nusabali

Atasi Kemiskinan Kronis dari Desa

  • www.nusabali.com-atasi-kemiskinan-kronis-dari-desa

Kemiskinan dapat menimbulkan multi efek yang negatif  bagi kesejahteraan rakyat. Kemiskinan tentu akan berdampak pada tingkat kesehatan, jika kesehatan masyarakat rendah, maka kesempatan untuk mendapatkan pendidikan juga kecil, dan daya saing tenaga kerja lemah, lalu tingkat pengangguran pun naik yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi kemiskinan itu sendiri.

Penulis : Arif Wibowo
ASN di BPS Kabupaten Buleleng

Upaya penurunan angka kemiskinan secara nasional menjadi lambat karena kondisi penduduk miskin pada tingkat kronis atau hard core poorly. Fenomena ini juga berlaku di Provinsi Bali yang konsisten selama satu dekade terakhir angka kemiskinannya berada pada kisaran 3 - 4 persen, jauh dibawah angka nasional.  Akan tetapi pemerintah sangat kesulitan hanya untuk mengurangi 1% tingkat kemiskinan saja. 

Pengentasan kemiskinan kronis membutuhkan upaya khusus. Akar persoalan kemiskinan kronis adalah tingkat kapabilitas (derajat pendidikan dan kesehatan) yang rendah. Kondisi tersebut menyebabkan penduduk miskin kronis kurang percaya diri dan kalah bersaing. Mereka sendiri tidak yakin bahwa kondisi serba kekurangan yang dialami bakal berubah. Bahkan tidak jarang mereka menganggap bahwa kemiskinan yang dialami sudah takdir dan harus disyukuri (Rizali Ritonga, 2021).

Pemerintah telah melaksanakan program - program pembangunan yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kemiskinan akan tetapi kemiskinan masih menjadi masalah yang berkepanjangan. Demikian juga bagi Provinsi Bali yang dikenal dengan destinasi pariwisatanya tidak luput dari masalah kemiskinan tersebut. Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan salah satu program prioritas bagi pemerintah provinsi Bali. Akan tetapi perlu strategi yang tepat dalam upaya memutus rantai kemiskinan kronis terutama di daerah pedesaan dengan cara meningkatkan kapabilitas dasar penduduk miskin. Program pemberdayaan seperti pemberian alat pertanian traktor, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Usaha Tani (KUT) untuk pengembangan usaha bagi penduduk sangat miskin menjadi kurang tepat karena pada dasarnya mereka tidak berdaya atau kapabilitasnya rendah.

Rilis data kemiskinan September 2020 oleh Kepala BPS Provinsi Bali menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Bali pada bulan September 2020 tercatat sekitar 196,92 ribu orang atau 4,45 persen dari total penduduk Bali. Bertambahnya penduduk miskin sebanyak 31,73 ribu orang dibandingkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 yang tercatat sekitar 165,19 ribu orang disinyalir sebagai imbas dari dampak Covid-19 yang membuat perekonomian Bali terpuruk. Menurut daerah tempat tinggal, pada periode Maret – September 2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat mengalami peningkatan sekitar 25,10 ribu orang. Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan juga mengalami kenaikan, tercatat penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami kenaikan sebanyak 6,62 ribu jiwa dari 64,82 ribu jiwa pada Maret 2020 menjadi 71,44 ribu jiwa pada September 2020. Selain dari sisi kuantitas yang meningkat, kualitas kemiskinan di periode September 2020 ini juga semakin memburuk jika dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang naik 0,086 poin dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang naik 0,106 poin dibanding kondisi Maret 2020. Kenaikan indeks ini menunjukan dua hal, yaitu semakin melebarnya kesenjangan antarpenduduk miskin dan, juga, semakin rendahnya daya beli dari masyarakat kelompok miskin karena ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sampai dengan batas pengeluaran garis kemiskinan sebesar Rp 438.167,00 per kapita per bulan.

Menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi pemerintah daerah untuk secara bersamaan menurunkan angka kemiskinan sekaligus menurunkan angka positif Covid-19 di wilayah Bali yang sudah menembus angka 30 ribuan per 16 Februari 2021 berdasarkan laman resmi satgas Covid-19 Provinsi Bali. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu. Pembangunan daerah dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan akar dan sasaran pembangunan nasional yang telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan pendek. Oleh karena itu, salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan syarat utama dalam memilih strategi atau instrumen pembangunan (Rukini dan Esthisatari, 2015). Beberapa ahli berpendapat pendekatan yang dianggap cukup jitu dalam penanggulangan kemiskinan adalah menciptakan aktivitas ekonomi di daerah yang ditandai dengan kemampuan daerah dalam menciptakan pembangunan ekonomi (Yarlina, 2012).

Mengacu pada data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), jika dilihat dari klasifikasi daerah, selama satu dasawarsa terakhir rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Bali di daerah perdesaan sebesar 5,10 persen sedangkan di daerah perkotaan sebesar 3,78 persen. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes) Nomor 13 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, nampaknya strategi penanggulangan kemiskinan di tingkat desa menjadi lebih sistematis. Regulasi ini mengamanatkan bahwa Pengentasan kemiskinan bisa dilakukan oleh desa sendiri dengan menggunakan dana desa atau dana alokasi desa (Bantuan Langsung Tunai Dana Desa), seperti membantu bedah rumah, rehab rumah maupun pemberian sembako.
 
Prioritas Penggunaan Dana Desa pada Tahun 2021

Tercantum pada Permendes No.13 Tahun 2020 Bab II Prioritas Penggunaan Dana Desa Pasal 5 disebutkan bahwa penggunaan Dana Desa pada tahun 2021 difokuskan pada tiga prioritas yaitu: Pemulihan Ekonomi Nasional sesuai kewenangan Desa; Program Prioritas Nasional sesuai kewenangan Desa; dan Adaptasi kebiasaan Baru Desa. Prioritas yang ketiga, Adaptasi Kebiasaan Baru Desa, difokuskan untuk mewujudkan Desa sehat dan sejahtera melalui Desa Aman Covid-19 dan mewujudkan Desa tanpa kemiskinan melalui Bantuan Langsung Tunai Dana Desa.
 
Regulasi ini menjadi salah satu solusi yang adaptif dalam membantu menyelesaikan pekerjaan rumah pemerintah daerah yaitu menurunkan angka kemiskinan, khususnya di perdesaan sekaligus menurunkan angka positif Covid-19 melalui PPKM skala mikro yang pengendaliaanya berbasis satuan lingkungan setempat (RT/RW/Lingkungan/Banjar Dinas). Pemerintah melalui Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sudah memiliki SID atau Sistem Informasi Desa di tiap-tiap desa. Informasi mengenai penduduk miskin by name by address harusnya bisa diperoleh dari SID sehingga pemerintah tidak lagi menghitung warga miskin berdasarkan kartu keluarga, tetapi warganya. Penduduk yang teridentifikasi miskin di desa dan belum terjaring dalam jaminan sosial nasional bisa ditangani dengan menggunakan dana desa baik dengan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa ataupun dilibatkan dalam kegiatan padat karya tunai desa.
  
Namun, berkaca dari banyaknya program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah yang selama ini hasilnya belum membawa perubahan yang berarti, pemerintah desa diharapkan tidak mengulangi kesalahan yang sama dalam menyelesaikan masalah kemiskinan di wilayahnya. Strategi yang bersifat bantuan langsung (BLT) ke masyarakat miskin yang diselenggarkan selama ini sangat bersifat jangka pendek dan itu sebenarnya menurut pengalaman di negara maju seperti Amerika Serikat, BLT hanya diberikan kepada masyarakat yang benar-benar tidak berdaya. Penanggulangan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tetapi yang terpenting adalah meningkatkan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan mereka sekaligus juga untuk memutus rantai kemiskinan antar generasi. Jangan sampai program yang dibuat lebih bernuansa karitatif (kemurahan hati) ketimbang produktivitas. Penanggulangan kemiskinan yang hanya didasarkan atas karitatif, tidak akan muncul dorongan dari masyarakat miskin sendiri untuk berupaya bagaimana mengatasi kemiskinannya. Mereka akan selalu menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan pihak lain. Padahal program penanggulangan kemiskinan seharusnya diarahkan supaya mereka menjadi produktif.*


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar