nusabali

Ekspor Buah Bali Terhambat

Ongkos Kargo Meroket

  • www.nusabali.com-ekspor-buah-bali-terhambat

Kenaikan cargo mencapai 300 persen lantaran minim dan ketiadaan cargo udara langsung dari Bali ke Negara tujuan.

DENPASAR, NusaBali
Minimnya penerbangan karena penutupan border di banyak negara akibat pandemi Covid-19, menghambat ekspor Bali. Terutama ekspor produk-produk atau komoditas segar di antaranya buah-buahan dan hortikultura lainnya. Kalaupun ekspor sebagian besar lewat Jakarta, dengan tarif kargo yang berlipat-lipat.

Anak Agung Gede Agung Wedathama, seorang eksportir, menuturkan persoalan  tersebut, Senin (28/9). Ongkos kargo perkilogram Rp 20 ribu misalnya, sekarang membengkak hingga  Rp 60 ribu perkilogram. Kenaikan ongkos kargo sampai 300 persen. “Inilah yang menghambat,” ujar pria sekaligus tokoh petani muda asal Buleleng, yang akrab disapa Gung Weda.

Keadaan tersebut lanjutnya, memang karena faktor tidak adanya penerbangan atau kargo udara dari Bali. Otomatis persediaan kargo terbatas, sehingga ongkosnya naik. “Memang sesuai dengan faktor supply and demand,” ujarnya bernada memaklumi.

Namun tetap saja faktor ongkos kargo mahal itulah yang menjadi penghambat produk buah-buahan segar dari Bali.  

Padahal  kualitas produk buah-buahan di Bali sangat kompetitif. Mutu buah Bali tidak kalah dengan produk dari Thailand, Uganda yang disebut sebagai pesaing Bali. Gung Weda mencontohkan permintaan buah naga, mangga dan salak Bali ke Republik Ceko  sebelumnya. “Mereka (Eropa dan Timur Tengah) menyukai produk buah segar Bali,” ungkap Gung Weda.

Untuk ekspor produk  yang fresh, jelas Gung Weda, tentu harus memanfaatkan kargo. Tidak mungkin menggunakan kontainer, karena waktu tempuh lama, sehingga produk sudah keburu rusak. Beda dengan produk lain seperti handicraft dengan kontainer melalui laut.

“Ekspor harus dilakukan, karena kita (di Bali) sudah tidak ada uang ini,” tandasnya. Karena tidak ada pemasukan lagi itulah, mengapa ekspor mesti digalakkan untuk memperoleh pendapatan.

Hal senada disampaikan I Nengah Sumerta, yang juga pelaku bisnis hortikultura asal Buleleng. “Tidak ada penerbangan (dari Bali) menyebabkan ongkos kargo naik,” ujarnya.

Baik Gung Weda dan Sumerta optimis, ekspor produk buah segar dan hortikultura akan lebih bagus. Optimisme tersebut, dengan alasan banyak negara-negara yang sesungguhnya membutuhkan produk impor untuk memenuhi keperluan pangan  warganya. “Karena pandemi kan banyak yang perlu bahan kebutuhan pokok,” ujar Sumerta. Termasuk kebutuhan sayur-mayur dan lainnya.

Sebelumnya Kepala Balai Karantina Pertanian Denpasar Putu Terunanegara menyatakan tidak adanya penerbangan, menyebabkan ekspor Bali mengalami hambatan. Walau demikian bukan berarti sepi sama sekali. Hanya volumenya tidak banyak dan sebagian dilakukan lewat luar daerah seperti dari Jakarta.

Meski demikian lanjut Terunanegara, Karantina terus melakukan pendampingan untuk menjaga kualitas produk ekspor sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan negara tujuan. Antara lain yang jadi atensi vanili, buah mangga, manggis buah naga dan juga salak. *k17

Komentar