nusabali

Pandemi, Terpaksa Kembali Buka Sanggar

  • www.nusabali.com-pandemi-terpaksa-kembali-buka-sanggar

NEGARA, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang hampir setahun berlangsung, melumpuhkan berbagai sektor usaha.

Tidak terkecuali Lembaga Pelatihan dan Kursus (LPK) yang bergerak di bidang seni tari Bali.  Kesulitan keuangan akibat ditutupnya operasional LKP yang berkepanjangan dan mengancam eksistensi keberlangsungan LPK, membuat pemilik terpaksa harus kembali membuka pelatihan.

Seperti yang dilakukan pemilik LKP Pradnya Swari, Made Martahadi, 33, di Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana. Sanggar seni tari yang sempat meniadakan pelatihan tatap muka sejak awal pandemi Covid-19 pada bulan Maret 2020 lalu ini, sempat berinovasi mengadakan pelatihan secara online tanpa memungut sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Namun mempertimbangkan pandemi yang berkepanjangan dan belum jelas sampai kapan akan berlalu, akhirnya Martahadi kembali membuka pelatihan, mulai bulan Januari 2021. Dia memberanikan diri membuka sanggar. ‘’Karena kalau tidak ada pemasukan sama sekali, kita yang kalah. Karena harus tetap menggaji pelatih, dan operasional lainnya. Termasuk untuk memberi pelatihan secara online, kita juga harus tetap membeli paket internet," ujar Martahadi.

Jika tidak kembali membuka pelatihan, Martahadi mengatakan, LPK Pradnya Swari yang telah didirikan bersama istrinya, Kadek Astini, 33, sejak tahun 2012 lalu ini, pasti akan mati. Sebelum kembali membuka pelatihan, Martahadi yang samasekali tidak mendapat penghasilan selama sanggar ditutup, sempat berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan jukut ares secara online.

"Jualan jukut ares cuman untuk bertahan hidup. Istri saya yang mengandalkan penghasilan jadi pelatih ekstrakulikuler seni tari di beberapa SD, juga samasekali tidak ada penghasilan,’’ jelasnya.

Sedangkan uang sanggar, papar Martahadi, sudah benar-benar habis. Jadi jalan terakhir harus membuka kembali sanggar agar sanggar tetap bertahan. ‘’Apalagi selama pandemi ini, kita juga samasekali tidak dapat bantuan ataupun subsidi apapun," ujarnya.

Sebelum kembali membuka pelatihan di sanggarnya, Martahadi sempat mengadakan survei dengan google form kepada orangtua para anak peserta pelatihan di sanggarnya. Hasilnya, dari total 230 peserta pelatihan sebelumnya, ada 130 peserta yang telah kembali mengikuti pelatihan tatap muka. "Sebenarnya banyak yang setuju. Tetapi sementara ini, baru ada 130 yang ikut pelatihan. Sedangkan yang lainnya, kemungkinan masih pikir-pikir," ucapnya.

Dalam membuka kembali pelatihan di tengah masa pandemi Covid-19, Martahadi menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Mulai dari pengecekan suhu tubuh, mewajibkan penggunaan masker atau face shield, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Begitu juga kelompok peserta pelatihan, dibagi maksimal 15 orang. Sementara untuk durasi pelatihan, tetap selama 1,5 jam per kelompok per sekali pertemuan.

"Karena harus membatasi jumlah per kelompok, kerja pelatih lebih berat. Kalau biasanya bisa sekali diambil 30 orang, sekarang harus dua kali. Waktu melatih, juga harus diambil tiap hari. Kalau dulu biasa melatih dari pukul 14.00 Wita sampai pukul 16.00 Wita. Tetapi sekarang, walaupun peserta berkurang, harus menambah waktu melatih sampai pukul 18.00 Wita," ucap Martahadi.

Meski beban lebih berat, Martahadi tidak menaikan tarif SPP. Malah tarif SPP yang sebelumnya Rp 60 ribu per bulan, diturunkan menjadi Rp 50 ribu per bulan, dengan jumlah pertemuan tetap sama, yakni per peserta dijadwalkan 12 kali pertemuan sebulan. Walaupun kalah di pelatih, dia turunkan SPP. Karena kasian orangtua dengan situasi pandemi. ‘’Bahkan, ada 4 anak yang kita bebaskan SPP, karena orangtuanya tidak punya biaya, dan anaknya ingin sekali latihan. Tetap diajak, karena saya sendiri juga merasakan bagaimana situasi sulit karena pandemi ini," ucapnya. *ode

Komentar