nusabali

Ibu Hamil Wajib Discreening

Tekan Angka Penularan HIV/AIDS

  • www.nusabali.com-ibu-hamil-wajib-discreening

SINGARAJA, NusaBali
Pemkab Buleleng mewajibkan seluruh ibu hamil di Buleleng menjalani screening (pengujian darah).

Tindakan ini merupakan salah satu upaya untuk menekan angka penularan HIV/AIDS, khususnya pada ibu hamil. Pengujian darah ini untuk mengetahui secara dini dan mengantisipasi penularan virus dari ibu ke bayi.

Ibu hamil yang hasil screeningnya menunjukkan positif HIV/AIDS akan mendapatkan perlakuan khusus. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Buleleng dr I Nyoman Sutjidra SpOG, Selasa (1/12), mengatakan screening pada ibu hamil sudah diwajibkan pemerintah. Seluruh rumah sakit milik pemerintah dan swasta, termasuk Puskesmas hingga bidan desa, dapat menscreening ibu hamil. “Screening ibu hamil ini wajib untuk pemeriksaan darah HBASG untuk mengetahui hepatitis dan juga HIV. Ini wajib karena penularan HIV ini bisa ke bayi dan tenaga kesehatan yang menangani. Pemerintah wajib mengantisipasi dini,” jelas Wakil Bupati Buleleng ini.

Jelas Sutjidra, screening ibu hamil sejak tiga tahun terakhir  ini, ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Jika ada ibu hamil yang dinyatakan positif HIV/AIDS akan mendapatkan perlakuan khusus. Seperti tidak dibolehkan melahirkan normal, tidak menyusui bayinya sehingga penularan dapat dicegah. “Sebenarnya kasus yang ditemukan pada ibu rumah tangga itu kan sebenarnya paparan. Karena mendapat ‘oleh-oleh’ dari suaminya. Tetapi pencegahan dan penanganan dini tetap harus dilakukan untuk menyelamatkan bayi kalau sedang hamil,” imbuh Wabup asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan ini.

Menurut Sutjidra, ibu hamil menjadi prioritas test virus HIV selain menyelamatkan bayi yang dikandungnya, juga melihat kasus penularan yang sangat tinggi di usia porduktif.  Kata dia, 60 persen dari 3.000 lebih kasus HIV di Buleleng sejak tahun 1998 dengan rentang usia 20 - 45 tahun. Infeksi dominan disumbang oleh pegawai swasta.

Dia mengklaim penambahan kasus positif HIV baru di Buleleng melandai, dibandingkan empat tahun sebelumnya. Hal itu ditunjukkan dari rata-rata kasus yang terjadi setiap tahun hanya 200 kasus. Angka ini turun drastis dari empat tahun lalu yang setahun bisa mencapai angka 400 kasus. Kasus kematian Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) juga sangat rendah. Tahun 2020, laporan yang baru masuk baru satu kasus dari Kecamatan Banjar.

Kata Sutjidra, penambahan kasus melandai dan angka kematian ODHA juga minim, tak terlepas dari program pemerintah dengan jargon STOP dalam penanganan kasus HIV/AIDS. STOP, dijelaskan Sutjidra, kepanjangan dari Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan. Pemerintah terus melakukan penyuluhan dan sosialisasi ke masyarakat untuk sedapat mungkin menghindari peluang penularan HIV/AIDS dengan hubungan seksual berisiko. Hanya saja masyarakat juga tak boleh takut dan menjauhi ODHA. “Yang tetap kami tekankan boleh takut pada penyakitnya. Tetapi jangan takut pada orangnya. Karena penularan hanya bisa lewat hubungan seksual, lendir, dan penggunaan jarum suntik bersama,” tegas dia.

Hanya saja sejauh ini upaya menekan penularan kasus HIV di Buleleng yang dilakukan pemerintah bertahun-tahun masih menemui hambatan ketidakterbukaan masyarakat. Hal itu masih ditoleransi karena merupakan privasi setiap individu masyarakat. “Ada yang belum terbuka karena tidak ingin diketahui dan tidak mau mengaku. Ini yang masih jadi hambatan dan berisiko tinggi menyebarkan ke orang lain, sehingga ini juga dalam pengawasan dan pendampingan,” ujar Sutjidra. *k23

Komentar