nusabali

Putri Koster Dorong Garam Lokal untuk Konsumsi Lokal

Kemarin Pagi Tinjau Tempat Pembuatan Garam Piramid di Desa Tejakula

  • www.nusabali.com-putri-koster-dorong-garam-lokal-untuk-konsumsi-lokal

Produsen Garam Piramid di Desa Tejakula, Made Wijana, mengakui selama ini pemasaran garam khas Tejakula terbentur regulasi, yang mengharuskan garam punya kadar Yodium minimal 40 ppm

SINGARAJA, NusaBali

Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Provinsi Bali, Ni Putu Putri Suastini, lakukan kunjungan ke tempat produksi Garam Piramid di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Minggu (4/4) pagi. Dia mengharapkan garam berkualitas tinggi yang diproduksi petani lokal Bali bukan hanya diekspor ke luar negeri, tapi juga harus bisa dinikmati lebih banyak oleh masyarakat lokal.

"Garam produksi petani lokal kita sebenarnya luar biasa. Orang luar negeri tahu benar kualitas garam kita. Tetapi, kenapa malah yang kita konsumsi adalah garam yang kurang berkualitas?" ujar Putu Putri Suastini yang notabene istri dari Gubernur Bali Wayan Koster.

Putri Koster menyebutkan, memang bagus sekali jika garam lokal Bali yang berkualitas tinggi itu bisa menembus pasar ekspor, karena pastinya dihargai tinggi. "Tetapi, akan lebih baik lagi jika masyarakat kita di Bali juga menikmati dan mendapatkan manfaat garam kita yang sehat itu," tandas Putri Koster.

Menurut Putri Koster, Bali yang wilayahnya kecil telah dianugerahi potensi yang luar biasa, termasuk dari hasil garam yang diperoleh dari laut. Namun sayangnya, garam lokal Bali yang begitu termasyur di dunia karena berkualitas wahid, malah terbentur regulasi di negara sendiri.

"Kita negara kepulauan, malah impor garam. Ini kan aneh? Garam kita ini sehat dan berkualitas, jadi sudah sepantasnya dimanfaatkan masyarakat kita. Ini sudah dibiarkan sejak zaman Orde Baru. Untuk itu, perlu pemimpin tegas dan berani yang bisa mengupayakan tata kelola hal tersebut," terang tokoh perempuan nyang juga Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Proviosi Bali ini.

Putri Koster lantas menyinggung minuman tradisional arak Bali yang dulunya masuk daftar investasi negatif, bahkan perajin dan pedagangnya dikejar-kejar pihak berwajib. "Sekarang, dengan keberanian tegas Pak Gubernur (Wayan Koster, Red), bisa dibuat regulasi dan tata kelolanya, sehingga sudah mulai bergeliat perajin arak Bali. Presiden pun sudah membuat regulasi baru untuk investasinya," papar Putri Koster yang juga dikenal sebagai seniwatu multitalenta.

Pada akhir kunjungannya di tempat produksi Garam Piramid di Desa Tejakula, Minggu kemarin, selain melihat dan berbincang langsung dengan para petani garam lokal, Putri Koster juga menyerahkan secara simbolis bantuan berupa beras masing-masing 15 kg dan bingkisan kepada petani.

Sementara itu, produsen Garam Piramid di Desa Tejakula, Made Wijana, mengakui selama ini pemasaran garam khas Tejakula terbentur regulasi yang mengharuskan garam punya kadar Yodium minimal 40 ppm. "Sedangkan untuk pasar luar, justru tidak menghendaki demikian, karena yang disukai adalah garam dengan rasa lebih alami. Para chef pun lebih suka garam kita, karena lebih mudah mengatur kadar rasanya dalam masakan," beber Made Wijana.

Wijana menuturkan, sebelum menembus pasar ekspor, garam produksi petani lokal dihargai sangat rendah, terlebih adanya aturan garam beryodium. Dengan adanya upaya untuk ekspor, petani garam lokal kini cukup menikmati hasil dari jerih payah mereka.

"Kita inginnya memberdayakan petani lokal. Sayangnya, lagi-lagi untuk pasar lokal, itu terbentur regulasi. Padahal, kita inginnya garam pruduk lokal diedarkan juga untuk pasar lokal," harap Wijana.

Sementara, mengutip dari laman Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Buleleng, terungkap bahwa garam istimewa ini hanya ditemukan di Gumi Panji Sakti. Teknik produksi Garam Piramid pun berbeda dengan produksi garam lainnya. Tidak seperti garam pada umumnya yang menggunakan petak tambak, teknik spesial di sini adalah teknik ‘palungan’ yang menggunakan kayu kelapa.

Proses produksinya yaitu dengan meratakan tanah yang dicampur air laut menggunakan tulud di tambak garamnya. Setelah mengering, lapisan permukaan tanah bagian atas dikeruk dan dinaikkan ke atas alat bernama tinjung. Air yang menetes dari dalam tinjung selanjutnya dijemur di dalam palung, sehingga garam mengkristal dan menghasilkan bentuk seperti piramid.

Belakangan, teknik palungan tersebut dimodifikasi dengan teknologi green house (rumah kaca). Caranya, melarutkan garam palungan yang sudah jadi dengan air tawar. Lalu, larutan garam tersebut dimasukkan ke dalam green untuk proses pengeringan. Jika cuaca cerah, dalam rentang 2-3 hari, Garam Piramid sudah bisa dipanen. Karena proses pembuatannya sangat alami, maka Garam Piramid ini tidak mengandung bahan pemutih, pengawet, atau bahan kimia lainnya. *nat

Komentar