nusabali

MUTIARA WEDA: Kehilangan Derita

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-kehilangan-derita

Segala penderitaan dan siksaan lenyap ketika orang mengingat keberanian Hanuman.

ADA apa dengan Hanuman? Mengapa mengingat cerita Kepahlawanan Hanuman mampu melenyapkan derita dan siksaan? Apa hubungan antara cerita dan derita kita sehari-hari? Epos Ramayana mengisahkan keberanian Hanuman membakar istana Alengka. Hanuman juga diceritakan mampu memindahkan gunung yang ditumbuhi bahan obat-obatan dari Himalaya ketika Laksmana terkena panah. Dan yang lebih hebat menurut para bhakta adalah kemurniannya mengabdi kehadapan Rama. Bahkan ketika diminta membuktikan bhaktinya, Hanuman membelah dadanya sendiri dan memperlihatkan bahwa di hatinya hanya ada Rama. Dikatakan bahwa ini adalah bentuk bhakti tertinggi.

Dalam cerita, Hanuman memang dinarasikan demikian. Kemudian bagaimana cerita kehebatan Hanuman ini dapat menghilangkan penderitaan? Bagaimana cerita mampu berperan seperti itu? Ada apa dengan cerita itu? Apakah ceritanya mengandung magic? Jika memang cerita keberanian Hanuman mampu menghilangkan derita dan siksaan hidup, tentu setiap orang ingin mendengar dan kemudian mengingatnya. Karena kisah ini amat sangat terkenal di seluruh dunia, tentu banyak orang yang mengetahui dan mengingatnya. Apakah kemudian derita mereka lenyap? Siapakah dari kita yang mengetahui cerita Hanuman ini tidak lagi memiliki penderitaan? Rasanya tidak ada. Jika teks di atas diartikan seperti makna katanya, maka pesannya pasti bohong. Mengapa bohong? Karena hidup tidak semudah cerita.Tetapi, mengapa teks di atas berani membuat jargon yang bombastis seperti itu? Pertama, karena manusia tidak bisa hidup tanpa harapan. Setiap orang selalu berharap untuk hidup yang lebih baik, terhindar dari penderitaan, dan yang lainnya. Ketika orang memba
ca teks seperti di atas, harapan-harapannya disemangatkan kembali. Meskipun secara rasional orang mengerti bahwa cerita tidak ada hubungannya dengan solusi atas penderitaan hidup, tetapi dia merasa harapannya ada yang menyokong dan kemudian membangun kepercayaan di dalamnya. Dia berharap bahwa teks seperti di atas benar dan kemudian deritanya secara bersamaan ikut lenyap. Secara psikologis teks di atas sangat berperan sebagai pelipur lara, menunda rasa derita untuk sementara.

Kedua, secara eksistensi, teks di atas hanya menunjukkan pintu. Ibarat pintu sorga, teks di atas menyatakan ‘jika ingin melihat bagaimana indahnya sorga, silakan buka pintu itu dan masuk ke dalamnya’. Dengan cara yang sama, teks di atas menyatakan ‘jika mau bebas dari derita dan siksaan, temukan kode dalam cerita itu dan masuklah ke dalamnya’. Cerita menyebut bahwa Hanuman adalah pemberani. ‘Pemberani’ adalah kodenya, sehingga dengan menjadi pemberani, semua derita dan siksaan lenyap. Hanuman adalah pahlawan, maka jadilah pahlawan, tentu derita dan siksaan sirna. Hanuman adalah bhakta sejati, maka wujudkan bhakti seperti Hanuman, tentu derita dan siksaan lenyap. Kuncinya ada di sini.

Penderitaan dan siksaan hidup tidak bisa dilenyapkan oleh cerita, bahkan pesan dalam cerita itu pun tidak. Pesan bahwa Hanuman pemberani, pahlawan, dan bhakta sejati tidak ada hubungannya dengan pelenyapan derita dan siksaan hidup. Derita dan siksaan itu akan lenyap hanya ketika ketiga pesan itu hidup dan menjadi bukti diri. Bagaimana mungkin orang bisa menderita jika dia berani menghadapi setiap derita yang datang? Bagaimana dia bisa menderita jika dia mampu memenangkan dan menjadi pahlawan atas seluruh rintangan hidup? Bagaimana mungkin orang merasakan derita, jika dia menyerahkan diri sepenuhnya kehadapan Realitas Sejati? Jika orang kosong dan apapun yang terjadi adalah kehendak-Nya, di manakah derita?

Demikianlah, paling tidak ada dua gugusan persepsi ketika membaca teks di atas. Jika orang yang suka dengan kegaiban dan keajaiban baru (artinya orang tidak mampu melihat realitas hidup sebagai sebuah keajaiban, melainkan menginginkan jenis keajaiban lain), maka dia akan mempercayai bahwa cerita Hanuman akan menghilangkan deritanya. Sementara itu, orang yang hidup dalam realitas, yang melihat bahwa realitas adalah keajaiban itu sendiri, maka kode dari cerita itu ditemukan dan kemudian dimenangkan, sehingga dia menjadi seperti apa yang diceritakan. Dia menjadi Hanuman itu sendiri. Maka, hilanglah semua derita dan siksaan hidupnya. *

I Gede Suwantana

Komentar