nusabali

Pemuda, Perjuangan Politik, dan Pendobrak Perubahan

  • www.nusabali.com-pemuda-perjuangan-politik-dan-pendobrak-perubahan

“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda dan niscaya akan kuguncangkan dunia.” dunia. - (Bung Karno)


Bung Karno dalam suatu kesempatan berpidato di hadapan pemuda Indonesia. Soekarno menggambarkan dengan bahasa kiasan, betapa peran dan kehadiran pemuda sangat penting dalam sejarah panjang bangsa Indonesia. Bung Karno mengakui, tanpa peran pemuda perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia belum tentu tercapai.

Salah seorang Indonesianis, Ben Anderson, pernah mengatakan bahwa bagaimana golongan pemuda Indonesia turut mewarnai perjalanan sejarah pendirian bangsa Indonesia. Pemuda Indonesia kala itu memiliki karakter nasionalisme yang tinggi dan besar atas dasar kesadaran mereka sendiri. Mereka berjuang dengan gigih untuk menjaga kedaulatan bangsa.

Sejarah Indonesia adalah sejarah pemuda, setiap babak baru perubahan bangsa selalu melibatkan kaum muda. Hal ini memang benar adanya, bahwa perubahan memang selalu dimotori pemuda. Mulai dari Boedi Uetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Perjuangan Kemedekaan Indonesia (1945), penumbangan rezim Orde Lama (1966), peristiwa Malari (1974), sampai penurunan rezim Orde Baru (1998). Apabila kita merefleksi sejarah pun tentu akan menyadari bahwa para pahlawan bangsa seperti Soekarno, Natsir, Tan Malaka, Sjahrir, dan lainnya. Kepemimpinan mereka dimulai sejak usia muda.

Sejarah sebetulnya mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya peran pemuda dalam memberikan sumbangsih dan kontribusi pikiran serta gagasan untuk republik ini. Oleh sebab itu, kepemimpinan muda sudah tidak perlu diragukan lagi. Semangat dan energi pemuda harus tetap terpelihara untuk tetap bergerak, Termasuk juga semangat untuk terlibat aktif dalam politik. Sebab, dunia politik kita pun mesti meyakini bahwa politik adalah dunia pengabdian dan medan perjuangan untuk menciptakan kebangkitan bagi bangsa di semua sektor. Politik itu arena untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan aspirasi tersebut agar terwujud dalam bentuk kebijakan pemerintah.

Berangkat dari keyakinan tersebut, generasi muda saat ini memang harus tetap berjuang demi bangsa dan negara dengan cara yang berbeda. Perang fisik telah usai, namun perjuangan untuk memajukan bangsa harus tetap dilakukan, dan perjuangan tersebut adalah lewat melalui jalur politik. Sudah saatnya anak muda melek politik. Sudah saatnya pemuda bicara, menentukan sikapnya. Tapi, bagaimana dengan kondisi para elit politik kita yang masih didominasi oleh golongan tua? Mungkinkah mereka punya niat meregenerasikan karir politiknya?

Anak Muda Melek Politik

Seorang penyair Jerman, Bertolt Brecht yang hidup di abad ke-19 (1898-1956) pernah mengatakan “Buta terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak bicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik.”

Sebuah kritik sosial yang benar-benar tajam dari Bertolt Brecht. Kesadaran bernegara yang dalam pemahaman Aristotelian, politik adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (bonnum commune). Sayangnya pemahaman ini tidak dimiliki sebagiam bersar masyarakat kita. Sebagian besar justru alergi dengan politik. Tidak dapat disalahkan sebetulnya, karena minim tauladan baik dari tokoh-tokoh politik itu sendiri. Nah, dari alergi inilah melahirkan apatisme. Munculnya sikap pasrah, terserah, emang gua pikirin, peduli amat, dan seterusnya.

Anak muda, yang merupakan partisipan penggerak demokrasi. Sikap pasif pemuda sebetulnya akan berdampak buruk dalam iklim demokrasi, karena kaum muda merupakan individu kritis. Sangat disayangkan, fenomena yang muncul pada saat ini adalah minat akan politik di antara anak muda kurang diminati. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), didapati bahwa 79% anak muda di Indonesia tidak tertarik berpolitik.

Generasi melek politik menjadi sebutan tersendiri bagi anak muda. Hal ini dikarenakan, politik yang masih dianggap tabu oleh anak muda. Hanya segelintir anak muda yang mau ikut memahami tentang politik Indonesia. Lalu, mengapa generasi muda Indonesia harus melek politik? Jawabnya, karena kebijakan yang dihasilkan para elite politik akan berdampak terhadap hampir seluruh aspek kehidupan warga, tak terkecuali anak muda.

Pemuda itu merupakan generasi penerus bangsa. Meneruskan estafet politik di negara, mengatur dan membuat kebijakan yang lebih baik. Pemuda adalah harapan untuk memperbaiki politik di masa depan. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara agar generasi muda bisa melek pollitik? Satu-satunya cara agar bisa lebih paham politik adalah dengan terlibat! Kita tidak bisa hanya duduk diam lalu berharap negara akan baik-baik saja. Cara mudahnya adalah dengan terlibat dalam politik. Misalnya dengan ikut berpartisipasi dalam pemilu. Sebelum pemilu, Pemuda harus turut mengawasi program-program kerja yang dikampanyekan oleh calon kepala daerah atau legislatif.

Untuk mahasiswa keterlibatan politik bisa diawali dengan aktif dalam organisasi internal ataupun eksternal kampus. Seperti pemilihan ketua BEM atau ketua organisas lainnyai. Ikut terlibat aktif dalam organisasi kampus berarti turut berkontribusi untuk pengembangan organisasi ke arah yang lebih baik. Masih ingin tahu lebih banyak tentang politik? Kita sebagai pemuda Indonesia juga bisa mendaftarkan diri menjadi anggota partai politik atau ikut gerakan sosial.

Pendobrak Perubahan (Agent Of Change)

Identiknya, seorang anak muda masih dapat menyandang status sosial sebagai seorang pendobrak perubahan (agent of change). Perubahan yang tentu saja berkaitan dengan kebijakan nasional untuk kesejahteraan masyarakat. Republik ini sudah mencatatkan betapa banyaknya peristiwa sejarah kepemimpinan bangsa yang dipelopori oleh gerakan perubahan anak muda.

Dari masa ke masa. Misalnya mulai dari pendirian organisasi Boedi Oetomo yang memiliki benang merah dengan lahirnya sumpah pemuda dan proklamasi kemerdekaan. Bung Karno menyebutnya dengan angkatan. Lahirnya Boedi Oetomo disebutnya sebagai Angkatan Perintis (1908), Sumpah Pemuda disebutnya sebagai angkatan penegak (1928), Proklamasi Kemerdekaan dsiebutnya sebagai angkatan pendobrak (1945).2 Selain itu ada angkatan 66, dan demikian juga dengan penggulingan rezim Soeharto anak muda dan aktivis menyebutnya sebagai angkatan 98. Dari sejarah itu, kita percaya bahwa bahwa pemimpin baru akan bermunculan memberikan harapan besar bagi Indonesia di masa-masa mendatang.

Sekarang yang dibutuhkan bangsa Indonesia adalah adanya pendobrak mentalitas pemimpin yang mau berpolitik agar menggunakan prinsip dan etika politik ideologi, yakni Pancasila. Belajar dari pengalaman negara ini dalam melaksanakan pergantian kepemimpinan, masih saja dikuasai oleh segelintir kelompok oligarki atau golongan yang itu-itu saja. Birokrasi hanya bersifat administratif belaka. Hukum menjadi tumpul ke atas, tajam ke bawah.

Selain itu, bobroknya mentalitas dalam berbangsa dan bernegara membuat banyak pemimpin muda kita berkarir secara instan. Meskipun, masih bisa kita temukan para pemimpin muda yang inovatif untuk terus berbenah memajukan daerahnya dengan menyeimbangkan penataan perkotaan dan pedesaan. Tetapi, kita mesti tegas bertanya. Sudahkah para elit politik kita hari ini memberikan kepercayaan yang lebih besar terhadap golongan muda (milenial) untuk terlibat aktif dalam merumuskan kebijakan politiknya?

Narasi kepemimpinan muda yang dibutuhkan bangsa kita saat ini bukan hanya terukur oleh usianya saja. Tetapi, ada satu upaya sungguh-sungguh yang sangat besar serta lebih mengutamakan kembalinya nilai-nilai kearifan lokal yang tetap harus dilestarikan sebagai bentuk peremajaan agar identitas dan budaya bangsa kita tidak sampai hilang. Jadi, anak muda mesti siap menjadi pendobrak perubahan dengan penguatan ideologi, mengikuti pendidikan politik yang benar dan terlibat dalam kerja-kerja politik untuk memastikan di masa mendatang Indonesia bisa lebih baik dari sekarang yang dipimpin oleh orang muda.

SUMBER RUJUKAN
- Mustiana Lestari, “Survei LSI: 79 Persen Pemuda Tak Tertarik Politik,”
  https://m.merdeka.com/politik/survei-lsi-79-persen-pemuda-tak-tertarik-politik.html
  (akses 20 Oktober 2020).
- Soenarno T Hardjono, Lonceng Kematian Nekolim, (Jakarta, Serikat Rakyat Indonesia, 2017)

*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar