nusabali

Babak Baru Momentum Bonus Demografi

  • www.nusabali.com-babak-baru-momentum-bonus-demografi

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 hingga 2035 diperkirakan Indonesia akan menikmati bonus demografi dikarenakan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai hampir 70 persen dari total penduduk Indonesia.

Bonus demografi adalah suatu keuntungan ekonomis dalam upaya percepatan pertumbuhan ekonomi, hal ini dikarenakan angka beban ketergantungan (dependency ratio) semakin kecil.

Momentum bonus demografi 2020 seharusnya mampu menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa. Kita semua bisa belajar dari kesuksesan Cina dan Korea Selatan dalam memanfaatkan kondisi bonus demografi. Kedua negara tersebut berhasil memanfaatkan banyaknya angkatan kerja dalam membangun industri rumah tangga di negara mereka (detikfinance.com).

Bagaikan pisau bermata dua, membutuhkan kehati-hatian dalam menghadapi bonus demografi karena bukan hanya sebagai keuntungan, tetapi juga sebagai tantangan. Menjadi keuntungan karena dengan banyaknya penduduk usia produktif, tingkat ketergantungan terhadap usia produktif menjadi rendah. Sedangkan tantangannya adalah menciptakan lapangan kerja yang cukup agar pengangguran tidak meningkat.

Jika dilihat berdasarkan jumlah penduduk hasil proyeksi tahun 2010, rasio ketergantungan provinsi Bali sejak tahun 2010 terus mengalami penurunan. Tercatat sejak tahun 2010 angka dependency ratio sebesar 47,14 persen dan tahun 2020 mencapai angka 43,36 persen. Angka 43,36 persen memberi gambaran bahwa dari 100 orang penduduk usia produktif mampu menanggung sekitar 43 penduduk usia non produktif. Dan angka ini diproyeksikan akan memberi dampak baik hingga tahun 2035.

Dengan angka ketergantungan penduduk yang tidak terlalu tinggi, harapannya anggaran yang sebelumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seperti tanggungan berupa jaminan sosial, bantuan pensiun, serta fasilitas lainnya untuk penduduk usia non produktif bisa dialihkan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduk. Banyaknya jumlah penduduk usia produktif tentu memberi peluang meningkatnya penawaran angkatan kerja sehingga sehingga harapannya mampu meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau pertumbuhan ekonomi. Dan saat seperti inilah bonus demografi menjadi sebuah peluang yang termanfaatkan.  Namun, perjuangan selama puluhan tahun untuk menggapai bonus demografi kini memasuki babak baru.

Sejak diumumkannya kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada awal Maret 2020 lalu, banyak aktivitas yang kemudian dibatasi oleh pemerintah. Ternyata, berbagai kebijakan yang diupayakan pemerintah tidaklah semulus yang diharapkan. Muncul sejumlah masalah lain menyusul dibatasinya aktivitas masyarakat dan himbauan #dirumahaja yang marak digalakkan.

Hasil Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19 menunjukkan tidak sedikit pelaku usaha yang menutup sementara usahanya bahkan secara permanen akibat kebijakan physical distancing untuk memutus rantai penularan coronavirus. Data Kementerian Ketenagakerjaan sampai dengan Selasa, 2 Juni 2020 menunjukkan terdapat 3,05 juta orang pekerja kena PHK dan terpaksa dirumahkan akibat dampak virus corona. Hasil survei menunjukkan 2,52 persen responden baru saja mengalami PHK akibat perusahaan/tempat usaha dimana dia bekerja tutup. Sedangkan 18,34 persen diantaranya bekerja, namun sementara dirumahkan (BPS, 2020).

Mengutip dari merdeka.com pada, Selasa (12/4), terungkap bahwa sejak terjadinya Pandemi Covid-19 jumlah tenaga kerja formal di Bali yang dirumahkan tercatat mencapai 65.594 orang dan yang diberhentikan (PHK) sebanyak 2.189 orang. Menurut keterangan Kepala Disnaker dan ESDM Provinsi Bali, angka ini sifatnya sementara dan tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah.

Secara nasional Bappenas juga memprediksi angka pengangguran akan meningkat hingga hampir dua kali lipat dari angka pengangguran terbaru yang dirilis BPS (Tirto, 26 Juni 2020). Pada Februari 2020 lalu, BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia sebesar 4,99 persen atau sekitar 6,88 juta orang. Sementara di Bali angka pengangguran mencapai 1,21 persen atau sekitar 31.327 orang. Angka ini merupakan hasil pendataan Februari 2020 ketika pandemi belum menunjukan dampak terhadap ketenagakerjaan di Bali.   

Selain itu, pulangnya Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke tanah air juga menimbulkan masalah baru. Menurut catatan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), hingga Mei 2020 ada lebih dari 100.000 PMI telah berpulang ke Indonesia dan diperkirakan 37.000 lagi akan menyusul. Menurut Peneliti LIPI Prof Dr Aswatini, karakteristik PMI tersebut dua kali lipatnya adalah perempuan yang umumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga dan pengasuh. Lebih lanjut lagi, ia pun menuturkan lebih dari 60 persen dari mereka hanya berpendidikan SD dan SMP serta bekerja di sektor informal (BKKBN, 28 Mei 2020).

Melihat fakta tersebut, PMI yang pulang ke tanah air tentu saja akan menjadi beban baru bagi pemerintah. Mengingat, mayoritas dari mereka adalah berpendidikan rendah dan relatif kurang terampil. Besar kemungkinan dari mereka akan kesulitan untuk memasuki pasar kerja di Indonesia ditambah lagi dalam kondisi sulit seperti ini. Alhasil, mereka akan ikut menyumbang angka pengangguran di Indonesia dan menjadi faktor pemberat untuk menggapai bonus demografi.

Akhirnya, dengan melimpahnya penduduk usia produktif saat ini mungkin saja kita telah memenuhi syarat untuk menggapai bonus demografi dari sisi kuantitas. Namun, secara kualitas penduduk usia produktif tersebut haruslah sehat, berpendidikan yang cukup, terampil, dan mempunyai pekerjaan yang bagus. Dengan demikian, barulah ada harapan untuk memetik bonus demografi. (Ni Komang Hevi Prima Dewi, Statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali)*

Komentar