nusabali

Sebulan Raup Rp 50 Juta dari Bisnis Madu di Tengah Pandemi Covid-19

Dr I Wayan Wahyudi SSi MSi, Akademisi Pemilik Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah di Desa Batuan Kaler

  • www.nusabali.com-sebulan-raup-rp-50-juta-dari-bisnis-madu-di-tengah-pandemi-covid-19

Kesehariannya, Dr I Wayan Wahyudi SSi MSi berprofesi sebagai dosen Biologi di Unhi Denpasar. Namun, pendapatannya lebih besar dari usaha ternak lebah madu yang ditekuni sejak 2017.

GIANYAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 menjadi berkah tersendiri bagi Dr I Wayan Wahyudi SSi MSi, 40, pemilik Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah di Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Madu kele-kele produk usaha Wayan Wahyudi dipercaya mampu meningkatkan imunitas, sehingga banyak kalangan mengkonsumsinya saat pandemi Covid-19. Walhasil, dalam sebulan dia bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp 50 juta.

Konsumen madu produksi Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah milik Wayan Wahyudi saat pandemi Covid-19 berasal dari berbagai kalangan, mulai tenaga kesehatan, pasien Corona, orang tanpa gejala (OTG) yang menjalani karantina hotel, hingga masyarakat umum. “Sejak pandemi Covid-19, permintaan madu meningkat 3 kali lipat,” ungkap Wayan Wahyudi saat ditemui NusaBali di Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah, Desa Batuan Kaler, Jumat (22/1).

Karena larisnya madu tersebut, Wahyudi meraup keuntungan lumayan besar. Bahkan, keuntungan bersihnya bisa tembus lebih dari Rp 50 juta per bulan. Wahyudi meyakini madu hasil usahanya sudah beredar di hampir seperempat wilayah Pulau Bali.

“Pemasaran dilaklukan dengan sistem marketing. Saya punya banyak reseller. Contoh di Denpasar, hampir di setiap sudut jalan saya punya reseller. Jadi, kalau ada orang di Jalan A order madu, saya langsung kontak reseller terdekat untuk membawakannya dengan harga dan kualitas sama. Kalau ada komplin, langsung ke saya,” ungkap pebisnis madu Banjar Batuaji, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, Gianyar kelahiran 10 Agustus 1986 ini.

Dosen Biologi Universitas Hindu (Unhi) Denpasar ini menyebutkan, tingginya hasil penjualan madu kele-kele tidak saja karena kualitas, melainkan juga faktor kepercayaan. “Karena kualitas madu di mana-mana sama. Orang sering memastikan, madu asli apa palsu?” terang lulusan S3 Program Doktor Ilmu Peternakan Universitas Udayana (Unud) ini.

Artinya, ketika konsumen sudah percaya dengan produknya, secara otomatis permintaan akan datang setiap saat, sehingga terus terbentuk jaringan. Dan, berkat kepercayaan inilah, usaha madu yang dikelola Wahyudi semakin berkembang. Keuntungannya terus berkembang dari semula hanya Rp 1 juta menjadi  Rp 50 juta per bulan.

"Saya mengawali Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah ini tahun 2017, dengan keuntungan saat itu sekitar Rp 1 juta per bulan. Bahkan, saya sempat rugi karena banyak faktor. Tapi, saya terus perbaiki dan perbaiki. Pada tahun 2019, keuntungan bersih kisaran Rp 20 juta per bulan," tegas Wahyudi.

Wahyudi sendiri tidak menyangka pandemi Covid-19 merambah dunia hingga pelosok desa di Bali. Di balik pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 yang sudah melumpuhkan ekonomi Bali ini, madu kele-kele produksi Wahyudi justru booming. Pasalnya, madu dipercaya berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh. Omset penjualan madu pun meningkat 3 kali lipat.

"Hampir sebagian besar tenaga kesehatan di Bali saya yang suplai madu kele-kele. Mereka perlu madu untuk penguatan imun, dengan menggunakan madu. Hampir semua yang karantina di Bali juga cari madu ke sini. Apalagi Labkes di Bali," ujar ayah dua anak dari pernikahannya dengan Ni Wayan Purwati ini.

Menurut Wahyudi, orang yang mengalami susah napas ketika rutin mengkonsumsi madu, dalam waktu beberapa hari akan pulih. "Banyak yang sudah membuktikan, kena Covid-19, susah napas, lalu konsumsi madu. Pada hari ketiga, kondiainya sudah normal kembali," katanya.

Madu kele-kele produk Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah dikemas dalam botol khusus ukuran 100 ml, 250 ml, dan 500 ml. "Harga di pasaran sama, tapi di reseller berbeda-beda tiap wilayah dan jumlah pengambilan," jelasnya.

Untuk produksi, Wahyudi mengaku tidak bisa sendiri. Pihaknya bekerja sama dengan peternak/petani lokal Bali dan Sulawesi. "Saya biasa carikan madu di Tenganan, Tanah Aron, atau Rendang. Jenis Biroi Sulawesi juga saya ambil. Bahkan, jenis nyawan Bali dan hasil petani Petang juga saya ambil. Jadi, banyak kerja sama dengan petani. Tidak produksi sendiri," jelas Wahyudi, yang merupakan anak tunggal pasangan I Wayan Jana Sag dan Ni Ketut Sukri.

Sedangkan Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah milik Wahyudi di Desa Batuan Kangin, selain untuk produksi, juga lebih diutamakan sebagai media edukasi. Wahyudia menyebutkan, di Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah terdapat 5 jenis lebah dengan 150 koloni. “Ini sebagai media edukasi bagi yang mau tahu lebih detail bagaimana beternak lebah," papar Wahyudi.

Wahyudi mengawali bisnis madu sejak 2017. “Dulu saya ngebolang, keliling cari madu di Karangasem. Barulah sejak Februari 2020 lalu buka lahan di sini (Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah, Red), dengan luas sekitar 10 are. Dulunya ini semak belukar, kemudian saya tata," jelasnya.

Sebelum beternak lebah madu, Wahyudi terlebih dulu mempelajari jenis hama yang berkeliaran di lokasi. Setelah itu, Wahyudi membuat vegetasi yakni tanaman bunga sebagai pakan lebah. "Kele-kele perlu makan setiap hari, maka ketersediaan pakan harus tersedia setiap hari. Jenis tanaman bunganya seperti xanthos, batavia, porana. Kalau mau banyak madu, harus banyak tanam bunga yang mengandung nektar. Jadi, harus selektif juga."

Ada pun 5 jenis lebah yang dibudidayakan Wahyudi di Agrowisata Lebah Royal Honey Sakah, masing-masing Heterotrigona Itama, Apis Cerana (nyawan Bali), Trigona (kele-kele), Tetragonula Biroi, dan Genio Trigona Thoracica. Kendala dalam beternak lebah adalah serangan hama jenis semut semaluh dan cicak. “Koloni yang lemah akan cepat diserang semaluh. Begitu juga cicak, karena kele-kele itu memang makanan cicak. Biasanya, cicak standby di pintu masuk. Koloni jadinya tidak bisa berkembang," cerita Wahyudi.

Beternak madu sejatinya menjadi media hiburan bagi Wahyudi. Pekerjaan utamanya selama ini sebagai dosen Biologi di Unhi Denpasar. Namun, usaha ternak madunya justru menjadi penghasilan utama. Selaku akademisi, Wahyudi memperkaya kelimuannya di S3 Program Doktor Ilmu Peternakan Unud. "Saya dulu kuliah S3 hanya bermodal Rp 16 juta dan keyakinan. Beruntung, setelah berjalan, saya lolos Beasiswa LPDP, yang merupakan beasiswa unggulan dosen dalam negeri,” kenangnya.

Wahyudi tak menyangka jalan hidupnya akan seperti ini. Pasalnya, sejak Kelas IV SD dia cenderung aktif sebagai tukang ukir di lingkungan tempat tinggalnya di Banjar Batuaji, Desa Batubulan Kangin. Penghasilan sebagai tukang ukir menjadi modalnya melanjutkan pendidikan ke SMP.

"Saya banyak belajar dari kegagalan. Tahun 2002 saat sekolah di SMA Dwijendra Denpasar, saya juara umum II. Tapi, karena krisis akibat bom Bali I 2002, penghasilan saya sebagai tukang ukir anjlok. Itu mengharuskan saya kembali ke kampung, melanjutkan di SMA Silacandra Batubulan," tutur Wahyudi.

Lulus SMA, Wahyudi mendapat tiket kuliah di Jurusan Kimia Fakultas MIPA Unud melalui jalur PMDK. Tapi, dia hanya kuliah 3 bulan, karena jadwal kuliahnya padat dari pagi sampai sore. “Saya pikir sore bisa ngukir, ternyata tidak. Terpaksa saya balik kampung lagi," papar Wahyudi.

Namun, niatnya untuk mengenyam pendidikan tetap dijaga. Setelah 9 bulan berhenti kuliah di Unud karena pilih mengail rezeki sebagai tukang ukir, Wahyudi kemudian melanjutkan ke Unhi Denpasar, ambil jurusan Biologi. *nvi

Komentar