nusabali

Harga Tomat Anjlok

  • www.nusabali.com-harga-tomat-anjlok

Dari harga pasaran yang di kisaran Rp 15 ribu, kini anjlok menjadi Rp 5 ribu. Bahkan di tingkat petani hanya berharga Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kilogram.

DENPASAR, NusaBali

Pariwisata Bali yang kolaps karena  pandemi Covid-19 berakibat anjloknya produk-produk hortikultura. Salah satu yang terasa ancur-ancuran adalah komoditas tomat. I Putu Kerta, seorang petani tomat dari Songan, Kintamani, mengatakan  harga tomat di tingkat petani saat ini antara Rp 1.500 – Rp 2.000 per kilogram.  Dengan harga tersebut, petani baru bisa impas saja. Petani baru akan untung kalau harganya antara Rp 2.500 – Rp 3.000 per kilogram.“Harga tomat cepat naik turunnya,” ujar Kerta, Senin (14/9).

Sebenarnya masa panen tomat bisa mencapai sampai 13- 14 kali. Sebaliknya jika cuaca buruk atau musim hujan, tanaman tomat rusak. Karenanya tomat bisa langka. Akibat kelangkaan tersebut, harga tomat di tingkat petani Rp 8.000 per kilogram.”Kalau sampai tinggi begitu harganya berarti tomat sudah langka. Tak bagus juga,” ujarnya.

Kalangan pebisnis hortikultura juga mengakui harga tomat yang sangat fluktuatif. Komang Sukarsana, pebisnis hortikultura yang juga asal Kintamani mengatakan secara budidaya harga  tersebut relatif rendah dan tidak menguntungkan. Biaya produksi mencukupi, namun biaya untuk upah petik belum tertutupi. Untuk diketahui ongkos buruh petik per hari antara Rp 110 ribu hingga Rp 125 ribu. “Karena itulah idealnya saat harga tomat di tingkat petani untuk saat ini antara Rp 2.500 – Rp 3.000 per kilogram,” kata Sukarsana.

Sukarsana juga menyatakan, jika harga tomat sudah demikian rendah  seperti  masuk akal, petani memilih untuk membiarkan tak memetik sehingga busuk sendiri. “Sudah biasa begitu. Kalau Rp 500 per kilogram misalnya, pasti dibiarkan,” kata Sukarsana.

Selain serapan yang merosot karena pariwisata bangkrut, anjloknya harga tomat karena kelebihan produksi. Akibat pariwisata tutup banyak pekerja dirumahkan atau di-PHK. Tidak sedikit di antaranya mereka menggeluti pertanian, khususnya bertani hortikultura.

Terpisah Kabid Distribusi dan Cadangan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali I Nyoman Suarta menyatakan pemerintah sudah memahami soal fluktuasi harga karena plus minus produksi. Karena itulah Pemerintah, dalam hal ini  Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan membuat program dan langkah-langkah pengolahan di saat produksi berlebih. “Kita ada food lose and wise,” ucapnya.

Program tersebut tidak saja untuk produk hortikultura saja, tetapi juga program pertanian secara keseluruhan. Antara lain bagaimana mensiasati ancaman kekurangan beras pada masa depan. Makanya digalakkan pemanfaatan bahan lain seperti singkong umbi-umbian lain sebagai bahan pangan alternatif. Khusus untuk tomat, lanjut Suarsa bisa diolah menjadi saos, hingga camilan lainnya. Selain itu, penyelenggaran Pasar Gotong Royong oleh Pemprov Bali juga bertujuan memperluas pemasaran produk lokal Bali. Salah satunya pemasaran produk pertanian dan horti. “Ini cukup membantu pemasaran,” ujar Suarta.  *k17

Komentar