nusabali

MUTIARA WEDA: Kebenaran Tunggal

Nā-‘kāsasya ghatā-kaso vikārā-vayavau yathā, Naivā-‘tmanah sadā jivo vikārā-vayavau tathā. (Mandukya Karika, III. 7)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-kebenaran-tunggal

Ruang di dalam sebuah pot bukanlah efek lengkap dan bukan pula salah satu bagian dari ruang yang menyelimuti semua. Dengan cara yang sama jiva individu (individual self) tidak bersumber dari dan tidak juga sebagai bagian dari Diri Tertinggi (Supreme Self).

Ini adalah salah satu analogi utama dari ajaran non-dual (advaita). Gaudapada secara tegas menyatakan bahwa ruang yang ada pada sebuah gentong tidak berbeda dengan ruang semesta. Ruang di dalam pot bukan akibat dari sebuah evolusi dan bukan pula bagian dari ruang semesta. Mengapa? Sebab, ketika pot dihilangkan, apakah ruang yang ada berbeda? Kemana ruang yang ada di dalam pot tadi? Jika itu adalah akibat dari sebuah proses evolusi, tentu ia akan masih ada dan tampak berbeda dengan ruang semesta. Jika ruang itu adalah salah satu bagian, tentu bagian itu masih tampak berbeda. Nyatanya, ruang yang ada di dalam maupun ruang yang ada di luar pot tunggal adanya, tidak ada bedanya sama sekali.

Ruang itu tampak berbeda hanya karena temboknya, tetapi ketika pembatas itu dihilangkan, ruang yang ada hanya satu, tidak ada yang lain. Lalu mengapa ada banyak nama dari ruangan? Karena nama itu mengarah pada fungsi ketika pembatas itu ada. Seperti misalnya ada ruang dapur, ruang tidur, ruang tamu, ruang tunggu, dan yang lainnya. nama-nama itu menjadi ada oleh karena pembatas-pembatas yang dibuat yang bentuknya disesuaikan dengan fungsinya, sehingga nama itu juga dihubungkan dengannya. Yang menyebabkan ruang itu memiliki nama hanya karena pembatas itu, dan bukan ruang itu sendiri. ruang selamanya tunggal dan menyelimuti segalanya. Ruang dengan variasi namanya itu tampak ada hanya dilihat dari sudut bangunan dan fungsinya, tetapi jika dilihat dari sudut pandang ruang itu sendiri, semua yang ada tidak ada bedanya.

Jadi, menurut perspektif ini, Realitas sejati itu tunggal adanya. Variasi yang ada hanyalah mimpi, ilusi. Kita saat ini berada di dalam ilusi itu, berada di dalam mimpi itu, menikmati susah dan senang, panas dan dingin dunia ilusi tersebut. Semakin kita terikat di dalamnya, maka semakin kuat rasa susah dan senang itu mengakar pada diri. Sebaliknya, semakin mampu memisahkan diri dengan semua jebakan dualitas yang dimunculkan di alam ilusi tersebut, maka semakin bahagia yang dirasakan. Rasa bahagia itu tidak muncul dari melemahnya keterikatan tersebut, melainkan muncul dari dalam diri. Secara prinsip, sifat alami setiap orang adalah kebahagiaan. Tetapi, oleh karena diselubungi ilusi tersebut, kebahagiaan tidak dirasakan.

Jadi, mengapa orang terjebak dengan dualitas dunia yang ilusi ini dan melupakan rasa bahagia sejatinya? Teks menyebut, avidya (kebodohan, kegelapan) adalah penyebabnya, sehingga satu-satunya masalah yang harus diatasi adalah avidya itu sendiri. Bagaimana mengatasinya? Dengan jalan pengetahuan (jnana). Hanya dengan menyadari bahwa diri kita yang sejati adalah ruang yang menyelimuti segala sesuatu itu dan melepaskan identitas dengan pot atau temboknya, maka Realisasi Diri itu tercapai. Permasalahan yang dibawa oleh Avidya adalah masalah identitas. Kita selama ini mengidentifikasi diri sebagai badan dan bukan Sang Diri, sehingga dualitas itu berpengaruh, samsara itu selalu menjebaknya. Selama ini kita mengidentifikasi sebagai kamar, sebagai pot, dan tidak mengenali ruang yang ada di dalamnya, padahal diri sejati itu adalah ruang itu sendiri.

Berdasarkan argument tersebut, Gaudapada menyatakan bahwa Realitas itu Tunggal, Kebenaran itu tunggal. Tidak ada kebenaran yang beragam. Jika kebenaran itu tampak beragam, itu artinya kebenaran empiris, bukan kebenaran Sejati. Diri Sejati setiap orang tidak berhubungan dengan keragaman itu, melainkan Realitas Absolut yang tunggal. Satu-satunya cara yang digunakan adalah dengan jnana, tidak ada yang lain, sebab hanya dengan menyadari Sang Diri itu sendiri, Realitas Sejati itu diraih, tidak ada dengan cara lain. Hanya ketika kita menyadari bahwa Diri Sejati itu adalah ruang, dan bukan tembok, maka kita mencapai-Nya. *

I Gede Suwantana

Komentar