nusabali

TPB Beng Gelar Pernikahan Virtual

Cegah Penularan Covid-10 dari Cluster Upacara

  • www.nusabali.com-tpb-beng-gelar-pernikahan-virtual

GIANYAR, NusaBali
Pernikahan secara virtual sesuai adat budaya Agama Hindu pertama kali digelar oleh TPB (Taman Prakerti Bhuana) di Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar, Gianyar.

Model pernikahan ini digelar guna mencegah penularan Covid-19. Pernikahan virtual digelar untuk pasangan mempelai, Anak Agung Gede Agung Satrya Dwipayana,29, - Ni Putu Miradani,28, sama-sama asal Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.

Pernikahan berlangsung pada Saniscara Pon Matal, Sabtu, 28 November 2020. Karena virtual, kedua mempelai berada di negara Jepang. Saat puncak acara, keduanya Natab Banten pernikahan dengan cara ngayat (jarak jauh) dari Jepang.

Pemilik TPB Beng Ida Bagus Aji Mangku Putu Adi Supartha Ssos, ditemui Kamis (14/1), mengatakan pernikahan virtual ini dilakukan karena wabah pandemi Covid-19. Kedua mempelai yang sama-sama bekerja di Jepang, tidak memungkinkan untuk pulang ke Bali. Padahal rencana pernikahan telah dirancang jauh-jauh hari. Oleh karena tak bisa mewujudkan pernikahan di rumah di Bali, akhirnya dipilih TPB sebagai lokasi acara. "Awalnya, mempelai mau membuat upacara perkawinan agak besar di Puri Pemeregan Denpasar. Ada saudara mereka jadi di tim Taman Prakerti Bhuana, sehingga dikomunikasikan ke kami. Mereka minta pernikahan secara virtual," ungkap pria kelahiran 22 Mei 1969 ini.

Jelas Ida Bagus Mangku, komunikasi mempelai dengan keluarga di Bali, berlangsung sekitar 10 hari sebelum hari H. Menurut dirinya, pernikahan secara virtual ini baru pertama kali digelar di Pasraman Upakara Griya Agung Beng, Jalan Gunung Agung Nomor 168, Kelurahan Beng, Gianyar. Itupun atas permintaan dari umat. Guna memberikan solusi pada pasangan yang harus menikah ini. "Kami komunikasikan dengan PHDI Provinsi Bali, bahwa itu pernah jalan sebelumnya. Dari segi sastra tidak masalah. Karena misinya adalah menolong memecahkan masalah umat. Agar terkoneksi dengan mereka di Jepang, Taman Prakerti Bhuwana melibatkan tim multimedia. Acara berlangsung sukses, dihadiri prajuru desa, keluarga besar. Tetap dengan prokes ketat," jelas suami dari Desak Nyoman Hatini SE ini.

Dalam sastra terkait pernikahan virtual ini identik dengan ngayat, ngubeng menggunakan simbol. "Hal ini bisa dilakukan jika terjadi gering agung," ujarnya. Selama 10 hari persiapan, tim TPB berunding dengan pihak terkait termasuk keluarga kedua mempelai. "Persiapan 10 hari berunding, nunasang dewasa, secara sastra tidak masalah, mengunakan simbol Sanggah Urip. Masa pandemi agar tetap bisa nyalanang dharmaning agama dharmaning negara. Kedua belah pihak setuju, prosesi full mulai ngidih, madharma sewaka dua pihak prajuru. Sampai upacara mabayuan. ‘’Upacaranya sederhana, tidak besar. Nanti setelah covid, katanya mereka akan adakan resepsi ulang. Pamangku mereka bawa sendiri di TPB minjam sewa tempat, berikan fasilitas dan banten," jelasnya.

Setelah mendapat lampu hijau, TPB kemudian mempersiapkan tim multimedia. "Kami siapkan layar lebar dan sound yang suaranya terdengar jelas, jernih. Terpenting pula jaringan internet, on terus," jelasnya.

Proses pernikahan berlangsung layaknya adat tradisi Bali. Mulai dari memadik hingga natab banten pernikahan. "Mararasan digelar persis bagaimana prosesi biasanya. Kedua mempelai dihadirkan pada layar, ada prajuru adat dan pihak keluarga," jelas Ida Bagus Mangku. Pernikahan virtual ini berlangsung sekitar 5 jam nonstop mulai pukul 15.00 Wita - 20.00 Wita. "Saat merarasan, cerita sedih terungkap. Sedih ketika kedua mempelai ini tidak bisa bertemu keluarga secara fisik. Tapi di akhir prosesi, semua berbahagia," jelasnya.

Secara teknis, kedua mempelai di Jepang dan keluarga di Bali dipertemukan lewat layar lebar. Setiap sesi diikuti penuh konsentrasi. Termasuk prosesi Mabyakala. "Jadi pengantin Natab, yang membawa piranti upakara orangtuanya dengan membawa Sanggah Urip," terangnya. Biaya pernikahan ini sekitar Rp 30 juta. *nvi

Komentar