nusabali

Dikremasi di Buleleng, I Made Wianta Tinggalkan Kenangan Indah di Dunia Seni

  • www.nusabali.com-dikremasi-di-buleleng-i-made-wianta-tinggalkan-kenangan-indah-di-dunia-seni

SINGARAJA, NusaBali
Maestro seni I Made Wianta yang meninggal dunia pada Jumat (13/11) siang, dikremasi  di  Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) Kabupaten Buleleng, Jalan Kalimantan Kelurahan Kampung Baru Kecamatan/Kabupaten Buleleng pada Soma Umanis Medangkungan, Senin (16/11) sore.

Selain istri dan kedua anaknya, terlihat beberapa budayawan dan seniman yang ada di Bali, seperti Putu Satria Kusuma dan Made Adnyana. Intan Kirana, sang istri maestro, mengatakan kepergian pelukis kondang yang juga suaminya itu tak disangka-sangka. Namun beberapa hari sebelum ajal menjemput memang sudah tidak mau makan. “Tidak ada pesan terakhir karena mendadak kami juga tidak menyangka, tetapi setelah kejadian memang shock sekali. Tetapi kami bertiga saya dan dua anak saya memang kasihan sama bapak yang hampir tiga tahun di kursi roda, bagi seniman itu kan siksaan sehingga kami mengikhlaskan kepergian Pak Wianta,” ungkap wanita asal Jogjakarta ini.

Selama tiga tahun sakit-sakitan pasca mengalami kecelakaan saat membawa motor, Intan Kirana menyebutkan suaminya masih aktif berkarya dari atas meja. Maestro kelahiran 20 Desember 1949, ini pun masih punya cita-cita mendirikan museum yang sudah direncanakan akan dimulai setelah pandemi berlalu. Museum yang dicita-citakan itu lebih bersifat privat untuk menyimpan karyanya yang cukup banyak.

Seniman 70 tahun ini juga meninggalkan Wianta Foundation sebuah yayasan yang bergerak di bidang seni. Yayasan yang didirikan tahun 1990 itu disebut Intan Kirana didedikasikan untuk membantu seniman dapat mandiri dan sukses. Selain juga mendukung perkembangan seni dan budaya Bali pada khususnya.

“Wianta Foundation itu didirikan bapak untuk membantu seniman-seniman. Jadi dia yang pernah merasakan susahnya menjadi seniman yang kadang mendapat perlakuan tidak baik, terombang-ambing, mereka dibina supaya sukses,” jelas Intan.

Salah satu binaan Wianta Foundation yakni sekaa gambuh Desa Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar pada tahun 1993. Sekaa gambuh dibantu pelestariannya dan dibina selama tiga tahun hingga kini memiliki pusat dokumenasi gambuh dan melakukan petunjukan setiap tanggal 1 dan 15 disaksikan pengunjung sejumlah hotel. Sukses membina Gambuh Desa Batuan, Wianta disebut Intan Kirana berencana akan membina kesenian Gambuh di sejumlah wilayah yang ada di Bali.

Seniman yang pernah menerima penghargaan Honorary Professor’ dari Academico Internationale Greci-Marino di Italia tahun 1996 ini juga disebut istri tercintanya pernah memperjuangkan seniman Indonesia pada pameran kelas dunia Venice Biennale. Seniman Indonesia yang tak pernah masuk dalam penyisihan ajang bergengsi kelas dunia itu selama 50 tahun kembali dapat menghardirkan karyanya berkat Wianta.

Kepergian ayah yang meninggalkan dua anak perempuannya Buratwangi dan Sanjiwani ini juga sudah diikhlaskan sepenuhnya oleh keluarga. Intan Kirana mengaku baru lega setelah keluarga melangsungkan upacara matuun saat jenazah Wianta masih di rumah duka. Rohnya yang dihadirkan lewat mediasi balian diceritakan Intan berpesan kepada keluarga tercintanya agar tidak bersedih. Dia melalui balian mengaku sudah mendapat tempat yang bagus di alam baka. “Kata baliannya saat itu, bhataranya sudah kasih tempat bags soalnya dia orang baik, jadi tidak dikasih bersedih. Terus sudah ditemani bidadari-bidadari cantik,  khas sekali jokenya Pak Winata,” jelas dia.

Sementara itu dramawan Putu Satria Kusuma mengaku memiliki kenangan manis. Bahkan sosok seniman jebolan ISI Jogjakarta ini dikenal sebagai seniman serba bisa. Tidak hanya seni lukis yang dipahaminya tetapi juga seni sastra dan pertunjukan. Menurut Satria Kusuma Wianta merupakan guru terbaik yang membuatnya tahu Buleleng berbeda dari Bali Selatan.

Satria Kusuma yang mengagumi sosok Wianta sejak masih muda dan menjadi anak rantau juah dari Buleleng juga sempat mengabadikan Wianta melalui film pendek berjudul 2,5 menit bersama Wianta. Film yang menghadirkan seniman kondang Wianta itu diarahkan Satria Kusuma membicarakan soal perbedaan Buleleng dengan Bali Selatan dari segi seni dan budaya. Film pendek yang dibuat sekitar tahun 2015 itu baru rampung edit pada tahun 2018 lalu.

Sementara itu kiprah I Made Wianta di dunia seni tak diragukan lagu. Pria kelahiran Desa Apuan, Kecamatan Baturiti Kecamatan Tabanan ini lahir 20 Desember 1949 silam. Pada tahun 1967, I Made Wianta menerima pendidikan seni pertama kalinya ketika mempelajari karawitan. Periode 1967-1969, I Made Wianta mempelajari seni pada Sekolah Seni Rupa Indonesia di Denpasar. Kemudian, dia melanjutkan pendidikan seninya di ISI Jogjakarta. Selama 1975-1977 pula, I Made Wianta menetap di Brussel, Belgia untuk menambah pengalaman bidang seni.

Kiprahnya di dunia seni melalui karya-karya laur biasa juga mengantarkan I Made Wianta menerima berbagai penghargaan. Seperti Honorary Professor’ dari Academico Internationale Greci-Marino di Italia tahun 1996, ‘The Most Admired Man of Decade’ dari American Biographical Institute di Amerika tahun 1997, ‘Dharma Kusuma’ dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 1998, ‘The Longest Handwritten Poem Writer’ dari Muri tahun 2000, ‘Ajeg Bali Figure Award’ dari Hipmi tahun 2003, Penghargaan dari Junior Chamber International tahun 2007, dan ‘Echosscape Wianta Galaxy’ di Jepang pada tahun 2008. *k23

Komentar