 2003-2003 dan 2008-2013) dan

Wakil Bupati Gianyar AA Gde Mayun ini, menambahkan dalam sanggar ada pembelajaran kesenian tari, kerawitan dan seni kontemporer. "Saat ini sudah ada 300 anak-anak SD dan SMP sejebag kro kuta (Kelurahan Samplangan, Abianbase, Beng, Bitera, dan Desa Tegaltugu). Sanggar melibatkan 15 pelatih, ada pelatih otodidak, ada dari akademisi, semua dari Gianyar," akunya.

Saat ini lokasi latihan berada di halaman belakang puri atau pintu masuknya di utara Alun-Alun Gianyar. Kedepan latihan akan dilakukan di ancak saji setelah ada renovasi bangunan "Dari dulu sanggar sudah ada, karena kegiatan seniman di Gianyar dulu ada di puri. Termasuk Ida Bhagawan (AA Gde Agung Bharata, mantan Bupati Gianyar) sempat mendapat pelatihan seni dari seniman Gianyar, I Teduh, Kak Rina dan lainnya," ujar Gung De Abi sapaan akrabnya.

Ditegaskan, sanggar ini non profit, sanggar bisa diundang untuk ngayah ke desa adat. Sebagai bagian mempererat hubungan puri dengan masyarakat, mengenang leluhur melalui jalan seni dan budaya. "Keratuan Manggis, keratuan artinya ‘puri’, dalam hal ini bukan diartikan raja, Manggis itu trah leluhur kami. Tidak ada rencana kembali ke zaman feodal dulu," ungkapnya.

Dalam beberapa sesi latihan di Sanggar Keratuan Manggis itu salah satu gangsa yang digunakan adalah gangsa kuno hadiah dari Ratu Mengwi sebagai tanda persahabatan. "Itu zaman I Dewa Manggis Dimadya rentang waktu 1793 -1820. Sebagai tanda persahabatan karena diundang menari gambuh," jelasnya.  

Bedanya dengan gangsa umumnya, pada jumlah pelawah (daunnya). Gangsa ini berdaun 15. Selain itu diberikan juga gelungan Gambuh bertatahkan emas yang hingga saat ini masih tersimpan di Puri Agung Gianyar. "Karena persahabatan baik, diberikanlah gong itu dan gelungan gambuh dari bahan mas serta bebandrangan. Hasil rekontruksi dari para seniman di Singapadu, gangsa tersebut dinamakan Semara Tetangian yang dimainkan saat raja baru bangun," jelasnya.*nvi

Komentar