nusabali

Menjaga Kebudayaan dengan Sastra

  • www.nusabali.com-menjaga-kebudayaan-dengan-sastra

Berwisata ke Bali tidak pernah membosankan! Ada saja hal baru dan unik dalam kehidupan krama Bali.

Kenapa bisa demikian? Ketika dilacak kebudayaan Bali memiliki sistem, setiap sistem memiliki unsur unik. Sistem kebudayaan krama Bali terdiri atas sistem religi, sosial, ilmu pengetahuan, bahasa, mata pencaharian, dan teknologi, berdasarkan pemikiran Koentjaraningrat yang tersohor. Kebudayaan krama Bali sangat dinamis dan kreatif tetapi tetap terjaga apik. Di mana rahasianya?

Ketika dilacak secara kritis ternyata kebudayaan krama Bali bersumber pada sastra Hindu. Dinamisitas dan kreativitasnya taat mengacu pada sastra Hindu. Kita ambil contoh sistem religinya, misalnya, banten sebagai sarana upacara. Jenis dan ragam banten sarat acuan filosofis, Seperti ‘banten pinaka raganta tuwi’, sebagai lambang diri manusia itu sendiri. Banten merupakan simbol persembahan diri kepada Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Bentuk terima kasih kepada-Nya selalu diwujudkan berupa banten warna warni yang indah dan kreatif. Tiada hari terlewatkan tanpa persembahan banten!

Biaya tidak dipedulikan amat, persembahan diutamakan. Banten juga ‘pinaka warna rupaning Ida Bhatara”, sebagai lambang kemaha-kuasaan Ida Sanghyang Parama Wisesa. Pengakuan terhadap kemahakuasaan-Nya diwujudkan dalam banten berbagai rupa. Tradisi krama Bali yang tidak putus dan terhenti selalu dimaknai sebagai pelaksanaan yadnya. Banten juga ‘pinaka anda bhuwana’, simbol alam semesta. Dengan simbolisasi banten, keserasian, keselarasan dan keseimbangan dengan tiga penyebab kebahagiaan atau Tri Hita Karana dibangun serius dan berkelanjutan! Sistem religi menggunakan sastra dapat meneguhkan nurani budaya.

Frans Magnis Suseno, filosof serba bisa dan mumpuni, menyebut nurani budaya sebagai kemampuan untuk melihat sejarah kemenjadian. Nurani budaya inilah yang selalu memotivasi aktivitas dan kreativitas krama Hindu secara berkualitas. Professor Ida Bagus Mantra pernah mengatakan bahwa masa depan Bali amat bergantung pada identitas budaya asalinya, bukan pada budaya luar yang gemerlap. Agama Hindu adalah jiwa dan nafas yang menghidupkan krama Bali

kapanpun itu jamannya! Itu mungkin faktor yang mewarnai agama Hindu yang tak terpisahkan dari adat dan budaya krama Bali di Bali.

Agama Hindu dan kebudayaan Bali bersifat sistemik, Agama Hindu berporos pada Weda, dinamika kebudayaannya berputar tidak menjauhi poros. Apapun yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan selalu mengacu pada sastra Hindu, tidak lepas dan tidak putus. Memang sedikit yang tahu dan paham tentang weda. Walau demikian, adat dan budaya terimplementasikan dengan apik, dianmis dan berkesinambungan. Tiada waktu terlewatkan tanpa yadnya; tiada jeda semangat untuk melaksanakan piodalan di pura; tiada lelah untuk berkreasi dalam seni, perundagian, maupun lanskap. Bali amat dinamis, kreatif, dan produktif !

Secara nasional, tanggal 3 Juli diperingati sebagai Hari Sastra Indonesia. Tanggal tersebut adalah hari lahirnya Abdoel Moeis, sastrawan yang aktif dalam pergerakan nasional sewaktu penjajahan Belanda, dan karena jasanya diperingati sebagai hari bersejarah nasional. Bagaimana dengan Bali? Sastra Hindu lahir beribu tahun yang lalu. Di Bali krama Hindu tidak berhenti me-banten, me-yadnya, me-caru, berkreasi , berkesenian dalam berbagai rupa.

Weda sebagai sastra suci Hindu memberi instruksi kepada umat Hindu. Instruksi itu memuat pedoman hidup dan berkehidupan berazaskan Tri Kaya Parisudha, Tri Hita Karana, Trilogi Agama Hindu. Dengan sastra suci beserta turunannya, umat Hindu di Bali menjaga dan melestarikan agama dan kebudayaannya yang menjadi identitas budaya krama Bali yang adiluhung dan unik. *

Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D

Komentar