nusabali

Jembrana Zona Merah Covid-19, Pasar Adat Pergung Ditiadakan

  • www.nusabali.com-jembrana-zona-merah-covid-19-pasar-adat-pergung-ditiadakan

NEGARA, NusaBali
Pasar Adat Pergung yang rutin digelar setiap jelang Hari Raya Galungan dan Kuningan, akan ditiadakan pada Hari Raya Galungan dan Kuningan, Rabu (16/9) dan Sabtu (26/9).

Pihak Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Jembrana melarang pelaksanaan pasar adat musiman yang selalu dipadati pengunjung itu, dengan pertimbangan Kabupaten Jembrana telah masuk zona merah Covid-19.

Ketua Panitia Pasar Adat Pergung I Nengah Ridja, saat dikonfirmasi pada Minggu (13/9), mengatakan, menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan, Rabu (16/9) dan Sabtu (26/9), pihaknya sempat mengajukan surat permohonan pelaksanaan Pasar Adat Pergung ke GTPP Covid-19 Jembrana. Menanggapi surat permohonan yang diajukan pada akhir Agustus lalu tersebut, pihak GTPP Covid-19 Jembrana dipastikan tidak mengizinkan dengan pertimbangan situasi Covid-19.

“Ya kami memaklumi karena situasi. Tidak ada masalah ditiadakan untuk kepentingan kemanusiaan. Kami juga tidak mau nanti, gara-gara pasar yang kita laksanakan malah memperparah kasus Covid di Jembrana. Kami sangat maklumi itu,” ucap Ridja yang juga Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Kebangkitan Masyarakat Jembrana.

Namun, Ridja mengharapkan, GTPP Covid-19 Jembrana benar-benar konsisten melarang seluruh acara yang bisa memicu keramaian. Jangan hanya melarang Pasar Adat Pergung yang telah mengakar sebagai tempat hiburan favorit masyarakat setiap Hari Raya Galungan dan Kuningan. “Kalau memang benar tujuan mencegah penyebaran Covid, semua harus dikosongkan. Jangan sampai, Pasar Adat Pergung yang sudah menjadi tradisi tidak diperbolehkan, tetapi ada tempat keramaian lain yang tetap dibuka, sama saja bohong,” kata Ridja.

Ridja menambahkan, jika nanti masih ada keramaian di tempat lain, dan yang dilarang hanya Pasar Adat Pergung, masyarakat sendiri yang akan kecewa. Hal itu karena Pasar Adat Pergung yang sudah rutin diselenggarakan sejak 1980 lalu ini, memberikan dampak sosial dan ekonomi yang cukup besar. Khususnya terhadap warga Pergung dan sekitarnya, yang biasa mendapat rezeki dengan menyewakan lahan maupun pekarangan rumah sebagai lahan parkir.

“Intinya, kami berharap tidak ada tebang pilih. Kalau bicara jujur, sebenarnya banyak masyarakat yang ingin tetap dibuka. Tetapi saya dan masyarakat Pergung, juga berusaha memberi penjelasan, bahwa maksud tidak memberi izin karena situasi,” ucap Ridja.

Dia menegaskan, ditiadakannya Pasar Adat Pergung kali ini, menjadi yang kedua kali setelah dilarang karena serentetan aksi terorisme di Jawa saat jelang Hari Raya Galungan dan Kuningan, 30 Mei dan 9 Juni 2018 lalu. *ode

Komentar