nusabali

Perabot Fiber 'Lenyapkan' Saab Bali

  • www.nusabali.com-perabot-fiber-lenyapkan-saab-bali

Banyak persaingan di dunia kerajinan, salah satunya mulai muncul produk Saab dan Nare berbahan fiber, kayu dan rotan.

SINGARAJA, NusaBali

Desa Nagasepaha, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, salah satu desa seni di Bali utara yang terkenal karena lukisan kaca. Di desa ini juga punya produk kerajinan berbasis seni, Saab (tudung) bermute. Saab Nagasepaha sempat jaya era tahun 1980an. Saab terkenal dengan nama Saab Bali ini, kini ‘dilenyapkan’ oleh maraknya perabotan Bali bahan fiber yang tak ramah linkungan.

Pesanan Saab mute di kalangan perajin Nagasepaha sejak satu dasa warsa terakhir, mulai seret. Karena permintaan menurun drastis. Saab ini biasanya berfungsi sebagai tudung saji atau penutup sarana upacara di Bali, diproduksi secara turun-temurun oleh perajin di Desa Nagasepaha. Tak ada yang mengetahui pasti siapa yang punya ide kreatif membuat Saab mute ini. Saab berbahan daun lontar dihias manik-manik warna-warni dengan sejumlah pola.

Perajin Saab mute ternama di Nagasepaha, Made Rejeki, 60. Ditemui di warungnya di Banjar Delod Margi, Desa Nagasepaha, Jumat (29/1) lalu, sejumlah Saab mute buatannya tampak masih dipajang di lemari kaca warung palen-palen. Meski tak banyak, stok Saab mute tersedia berbagai ukuran dan motif jaritan mute. Saab ini berbahan dasar daun rotan yang dibentuk melingkar. Selanjutnya daun lontar dicat dan dilapisi kain Beludru, sebelum dihiasi dengan mute. Hiasan mute yang dirangkai membentuk pola sehingga menambah estetika produksi kerajinan tangan ini.

Made Rejeki mengaku mulai membuat Saab mute itu sejak masih duduk di bangku SD. Dia secara turun-temurun diajari oleh nenek dan ibunya yang diklaim pertama kali membuat produk kerajinan ini. “Keluarga saya sudah dari kumpi Rai (buyut, Red) buat Saab ini. Karena saya memang tertarik dengan kegiatan menjahit baju, kalau buat Saab ini kan ada kegiatan menjahitnya,” ucap Rejeki.

Anak kedua dari 10 bersaudara ini pun menyaksikan masa kejayaan Saab mute yang era tahun 1980an.

Saking menjanjikannya pekerjaan sebagai perajin Saab mute, Made Rejeki rela mengorbankan hidupnya untuk tidak melanjutkan sekolah. Dia hanya tamat SD. Pekerjaan yang dicintainya sejak kecil dilakukan dengan serius hingga dewasa dan menjalani masa grahasta. “Pas lagi banyak-banyaknya orderan, saya sampai bisa beli tanah. Nggak minta nafkah lagi ke suami. Sekali pameran saat Pesta Kesenian Bali, bawa barang dua pick up ludes,” kenangnya.

Anak pasangan dari Made Gilih - Ketut Meraga ini pun mengembangkan sayap usaha. Tak hanya membuat Saab mute saja, tetapi mulai merambah inovasi lainnya. Seperti Nare atau perabotan yang digunakan untuk tempat oleh-oleh saat kondangan, juga dihiasi mute. Ada juga Saab mute matumpang (bertingkat) dipakai hiasan dinding dan lamak hingga gantung-gantung palinggih yang dihias mute. Penghasilan yang menjanjikan saat itu diakui Rejeki membuat otaknya terus berputar untuk menghasilkan kerajinan baru yang diminati sesuai dengan kearifan lokal Bali. Saat masa jaya itu dia dibantu ratusan perajin yang ada di Desa Nagasepaha dan perajin desa tetangga untuk pembuatan Nare.

“Kalau dulu mutenya ini pakai mute Hongkong. Memang barang import dari Hongkong, kualitasnya bagus, ukurannya sama dan rapi. belinya nitip sama pengusaha asal Nagasepaha yang waktu itu mengekspor sapi ke Hongkong,” kata Rejeki.

Saat itu, lanjut dia, kebutuhan bahan baku meningkat, namun terbatas persediaan, sering kali membuat perajin Saab mute cuti bersama. Namun ketika bahan baku tersedia melimpah setelah tahun 2000an, minat krama Bali terhadap Saab mute dan produk lainnya

mulai melemah. Hal itu karena banyak persaingan di dunia kerajinan, salah satunya mulai muncul produk Saab dan Nare berbahan fiber, kayu dan rotan. Persaingan pun semakin ketat dengan menjamurnya perajin di Desa Nagasepaha dan desa tetangga. Persaingan bisnis makin tak terkontrol. Rejeki menyebut persaingan harga terjun bebas seakan tak menghargai tetesan keringat perajin.

“Sekarang ini, perajin lain menjual Saab, dapat untung Rp 2.000 sudah jadi. Kalau saya tidak mau begitu, rasanya tidak menghargai jerih payah perajin. Kan susah. Satu Saab dikerjakan satu hari karena pakai tangan, pola rumit. Kalau dijual murah-murah, ya kualitasnya asal saja,” ucap dia.

Satu saab mute buatan Made Rejeki dengan berbagai ukuran dan motif kisaran Rp 20.000 – Rp 200.000/ buah. Kini dengan menurunnya harga di pasaran, Made Rejeki sangat jarang menerima pesanan. Kalau pun ada pesanan, diserahkan kepada mantan pegawainya. “Sekarang karena sudah usia, mata juga sudah tidak awas memasukkan benang ke jarum. Paling, buat Saab jika lagi iseng saja. Kalau untuk pesanan, sudah saya serahkan ke orang lain,” kata Rejeki. Meskipun sudah tidak terlalu aktif memproduksi, regenerasi masih bisa dilaksanakan. Dia pun berharap kerajinan ini tak lekang oleh waktu, meski banyak saingan, setidaknya masih ada yang mencari. *k23

Komentar