nusabali

Dari Jiwa Terusik Sandiwara Radio

  • www.nusabali.com-dari-jiwa-terusik-sandiwara-radio

PERJALANAN hidup Putu Satria Kusuma memang relatif berbeda dari anak-anak kebanyakn seusianya.

SINGARAJA, NusaBali
Ketekunan belajar hingga berkesenian menjadikan dia dikenal jago dalam urusan teater hingga karya seni film dokumenter.

Putu Satria mengawali kecintaannya dalam seni teater sejak masih kecil. Masa kecilnya hingga dewasa di Denpasar, dia sangat bercita-cita menjadi sutradara film. Angan-angannya itu mulai muncul karena kesukaannya mendengarkan sandiwara radio Butir-butir Debu. Bermula sangat hobi membaca novel dan karya sastra lainnya, mengantarkan dirinya tertarik pada dunia drama. Dia pun belajar merangkai kata, plot kisah, hingga menjadi naskah drama.

Naskah pertama yang ditulis dan dipentaskan bersama musikus Made Yudana sekitar tahun 1986. Kegemaran alumni SLUA Saraswati Denpasar ini pada seni drama terus berlanjut. Dia mulai mengikuti sejumlah lomba penulisan naskah drama digelar Universitas Udayana. Setelah tamat SMA tahun 1986, dia aktif mengikuti lomba penulisan naskah drama tingkat nasional.

Putu Satria tak bersekolah khusus bidang seni. Dia belajar seni secara otodidak. Kehidupan merantau bersama orangtuanya di Denpasar memberikan kesempatan Sarjana Hukum ini belajar dari banyak orang dan tempat. Seni teater yang digeluti sejak kecil memberikan waktu cukup panjang untuk memahami teater dengan melihat langsung. “Akhirnya mulai memimpin grup teater pertama, Teater Kosong. Kemudian Teater Kebun Bayam dengan mementaskan banyak naskah drama modern. Hingga tahun 1986 juga bergabung dalam Persatuan Artis Film Bali yang membuat saya makin belajar banyak tentang seni,” kenangnya.

Satria menulis berbagai jenis naskah drama, antara lain naskah Sandiwara Radio, sinetron kejar tayang Memedi dan sinetron Adi dan Ayu, Komedi Wayan Katel. Sejumlah naskah drama juga sudah dibukukan berjudul Cupak Tanah yang terbit tahun 2008. “Sekarang sedang mengumpulkan naskah drama pendek tentang Soekarno. Mudah-mudahan tahun 2021, bisa dilaunching,” tuturnya.

Sejak bertugas dan pulang ke kampung halaman di Buleleng tahun 1998, Putu Satria tak patah semangat. Dia beberapa kali menggairahkan kembali seni drama gong yang memang basis di tempat asalnya, Kelurahan Banyuning. Dia membentuk Teater Selem Putih dengan merangkul pemuda-pemudi di Banyuning dan sekitarnya menjadi aktor teater. Projek terbaru yang sedang dipersiapkan saat ini pembuatan film Jaya Prana dan Layon Sari. Saat ini Putu Satria sedang proses casting dan target syuting awal tahun 2021. Ke depan setelah pensiun, dia pun ingin membuat banyak film pendek yang sudah terangkai di pikirannya. ‘’Ya, dengan memberdayakan seniman film yang ada di Buleleng,’’ jelasnya. *k23

Komentar