nusabali

Tenar Berkat 'Klepon 12 Juta'

Mengenal Sosok Made Candriga (Men Klepon)

  • www.nusabali.com-tenar-berkat-klepon-12-juta

Sebagai pemain film pendek yang menjajal dunia maya, dia tentu siap menghadapi segala tantangan.

SINGARAJA, NusaBali

Kaum netizen Bali, belakangan sering dikejutkan film pendek karya-karya seniman Buleleng yang berisi sosok perempuan super cerewet, Men Klepon. Sosok ini amat mudah diingat bahkan disegani netizen. Bukan karena dia perempuan Buleleng yang khas, blak-blakkan. Tapi berkat karakter actingnya yang kuat, ngena, namun memukau pemirsa.

Aktris lokal Bali yang amat sering berwajah kucel dalam filmnya ini, tiada lain adalah Made Candriga Krisna Kumari. Perempuan 39 tahun asal Kelurahan Banyuning Kecamatan/Kabupaten Buleleng. ‘Men Klepon’ menjadi ‘identitas tetap’ pada sosok Candriga, pasca dia sukses berperan pada sebuah film pendek berjudul ‘Klepon 12 Juta’. Film ini diupload di youtube oleh Photo and Videographer Taksu North Bali. Film ini pula melambungkan nama dan karir seninya di dunia film pendek youtube.

Film pendek itu viral tahun 2016. Ada acting Candriga yang tenar dengan nama panggilan Kayang. Di film ini dia memainkan karakter seorang ibu cerewet, berlogat khas Bulelengan. Sebelum terkenal sebagai pemain film pendek, dia dikenal sebagai seorang pemain drama gong di Buleleng. Dia pun hingga kini masih tergabung dalam Sanggar Seni Drama Gong Nong Nong Kling, Kelurahan Banyuning, Buleleng.

Viral dalam film pendek pertama, memicu ibu tiga anak ini makin sibuk. Dia sering mendapat tawaran bermain film pendek dari production house (PH). Tawaran ini pula makin membuatnya terkenal, sembari makin banyak menemukan rekan kerja baru.

Film pendeknya lebih banyak dalam kemasan kocak hingga sangat menghibur para pemburu konten youtube. Itu pula menjadikan dia memerima  banyak tawaran untuk membintangi iklan produk hingga iklan layanan masyarakat dari pemerintah. Kata ‘klepon’ pada film pendeknya pertama kali merupakan pelesetan dari kata salah satu merk handphone. Kata ini pun melekat pada peran Meme (ibu) yang dibawakan oleh Candriga. Hingga saat ini pun di dunia maya, dia dikenal dengan nama Men Klepon.

“Nama Men Klepon itu melekat secara otomatis saat pembuatan film pendek pertama dengan Gede Pasek Sriada (Taksu North Bali, Red). Mungkin karena saat itu langsung viral kebawa sampai sekarang,” ucap Kayang yang ditemui di rumahnya, Jalan Pulau Batam, Gang Kaswari, Kelurahan Banyuning, Jumat (4/12).

Dia berkiprah dalam dunia seni peran sejak tujuh tahun lalu. Putri bungsu dengan enam bersaudara dari tokoh drama gong Buleleng, Wayan Sujana alias Jedur ini memutuskan untuk bergabung di sanggar Nong-Nong Kling, sebuah sekaa drama gong.

Dia tentu tak asing dengan drama gong. Karena sejak kecil terbiasa menyaksikan almarhum (ayahnya) latihan dan pentas drama gong. Maka tak salah jika tradisi seni sang ayah menurun ke dirinya.

Istri Nyoman Dresna ini pun sempat berulang kali ikut pentas drama gong terutama saat pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB). Dia beperan sebagai tuan putri atau ibu raja.

Lalu sejak lima tahun belakangan, dia mulai menjajal peruntukkan lain sebagai pemain film pendek. Dia sering bermain dengan kakak ketiganya, Nyoman Darwin Setiabudi, yang kini dikenal sebagai sosok Pan Klepon. Dalam setiap adegan, mereka amat nyambung. Maka tak salah,  cemistry (kecocokan) yang didapatkan dua bersaudara kandung ini pun menjadikan masyarakat mengira mereka sebagai pasangan suami istri. “Pan Klepon itu kakak saya yang nomor tiga. Memang, di sanggar yang sering diajak main bareng masih keluarga semua. Pemeran anak perempuan itu juga keponakan saya. Dia anak dari kakak perempuan,” ungkapnya.

Menjajal seni peran di depan kamera jika dibandingkan dengan bermain drama gong memang dirasakan sangat berbeda oleh Kayang. Dia merasakan jejak kariernya di dunia maya saat ini, cukup menguntungkan. Karena order job bermain drama gong sedang sepi dan diperparah situasi pandemi Covid-19 saat ini.

“Kalau bermain drama itu perlu waktu latihan lama dan penghafalan teks juga. Rasa gugupnya berbeda apalagi saat di atas panggung karena tidak ada cut dan pengulangan adegan seperti membuat film atau video,” ungkap dia.

Meski demikian saat ini dia menikmati pekerjaannya sebagai pemain film pendek. Bahkan  dia kini mengasuh salah satu konten youtube ‘Bungut Paon’ bersama Photo dan Videographer De Uh Rendra asal Kelurahan Banyuning. Konten youtube yang menampilkan kuliner Buleleng itu digarap sejak setahun lalu. Dia pun tak fanatik dan terikat dalam pengambilan job sebagai pemain film pendek. Saat ini dia bekerjasama dengan sejumlah PH di Buleleng. “Sesuai request saja. Semuanya saling mengerti, sama siapa saja boleh asal jadwalnya tidak berbenturan,” aku dia.

Kini dia mengasuh satu konten youtube untuk mengejar viewer ‘Kayang dan Keluarga Klepon’ miliknya. Dia pun syuting dua kali dalam seminggu. Jadwal ini termasuk pembuatan film lawakan maupun program konten youtube ‘Bungut Paon’. “Ya cukup membantu untuk uang tambahan keluarga,” kata anak bungsu pasangan Wayan Sujana - Ketut Mawati ini. Perempuan kelahiran 9 Februari 1981 ini mengaku mendapat dukungan penuh suaminya dalam bermain film pendek dan mengasuh konten.

Ketenaran namanya di dunia maya tak jarang membuat perempuan yang kesehariannya pedagang di kantin sekolah ini, terkaget. Terutama saat berkunjung ke tempat umum. Tak jarang, peraih

Juara III Mesatua Bali, serangkaian perayaan Bulan Bahasa Bali tingkat Provinsi Bali tahun 2019 ini, menerima ajakan untuk berfoto. Karena dia memang makin punya banyak fans.

“Awalnya dan sampai saat ini pun saya tidak ada target apa-apa. Saya hanya melakukan apa yang saya suka dalam seni peran baik bermain drama gong atau bermain film,” jelas dia. Sebagai pemain film pendek yang menjajal dunia maya, dia tentu siap menghadapi segala tantangan. Salah satunya, harus mampu mengendalikan perasaan saat mendapat komentar pedas dan komentar miring di dari netizen. Terutama, soal penggunaan bahasa Buleleng yang menurut sebagian masyarakat Bali,  terkesan kasar. Hanya saja di balik kritik nitizen, sejumlah pengusaha yang ingin beriklan malah menggunakan jasanya. ‘’Anehnya, pembuat iklan sering kali memesan agar kami tidak menghilangkan logat khas Buleleng. Ini yang membuat saya menjadi bangga,’’ ujarnya. *lik

Komentar