nusabali

MUTIARA WEDA: Tipe Penguasa

Sthānamutsrjya gacchanti simhāh kāpurusāh gajāh, Tatraiva nidhanam yānti kākāh kāpurusāh mrgāh. (Subhasitani)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-tipe-penguasa

Singa, gajah, dan orang mulia dengan harga diri yang tinggi akan segera meninggalkan posisi mereka sekali harga dirinya terluka. Tetapi, gagak, kucing, dan orang jahat berharap posisi yang sama tetap berlanjut.

CARA masing-masing orang dalam meninggikan harga dirinya berbeda-beda. Prinsip dasarnya adalah kekuasaan. Berkuasa adalah pola alami dari setiap makhluk hidup, tanpa kecuali. Singa memiliki wilayah kekuasaannya di hutan, demikian hewan-hewan lainnya. Tak terkecuali manusia, mereka berjuang untuk itu. Kuasa dan harga diri adalah tunggal. Semakin tebal batas-batas kekuasaannya, semakin tinggi harga diri yang dirasakannya. Sama dengan binatang, di samping membangun kekuasaan, manusia juga berupaya mempertahankannya. Semakin aman kekuasaan itu dipegangnya, semakin percaya dirilah mereka dan tampilan orang percaya diri di sini berbeda-beda, kadang bijak penuh nasihat, kadang arogan kurang akal sehat.    

Berkuasa dalam hal ini tidak saja dalam konteks kekuasaan politik atau jabatan dalam pemerintahan, berkuasa di sini bentuknya bisa beragam, apakah memiliki keahlian di bidang tertentu, mendapat kepercayaan untuk melakukan suatu pekerjaan, dan yang lainnya. Seorang akademisi merasa berkuasa karena memiliki keahlian di bidangnya. Seorang tukang sapu merasa berkuasa karena memiliki wilayah tempatnya menyapu. Seorang pedagang lontong keliling merasa berkuasa pada wilayah tertentu karena sejak awal berdagang di sana, dan seterusnya. Masing-masing orang berupaya untuk meraih kekuasaan itu. Harga dirinya sejajar dengan kekuasaan di bidangnya itu.

Bagaimana nilai harga diri ini dapat ditentukan? Dari mana tolok ukurnya? Jika berkaca dari teks di atas, maka tolok ukurnya berasal dari dua sumber. Pertama dari penilaian orang lain, dan kedua dari perasaan diri sendiri. Pertama mari kita lihat dari tolok ukur penilaian orang lain. Singa dan gajah dikatakan akan hengkang dari posisinya jika harga dirinya terlukai meskipun hanya sekali. Orang yang memiliki tipe seperti singa dan gajah ini akan meninggalkan jabatannya jika harga dirinya terlukai. Jabatan atau kekuasaan di sini berhubungan dengan kekuasaan publik dalam urusan politik kepemerintahan atau kekuasaan dalam bisnis atau organisasi tertentu. Mereka tidak membiarkan orang lain mencemooh dirinya kedua kali, apalagi berkali-kali. Mereka tidak membiarkan penilaian orang lain memukulnya terus-menerus. Jika saat menjabat mereka pernah merasa menyimpang dan sampai penilaian orang lain melukai harga dirinya, maka segera dia turun dari jabatannya. Turun dari kekuasaannya adalah bentuk pertobatan baginya.  

Sementara itu ada standar kedua yang bersumber dari perasaan diri sendiri. Oleh karena berkuasa itu adalah keinginan setiap orang, maka ketika berada pada posisi itu, mereka akan mempertahankannya dengan cara apapun, tidak peduli dengan penilaian orang. Mereka merasa bahwa harga diri tertopang dengan kekuasaan itu dan harga diri itu tidak akan jatuh semasih kekuasaan itu dipegang. Dengan cara berpikir seperti ini, mereka pun akan tetap melanggengkan kekuasaannya itu dengan segala cara. Dicontohkan hewan yang seperti itu adalah kucing dan gagak. Kucing dan gagak meskipun berkali-kali diperingatkan agar tidak tinggal di sebuah tempat, mereka tetap saja membandel dan ngotot tinggal di sana. Seperti itulah tipe seorang penguasa dalam hal memerlakukan kekuasaannya.  

Bagaimana dengan jenis kekuasaan individu, yakni dengan kemampuan dirinya masing-masing? Apakah bisa dilihat dari dua standar tersebut? Bisa saja. Seperti contoh, seorang akademisi sangat ahli di bidang tertentu. Keahlian itu adalah kekuasaannya dan sekaligus harga dirinya. Dengan harga diri itu, dia percaya diri. Arogansinya tentu naik tanpa terasa, sebab keahlian memang membawa itu secara alami. Saat ada orang yang menggoyang keahliannya dan merasa harga dirinya terlukai, dia pun melihat ke dalam, melakukan introspeksi. Melalui introspeksi, arogansinya pun turun. Jadi, oleh karena penilaian orang lain terhadap keahliannya, egonya pun mundur dan belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, ada orang yang merasa ahli namun keahliannya itu dipertanyakan banyak orang. Meskipun demikian, dirinya tetap tidak menurunkan tensinya karena merasa telah menjadi ahli dan orang lain tidak bisa mengubah keahliannya. *

I Gede Suwantana

Komentar