nusabali

Tiga Seni-Tradisi dari Buleleng Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Lukis Wayang Kaca, Ngusaba Bukakak, Megoak-goakan

  • www.nusabali.com-tiga-seni-tradisi-dari-buleleng-jadi-warisan-budaya-tak-benda-indonesia

SINGARAJA, NusaBali
Tiga seni dan tradisi di Kabupaten Buleleng ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia, setelah melalui sejumlah tahapan pemenuhan persyaratan hingga sidang penetapan.

Ketiga WBTB tersebut masing-masing seni Lukis Wayang Kaca di Desa Nagasepaha (Kecamatan Buleleng), tradisi Ngusaba Bukakak di Desa Giri Emas (Kecamatan Sawan), dan permainan tradisional Megoak-goakan di Desa Panji (Kecamatan Sukasada).

Penetapan Seni Lukis Wayang Kaca, tradisi Ngusaba Bukakak, dan Megoak-goakan sebagai WBTB Indonesia ini dibacakan langsung Ketua Tim Ahli WBTB Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI melalui virtual, Jumat (9/10). Tiga WBTB di Buleleng ini merupakan bagian dari 11 warisan budaya yang diusulkan Dinas Kebudayan Provinsi Bali dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Denpasar.

Menurut Kadis Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Dody Sukma Oktiva Askara, pengajuan status WBTB ini sudah berproses sejak tahun 2019. Pemkab Buleleng sendiri mengusulkan 5 warisan budaya untuk ditetapkan sebagai WBTB Indonesia. Usulan disampaikan melalui melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Selain Seni Lukis Wayang Kaca di Desa Nagasepaha, tradisi Ngusaba Bukakak di Desa Giri Emas, dan tradisi Megoak-goakan di Desa Panji, warisan budaya yang juga diusulkan jadi WBTB Indonesia adalah tragisi Magangsing di Desa Gobleg (Kecamatan Banjar, Bulalang) dan kesenuan Gambuh di Desa Bungkulan (Kecamatan Sawan, Buleleng). Hanya saja, Magangsing dan Gambuh sejauh ini belum lulus verifikasi. Kedua warisan budaya ini masih memerlukan perbaikan dan pemenuhan kelengkapan persyaratan yang masih dinyatakan kurang.

“Kami cukup bersyukur tiga warisan budaya asal Buleleng ini mendapat pengakuan pusat sebagai WBTB Indonesia. Selanjutnya, Dinas Kebudayaan akan menggelar Webinar untuk menggali lebih dalam warisan budaya ini dan sekaligus menyebarluaskan hasil penetapan  WBTB, agar masyarakat tahu dan paham,” jelas Dody Sukma di Singaraja, Jumat kemarin.

Mantan Camat Buleleng ini juga menjelaskan, yang menjadi prioritas pengenalan dan pemasyarakatan WBTB adalah kalangan milenial. Dengan begitu, warisan budaya baik berupa permainan tradisional, seni lukis, maupun tradisi tidak susah melakukan regenerasi.

Dody Sukma menyebutkan, upaya pemajuan kebudayaan melalui pelestarian warisan budaya ini akan dilakukan secara berkesinambungan. Warisan budaya lainnya akan digali lebih dalam untuk diusulkan kembali mendapat pengakuan sebagai WBTB Indonesia, termasuk permainan tradisional Magangsing di Desa Gobleg dan kesenian Gambuh di Desa Bungkulan.

Setelah mendapat pengakuan dan penetapan sebagai WBTB Indonesia, pemerintah memiliki tugas berat untuk menjamin kelestarian warisan budaya ini agar tetap ada. “Setelah ditetapkan sebagai WBTB, ke depan pemerintah bisa memprioritaskan anggaran untuk mendukung pemajuan kebudayaan ini agar tetap ajeg, sehingga memerlukan dukungan semua pihak, termasuk seniman dan desa adat yang sudah membantu selama ini,” jelas birokrat asal Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.

Sementara itu, tiga warisan budaya di Buleleng yang ditetapkan menjadi WBTB Indonesia, memiliki kekhasan masing-masing. Seni Lukis Wayang Kaca di Desa Nagasepaha, misalnya, diyakini sudah muncul sejak tahun 1927, dirintis oleh seorang pemahat wayang kulit bernama, Jero Dalang Diah.  

Lukis Wayang Kaca di Desa Nagasepaha memiliki teknis lukisan terbalik di atas kaca. Semua berawal ketika Jero Dalang Diah didatangi soerang kaya raya yang membawa lukisan kaca dari Jepang berobjek wanita Jepang. Jero Dalang Diah saat itu ditawari untuk membuatkan lukisan serupa yang berobjek wayang.

Corak Seni Lukis Kaca yang dikembangkan Jero Dalang Diah mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Cerita yang diangkat dalam proses pembuatan lukisan ini awalnya diambil dari epos Mahabrata dan epos Ramayana. Namun, dalam perkembangannya, generasi penerus di Desa Nagasepaha mulai mengembangkan cerita kehidupan masyarakat, tapi teknik maupun gaya dekoratifnya tetap dijaga.

Pemasaran Lukisan Wayang Kaca Nagasepaha sejauh ini baru sekadar by order. Sejumlah seniman yang sering dilibatkan pemerintah dalam berbagai pameran lukisan, kerap mendapatkan pesanan dariu berbagai pelosok Bali, nusantara, bahkan internasional. Hingga kini, perkembangan seni Lukis Wayang Kaca Nagasepaha masih diteruskan oleh 20 orang seniman. Hanya saja, dalam situasi pandemi Covid-19, sejumlah seniman yang sepi pesanan pilih banting stir mencari pekerjaan sampingan untuk menyambung hidup.

Sementara itu, permainan tradisional Megoak-goakan di Desa Panji diyakini tercetus pertama kali saat zaman Kerajaan Buleleng di bawah kepemimpinna Raja Ki Barak Panji Sakti. Permainan tradisional ini dulunya dipakai raja untuk menghimpun dan melihat kesetiaan prajuritnya. Raja Ki Barak Panji Sakti terinspirasi burung gagak (goak) yang sedang mengincar mangsanya, dengan mengeluarkan taktik menarik.

Raja Ki Barak Panji Sakti lalu menuangkan taktik burung gagak itu ke dalam permainan seru, yang dinamai Megoak-goakan. Permainan tradisional ini dimainkan oleh sekelompok pemuda yang tak dibatasi jumlahnya. Mereka disebut pasukan goak yang meragkai diri saling memegang pinggang teman yang berbaris di depannya. Satu orang bertindak sebagai kepala goak dan satu orang dalam rangkaian paling belakang berperan sebagai ekor.

Satu orang yang bertindak sebagai Maha Patih akan berusaha menangkap ekor goak. Jika tertangkap, pasukan goak akan mengikuti semua perintah raja. Sebaliknya, jika ekor goak tidak dapat ditangkap Maha Patih, makan pasukan goak yang mendapatkan hadiah dari raja.

Sejauh ini, Desa Panji sebagai pewaris permainan tradisional ini masih rutin mementaskan tradisi Megoak-goakan setahun sekali saat Ngembak Gni Nyepi atau sehari setelah Nyepi Tahun Baru Saka. Para pemuda Desa Panji akan berkumpul di lapangan maupun titik yang disepakati untuk menggelar permainna Megoak-goakan, sebagai penghormatan kepada Raja Ki Barak Panji Sakti dan mengambil semangat perjuangan pasukan goak yang bersatu mendukung raja merebut suatu wilayah.

Sebaliknya, tradisi Ngusaba Bukakak yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia diwarisi oleh Desa Adat Sangsit Dangin Yeh, Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng. Tradisi Ngusaba Bukakak ini dilaksanakan 2 tahun sekali pada Purnamaning Kadasa, di mana angkaian upacaranya dilakukan selama 6 hari. Tradisi Ngusaba Bukakak ini sebagai ungkapan syukur petani dan memohon kesuburan tanah persawahan yang merupakan sumber penghidupan sebagian besar krama desa.

Tradisi Ngusaba Bukakak ini biasanya terlaksana secara semarak dengan keiikutsertaan ribuan krama yang turun langsung mengusung bukakak, sarana upacara terbuat dari ambu (dauh enau muda). Bukakak yang dipercaya memiliki kekuatan gaib diarak keliling persawahan petani oleh krama dengan jarak tempuh puluhan kilometer. Karena memiliki kekuatan gaib, maka pengusung bukakak tidak merasa lelah, meskipun jarak tempuh jauh dan medan yang dilalui cukup berat. *k23

Komentar