nusabali

Industri Herbal dan Jamu Masih Terabaikan

  • www.nusabali.com-industri-herbal-dan-jamu-masih-terabaikan

JAKARTA, NusaBali
Industri herbal dan jamu diproyeksikan mengalami pertumbuhan pesat baik di pasar domestik maupun global, namun peluang itu belum dimanfaatkan maksimal meskipun Indonesia mempunyai varietas bahan baku untuk produk jamu dan herbal terbesar di dunia.

“Ibaratnya, industri herbal dan jamu di Indonesia seperti primadona yang belum dilirik dan belum dikelola optimal. Industri di sektor ini masih terabaikan oleh berbagai pihak. Saat tren dunia kian mengarah ke produk herbal, industri herbal dan jamu nasional masih belum bisa berkembang sesuai dengan potensi sesungguhnya,” kata Wakil Ketua DPR-RI Kordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel, Kamis (17/9).

Menurut Rachmat, omset produk herbal dan jamu di pasar global saat ini diperkirakan mencapai sekitar 138,350 miliar dolar AS. Sekitar 55 persen di antaranya berupa obat-obatan herbal (herbal pharmaceuticals), sedangkan sisanya berupa produk herbal functional foods, herbal dietary supplements dan herbal beauty products.

Dalam diskusi virtual bertajuk ‘Jamu Modern untuk Pasar Indonesia, Asia, Afrika, Timur Tengah dan Eropa’, Rachmat mengatakan, dalam lima tahun ke depan dengan perkiraan pertumbuhan 6,7 persen per tahun, omset pasar produk tersebut pada tahun 2026 tersebut diproyeksikan mencapai sekitar 218,940 miliar dolar AS.

Mengutip data Kementerian Perindustrian, potensi nilai penjualan jamu di pasar domestik baru sekitar Rp20 triliun dan ekspor sebesar Rp16 triliun. Dengan capaian sebesar itu maka kontribusi produk jamu dan herbal lainnya dari Indonesia di pasar global sangat kecil. Saat ini ada sekitar 900 pelaku industri herbal dan jamu yang tergabung dalam GP Jamu. Dari jumlah itu, sekitar 65% dari total pelaku adalah usaha yang masuk dalam katagori industri kecil, 30 persen usaha menengah, dan sisanya 5 persen merupakan usaha besar.

Dari sisi produksi, 45 persen masuk dalam katagori jamu serbuk peninggalan leluhur, 55 persen merupakan jamu terstandar atau Obat Herbal Terstandar (OH) seperti jamu cair, jamu kapsul, minuman jamu. Sedangkan jamu yang tergolong fitofarmaka atau jamu modern yang sudah lewat Uji Klinis baru mencapai 5 persen. Data ini menggambarkan, pengembangan produk herbal dan jamu nasional masih sangat terbatas. *ant

Komentar