nusabali

Dinilai Sarat Muatan Politis

Pengosongan Aset PHDI Jembrana

  • www.nusabali.com-dinilai-sarat-muatan-politis

I Gede Ngurah Patriana Krisna alias Ipat, putra sulung mantan bupati Jembrana I Gede Winasa, menyebut bapaknya marah mendengar persoalan aset PHDI.

NEGARA, NusaBali
Calon Wakil Bupati Jembrana di Pilkada 2020 I Gede Ngurah Patriana Krisna alias Ipat, menilai pemutusan kontrak sewa aset PHDI Jembrana yang dieksekusi Yayasan Dharma Sentana, Senin (16/11), sarat muatan politis. Padahal, menurut putra sulung mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa, ini sebelumnya sudah ada kesepakatan dari Yayasan Patria Usada untuk segera mengembalikan aset umat yang berlokasi di Jalan Ngurah Rai, Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana tersebut.

Ipat kepada NusaBali, Selasa (17/11), mengatakan pengembalian aset PHDI itu telah disepakati saat mediasi pada 19 September 2020. Saat itu, dirinya sebagai Ketua Yayasan Patria Usaha, sudah menyampaikan kepada pihak Yayasan Dharma Sentana (pengelola aset PHDI Jembrana) untuk sama-sama mengurus ke notaris untuk pemutusan kontrak sewa aset yang sebelumnya disepakati melalui akta notaris.

“Kami sudah ingin kembalikan aset itu. Termasuk menyerahkan bangunan yang sebelumnya dibangun bapak (Winasa). Tetapi tidak ada kabar ke kami. Tiba-tiba malah ada surat pemutusan kontrak sepihak dan pemasangan spanduk itu (spanduk untuk mengosongkan tanah dan bangunan). Niat baik kami malah digoreng ke politik,” ujar Ipat.

Sehari setelah mediasi atau pada 20 September lalu, lanjut Ipat, dirinya juga sudah berhenti sebagai Ketua Yayasan Patria Usada, karena ingin fokus menghadapi Pilkada Jembrana 2020. Terlebih, saat dilakukan mediasi, persoalan sewa aset umat itu sudah akan terselesaikan. “Saya sudah tidak jadi pengurus lagi. Sudah ada pengganti ketua yayasan, Pak Suarna Adi. Sedangkan bapak (Winasa) masih sebagai pembina,” ucapnya.

Setelah mendengar persoalan sewa aset PHDI Jembrana yang seolah dijadikan serangan jelang Pilkada, Ipat mengatakan, bapaknya (Winasa) sangat marah. Niatan awal untuk mengembalikan aset PHI Jembrana termasuk menyerahkan bangunan yang dibangun bapaknya itu, kini tampak enggan ditanggapi bapaknya. “Saya sendiri juga sekarang angkat tangan. Kalau saja diselesaikan baik-baik, sebenarnya sudah pasti dikembalikan,” ungkap Ipat.

Ketua Yayasan Dharma Sentana I Wayan Mawa saat dikonfirmasi terpisah, Selasa kemarin, membantah adanya muatan politis dalam eksekusi pemutusan kontrak sewa aset PHDI Jembrana itu. Menurutnya, yang tidak mau menyelesaikan dengan baik-baik mengenai persoalan aset umat itu, justru adalah pihak Yayasan Patria Usada. Seharusnya, apabila memang ada itikad baik, seharusnya pihak Yayasan Patria Usaha yang mengembalikan secara ikhlas aset umat tersebut. Bukan justru mengulur-ngulur, dan ujug-ujug menuduh dipolitisasi.

“Yang tidak mau menyelesaikan itu kan dari pihak dia (Yayasan Patria Usada). Masalah sewa aset ini sudah lama dibahas. Dari tahun 2019 sudah mau diselesaikan, karena sudah lama tetap tidak ada itikad baik. Malah waktu dulu, saya ingat betul Pak Winasa bilang kerjasama dengan yayasan bodong. Tetapi yayasan sudah resmi terbentuk, tetap tidak mau diselesaikan. Bohong besar kalau ini dikaitkan ke politik,” ujar Mawa.

Menurut Mawa, sebelum pasang spanduk pada Senin (16/11), dirinya sempat mengawali pembicaraan dengan Ipat pada 5 Agustus 2020 lalu. Saat itu, dirinya pun memohon agar masalah sewa aset yang sudah berlarut-larut itu, dapat segera diselesaikan. Begitu juga mewanti-wanti agar tidak mempolitisasi niatan Yayasan Dharma Sentana dan PHDI Jembrana untuk menyelamatkan aset umat tersebut, dan tidak melibatkan orangtuanya (Winasa).

“Saat mengawali pertemuan itu, Patriana (Ipat) sudah sepakat akan menandatangani penyerahan aset tanah dan bangunan tersebut, tanpa mampu memberikan ganti rugi atau sewa yang tidak dibayar selama bertahun-tahun. Nah, waktu itu dia juga minta tolong kepada saya agar dibuatkan draft surat pengembalian aset. Setelah itu, saya sudah buatkan draft suratnya, dan menunggu kabar dari Patriana,” kata Mawa.

Nah, sambung Wama, pada 19 September lalu, dirinya dihubungi Ipat yang mengaku telah siap menandatangani surat pengembalian aset umat tersebut. Waktu itu, Ipat ingin bertemu di rumahnya. Tetapi, dirinya menolak bertemu di rumahnya, dan meminta agar pertemuan dilaksanakan di rumah Suarna Adi alias Kompyang di Kelurahan Banjar Tengah, Kecamatan Negara, sesuai dengan tempat pertemuan sebelumnya.

“Saat bertemu kembali tanggal 19 September itu, Patriana sudah mengiyakan draft surat yang sudah saya siapkan, dan sudah mau tanda tangan. Tetapi saat itu, ada saudaranya yang tidak mengiyakan. Ujung-ujungnya saat itu, terakhir ngomong bahwa sudah jam makan, dan katanya nanti saja ditandatangani. Tetapi kenyataannya, kita tunggu-tunggu, justru dari pihak dia yang tidak ada kabar. Malah dari pihak kami yang menunggu,” ucap Mawa.

Mawa menambahkan, saat pertemuan pada 19 September itu, sempat difoto oleh seseorang dari pihak Ipat. Saat itu, dirinya sudah menyampaikan agar foto-foto tersebut tidak dishare ke publik karena bisa menimbulkan persepsi kaitan jelang Pilkada, dan diiyakan pihak Ipat. Tetapi keesokan harinya, foto-foto pertemuan itu justru dishare ke media sosial dengan isi penyampaian seolah-olah ada tekanan berbau politis kepada Ipat.

“Jadi mereka sendiri yang sebenarnya mempolitisir. Kemarin waktu pemasangan spanduk itu, juga ada yang nelpon dari pihak Ipat, mohon dicabut spanduknya itu. Saya bilang, buat apa? Saya sudah ingin baik-baik minta penjelasan, apakah akan diserahkan aset umat itu atau dibawa ke ranah hukum. Tetapi sampai hari ini, tidak ada itikad baik yang didasari kesungguhan hati untuk mengembalikan aset itu. Maka dari itu, ya kita ambil langkah pemasangan spanduk itu,” tandas Mawa yang juga mantan Ketua DPRD Jembrana periode 1999–2004.

Mawa menambahkan, keputusan untuk meminta pengosongan areal aset PHDI Jembrana sampai batas waktu selama 7 hari atau Senin (23/11) itu,  bukan semata-mata keputusan yayasan. Tetapi didasari keputusan beberapa kali rapat. Termasuk rapat dengan PHDI maupun jajaran Majelis Desa Adat di Jembrana. “Sebenarnya, kalau kita keras-kerasan, bisa saja kita laporkan karena ternyata aset yang disewakan ke Yayasan Patria Usada, selain tidak pernah dibayar, itu disewakan kembali ke pihak lain. Padahal di perjanjian sudah jelas, tidak diperkenankan menyewakan ke pihak lain. Kemudian pedagang-pedagang yang menyewa di sana, sudah diambil uangnya di awal,” kata Mawa. *ode

Komentar