nusabali

Potret Rumah Singgah, 'Rumah' bagi Para Pasien RSUP Sanglah

  • www.nusabali.com-potret-rumah-singgah-rumah-bagi-para-pasien-rsup-sanglah

DENPASAR, NusaBali
RSUP Sanglah merupakan rumah sakit rujukan bagi pasien-pasien dari wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

Bagi para pasien yang datang dari jauh dan terkendala biaya, baik dari kabupaten di Bali maupun dari luar Bali, terdapat satu tempat bagi mereka untuk bernaung.  Tempat ini yaitu Rumah Singgah Peduli yang berlokasi di Jalan Pertani, Dauh Puri Klod, Kecamatan Denpasar Barat, tak jauh dari RSUP Sanglah. Tempat ini merupakan tempat menginap bagi mereka yang berobat ke RSUP Sanglah.

“Kalau untuk rujukannya, sudah dicover oleh pemerintah dengan BPJS. Tapi biaya hidup mereka di Bali, nah itu kita cover agar mereka tidak putus di tengah jalan,” ujar pengelola Rumah Singgah Peduli cabang Bali Subekti Wuryatmoko, Kamis (4/3).

Didirikan pada 2017, Rumah Singgah ini sesungguhnya tersebar di delapan provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Masing-masing lokasi rumah singgah berdekatan dengan rumah sakit yang menjadi rujukan di daerah tersebut.

Rumah ini memiliki tiga kamar tidur yang masing-masing diisi dengan dua tempat tidur. Secara maksimal, rumah ini dapat menampung 10 pasien. Rata-rata, pasien ini datang secara bergiliran sehingga tempat di rumah ini masih mencukupi. Pasien juga dipersilakan untuk bersama seorang pendamping, dengan pengecualian pasien anak-anak yang boleh bersama kedua orangtuanya.

Untuk menempuh jarak dari Rumah Singgah ke RSUP Sanglah dan sebaliknya, terdapat satu ambulans yang siap sedia mengantar para pasien. Kadang, ambulans ini juga mengantarkan pasien kembali ke rumahnya. Hal yang sama juga dilakukan jika pasien yang tinggal di Rumah Singgah meninggal dunia selama menjalani pengobatan.

“Karena kalau diantar menggunakan ambulans rumah sakit kan ada biayanya, kami sebisa mungkin meringankan beban mereka,” lanjut pria yang akrab disapa Pak Moko ini.

Saat ini, terdapat lima orang pasien dan pendampingnya yang berada di Rumah Singgah. Rata-rata, para pasien merupakan penderita penyakit kronis yang memerlukan waktu pengobatan yang lama. Sehingga berada di Rumah Singgah tidak hanya untuk menampung mereka selama pengobatan rutin, namun juga sebagai tempat pemulihan agar pasien tidak kembali kelelahan karena perjalanan jauh untuk pulang ke daerahnya pasca pengobatan atau operasi.

Ibrahim, misalnya. Pria paruh baya asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini sudah lima bulan tinggal di Rumah Singgah bersama putrinya, Rodiyah, yang mendampingi. Dirinya setahun ini menderita penyakit tumor mulut, sehingga harus menjalani serangkaian kemoterapi dan pengobatan lainnya hingga saat ini. “Waktu itu klinik-klinik pada tutup, terpaksa ke puskesmas, minta rujukan ke RSUD. Setelah itu dicek di rumah sakit, ketahuan kanker, papilloma, tumor,” kisah Rodiyah mewakili ayahnya.

Meskipun jadwal masing-masing operasi berjauhan, namun Ibrahim dan Rodiyah tidak mampu untuk terus menerus melakukan perjalanan dari Bima ke Bali. Sempat menumpang di rumah kerabat jauhnya selama beberapa waktu, akhirnya Ibrahim tinggal di Rumah Singgah.

Hal yang sama dialami oleh Ni Kadek Swandani Pujiati dan ibunya, Luh Purni. Kadek Swandani yang saat ini masih duduk di kelas 5 SD ini telah lima tahun mengidap penyakit Talasemia, yaitu kelainan darah bawaan yang ditandai oleh kurangnya protein pembawa oksigen (hemoglobin) dan jumlah sel darah merah dalam tubuh yang kurang dari normal.

Kondisi ini membuatnya harus menerima dua hingga tiga kantong transfusi darah setiap bulannya, dengan pemeriksaan kesehatan rutin di RSUP Sanglah untuk menerima obat. Dengan pekerjaan sang ibu yang merupakan pembuat jejahitan untuk keperluan upakara di Bali, biaya pengobatan bagi Kadek Swandani tentu tidak ringan.

Karena itu, dirinya merasa terbantu dengan adanya Rumah Singgah ini. Biasanya, dalam satu kali perjalanan dari rumahnya di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana ini ke Denpasar untuk berobat, dirinya menginap selama seminggu, dari proses transfusi, cek kesehatan, hingga pemulihan pasca transfusi.

Kendati demikian, Subekti Wuryatmoko mengakui, perjalanan untuk mempertahankan Rumah Singgah ini tidaklah mudah. Satu ambulans yang biasa digunakan untuk antar jemput pasien dari RSUP Sanglah ke Rumah Singgah, bahkan hingga mengantar pasien pulang ke daerahnya, kini mengalami kerusakan.

Di sisi lain, selain beras yang didapat setiap bulannya, Rumah Singgah kerap kali kekurangan sembako. Untuk itu, pria asal Malang, Jawa Timur, ini berharap ada donatur tetap untuk membantu Rumah Singgah ini. *cr74

Komentar