nusabali

Pura Berada dalam Goa, Terkait dengan Lahirnya Sri Masula-Masuli

Unik dari Pura Kereban Langit di Desa Adat Sading, Kecamatan Mengwi, Badung

  • www.nusabali.com-pura-berada-dalam-goa-terkait-dengan-lahirnya-sri-masula-masuli

Versi Jro Mangku Ketut Witera, raja penguasa Bali Kuno, Sri Jaya Kasunu, bisa memiliki keturunan hingga lahir kembar buncing Sri Masula-Masuli setelah mohon berkah dari Tirta Salaka di Pura Kereban Langit

MANGUPURA, NusaBali
Pura Kereban Langit di Desa Adat Sading, Kecamatan Mengwi, Badung tergolong salah satu tempat suci yang unik. Pura ini berada dalam goa, namun goanya tidak seutuhnya tertutup. Ada sebuah lubang cukup besar dari atas yang menyinari sebagian isi goa. Itu sebabnya, pura ini dinamakan Pura Kereban Langit, yang berarti pura beratapkan langit. Pura ini diyakini sebagai asal usul lahirnya Sri Masula-Masuli.

Lokasi Pura Kereban Langit tidaklah sulit untuk dijangkau. Pura yang terletak di ujung jalan ini bisa dijangkau dalam 30 menit perjalanan naik motor dari Kota Denpasar. Untuk mencapai pura dalam goa ini, pamedek yang hendak tangkil harus menuruni sekitar 30 anak tangga. Setelah itu, pamedek akan sampai di Pura Kereban Langit yang posisinya bersebelahan dengan sungai.  

Pura Kereban Langit selama ini cukup dikenal sebagai tempat untuk nunas pemargi (meminta petunjuk atau jalan) memohon keturunan. Bukan tanpa sebab tempat tersebut menjadi terkenal seperti itu. Berdasarkan sejarah pura tersebut, kelahiran kembar buncing (laki perempuan) Sri Masula-Masuli yang pernah jadi penguasa Bali Kuno, konon berasal dari anugerah Tirta Selaka yang bersumber di Pura Kereban Langit ini.

Menurut Pamangku Pura Kereban Langit, Jro Mangku I Ketut Witera SSos, goa yang memayungi pura ini sudah ada sejak pemerintahan Raja Udayana. Pada masa pemerintahan ayahanda Sri Masula-Masuli, yakni Raja Sri Jaya Kasunu, lama tidak memiliki keturunan.

Sri Jaya Kasunu kemudian memohon kepada Ida Bhatara di Gunung Agung Giri Tohlangkir agar dianugerahi keturunan. Konon, saat itu Sri Jaya Kasunu hanya diberikan petunjuk gaib agar mencari Tirta Salaka yang ada di dalam sebuah goa.

Nah, berbekal petunjuk gaib tersebut, dikirimlah utusan untuk mencari goa yang berisi Tirtha Salaka tersebut. Singkat cerita, utusan Sri Jaya Kasunu tersebut melihat sebuah goa dari atas bukit. Kala itu, Desa Sading masih bernama Bantiran. Ketika utusan raja turun memasuki goa, dilihat ada seorang yang tengah bertapa di dalam goa itu.

“Utusan raja pun bertanya, apakah ada Tirtha Salaka di dalam goa itu? Petapa hanya memberitahu bahwa cuma ada pancoran air saja dalam goa tersebut,” ungkap Jro Mangku Witera saat ditemui NusaBali di areal Pura Kereban Langit, Senin (10/1) siang.

Utusan raja yakin bahwa air pancoran dalam goa itulah sesungguhnya Tirta Salaka. Air dari pancoran dalam goa itu lalu dibawa sang utusan dan kemudian diberikan kepada Raja Sri Jaya Kasunu untuk diminum oleh permaisuri. Ajaib, beberapa bulan kemudian, permaisuri hamil dan lahirlah kembar buncing Sri Masula-Masuli.

“Sejak saat itu, goa ini dipelihara. Lama kelamaan, dibuatkan tempat suci seperti sekarang ini (sampai bernama Pura Kereban Langit, Red). Dulu ini masih semak-semak. Sekarang pura ini sudah menjadi cagar budaya dan purbakala,” jelas Jro Mangku Witera.

Pura Kereban Langit kemudian diserahkan kepada Raja Mengwi. Selanjutnya, Kerajaan Mengwi melimpahkan pemeliharaan Pura Kereban Langit kepada Puri Sading. Dari Puri Sading, pengelolaan pura kemudian diserahkan kepada parekan (abdi) sebayanyak 4 kepala keluarga (KK).

“Mungkin karena pura ini jauh, untuk pemeliharaan dilimpahkan kepada raja-raja di Badung dan Denpasar. Jadi, Pura Kereban Langit ini adalah milik Puri Sading. Karena leluhur saya dulu jadi parekan di Puri Sading, maka diberikan kewenangan menjadi pamangku. Awalnya 4 KK, kini berkembang menjadi 8 KK,” papar Jro Mangku Witera.

Dikisahkan, sejak kelahiran Sri Masula-Masuli, banyak masyarakat yang meyakini Pura Kereban Langit sebagai tempat untuk memohon keturunan. Menurut Jro Mangku Witera, sampai sekarang banyak pamedek yang sudah terbukti memiliki momongan setelah nunas pemargi di Pura Kereban Langit. Namun, Jro Mangku Witera tidak berani menjamin bahwa setelah sembahyang di pura ini, langsung mendapatkan momongan, karena hal tersebut adalah kehendak Tuhan juga.

“Saya sebagai pamangku tidak menjamin bisa mendapatkan anak atau tidak dari sini, karena semuanya tergantung kehendak Tuhan. Ada yang belum, ada yang sedang, dan ada pula yang sudah lahir. Tapi, sampai sekarang banyak yang sudah memiliki keturunan usai nunas pamargi di sini. Banyak juga yang masesangi (berkaul), jika punya keturunan, akan menghaturkan kain putih kuning, tedung, dan lain-lain,” katanya.

Mantan Bendesa Adat Sading 2013-2018 ini menambahkan, dari penuturan pamedek (umat yang tangkil sembahyang), mereka rata-rata mempunyai pengalaman menikah 5 tahun tak kunjung dikaruniai anak. Ada pula yang tangkil ke Pura Kereban Langit saat belum menikah. Dengan harapan, agar setelah menikah kelak, mereka langsung bisa hamil.

“Istilahnya, persiapan doa sebelum menikah. Ada juga yang tangkil beberapa kali, tapi dia tetap sabar. Ada yang tangkil keempat kali, baru bisa hamil. Jadi, tidak ada yang berani menjamin sekali tangkil ke sini langsung hamil, karena itu kehendak Beliau,” tegas Jro Mangku Witera. *ind

Komentar