nusabali

Soal RSS Kayu Buntil, Segera Cari Solusi

  • www.nusabali.com-soal-rss-kayu-buntil-segera-cari-solusi

SINGARJA, NusaBali
Permasalahan program Rumah Sangat Sederhana (RSS) di Lingkungan Kayu Buntil Barta Kelurahan Kampung Anyar Kecamatan/Kabupaten Buleleng segera akan dilakukan mediasi oleh dewan.

Anggota Komisi I, Gede Wisnaya Wisna, menyebut ada perbedaan pemahaman antara warga yang datang kepadanya dengan persepsi pemerintah. Politisi asal Kelurahan Kampung Anyar ini pun mengaku akan memediasi untuk memperjelas masalah serta mencari solusi demi kebaikan semua pihak.

Wisnaya Wisna saat ditemui di DPRD Buleleng, Rabu (25/11), mengaku sudah berkoordinasi dengan Kepala Lingkungan (Kaling) Kayu Buntil Barat terkait pengaduan sejumlah warga penghuni RSS. Dia pun mengaku dari hasil koordinasinya tersebut ada perbedaan paham antara pemerintah dengan warga.

“Nilai Rp 25 juta itu dari pengaduan warga untuk biaya pengganti sertifikat atas tanah yang dibanguni RSS. Sedangkan dari Kaling, katanya, nilai bangunan bukan tanah. Ini yang akan kami perjelas lagi ke bagian aset yang benar seperti apa,” ucap Wisnaya yang juga anggota Fraksi Hanura DPRD Buleleng itu.

Dia pun mengatakan jika memang Rp 25 juta nilai yang memberatkan warga untuk pengganti bangunan dan jumlah cicilan plus denda selama 20 tahun, Wisnaya menyebut persoalannya ada pada negosiasi antara pemerintah dengan warga penghuni RSS. “Warga yang datang kepada saya meminta untuk ikut mendampingi tim appraisal saat datang nanti, karena sudah melibatkan Kejaksaan dan BPN. Itu sebabnya akan didatangkan tim appraisal dan membuat kajian nilai terkini, setelah itu baru dewan akan membuat kajian,” imbuh dia.

Sebagai wakil rakyat terlebih masalah itu ada di wilayah tempat tinggalnya Wisnaya mengaku terketuk hati untuk ikut menyelesaikan persoalan itu. Sejauh ini melihat situasi warga Kayu Buntil Barat yang sebagian besar mencari penghidupan sebagai nelayan, pemulung dan pekerja kasar lainnya masih sangat berat untuk membayar sejumlah nilai yang ditentukan tim appraisal pada tahun 2017 lalu sebesar Rp 25 juta. Dia pun berharap nilai itu bisa dinegosiasi untuk diturunkan melihat kondisi bangunan dan juga kondisi ekonomi pada masa pandemi ini. Sedangkan upaya mediasi yang menghadirkan semua pihak termasuk Kejaksaan dan BPN akan dilakukan setelah ada surat permohonan resmi dari warga yang datang mengadu ke gedung dewan Selasa (24/11) lalu.

Sementara itu Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara yang merangkap jabatan sebagai Humas Kejari membenarkan jika Kejaksaan turun langsung sebagai mediator masalah ganti rugi bangunan milik Pemda Buleleng, sesuai dengan permohonan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Sejauh ini upaya mediasi yang dilakukan Kejaksaan Buleleng atas kasus ini sudah dalam tahap sosialisasi kepada 96 penerima program RSS di Kayu Buntil.

“Dari hasil sosialisasi menghadirkan semua penerima program RSS sebagian besar menyetujui ganti rugi bangunan. Hanya saja nilai Rp 25 juta dari tim appraisal yang turun 2017 lalu tidak bisa digunakan karena hanya berlaku 6 bulan. Mau tidak mau pemerintah harus melakukan penghitungan ulang melalui tim appraisal untuk menentukan berapa besaran nilai yang harus dibayar warga,” kata Jayalantara.

Dia pun menyebutkan Kejaksaan sebagai mediator kasus memprioritaskan hak dan kewajiban. Sebanyak 96 warga penerima program RSS yang sudah difasilitasi pemerintah dalam pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) memiliki hak mendapatkan sertifikatnya. Namun di balik itu disebut Jayalantara warga juga memiliki kewajiban membayar ganti rugi bangunan yang dibangunkan pemerintah karena selama ini tetap menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kami sebagai mediator berusaha menyeimbangkan hak dan kewajiban itu saja sebenarnya,” tegas dia.

Sebelumnya diberitakan masalah RSS Kayu Buntil Barat Kelurahan Kampung Anyar Kecamatan/Kabupaten Buleleng kembali mencuat buntut kedatangan empat warga setempat masadu kepada dewan, Selasa (24/11). Mereka keberatan karena sebagai penghuni RSS disebut-sebut harus membayar ganti pengurusan sertifikat sebesar Rp 25 juta.

Rumah Sangat Sederhana yang tak lebih hanya 20 meter persegi itu menjadi masalah saat puluhan warga setempat melakukan wanprestasi. Mereka melanggar perjanjian membayar cicilan sebesar Rp 4 ribu per bulan selama 20 tahun. Sehingga aset Pemkab Buleleng itu selalu menjadi temuan BPK karena tak ada pendapatan daerah yang bersumber dari cicilan masuk ke kas daerah. *k23

Komentar