nusabali

Merawat Kebhinekaan Menyambut HUT Proklamasi di Kala Pandemi

  • www.nusabali.com-merawat-kebhinekaan-menyambut-hut-proklamasi-di-kala-pandemi

Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 akan segera tiba. Momentum tahun ini tentunya akan memberikan warna berbeda karena diperingati di tengah pandemi Covid-19.

Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

Perayaan di tahun ini mungkin tidak akan seramai tahun-tahun sebelumnya. Meskipun demikian, apapun bentuknya semoga momen tersebut tidak akan mengurangi makna hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Sederhana namun tetap sarat makna. Proklamasi kemerdekaan harus selalu dikumandangkan dengan penuh kebanggaan.

Penyebaran wabah virus korona yang terus meningkat menuntut semua pihak memprioritaskan pemulihan stabilitas nasional baik di bidang kesehatan, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pandemi Covid-19 terus menyerang tanpa mengenal latar belakang, suku, ras, agama, maupun entitas individual lainnya. Setiap penduduk di dunia berpeluang terinfeksi virus yang sudah ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO). Walaupun tingkat kerentanan bervariasi antar kelompok umur dan jenis kelamin, resiko untuk terpapar korona sejatinya tidak pernah pilah-pilih.

Memaknai kemerdekaan di masa pandemi merupakan peluang sekaligus tantangan. Meskipun grafik perkembangan kasus positif korona di Indonesia belum menunjukkan kecenderungan melandai sejak kasus pertama ditemukan pada 2 Maret 2020, semangat gotong royong untuk keluar dari jebakan pandemi tentunya tidak boleh surut. Tekanan ekonomi yang tak tentu kapan akan berakhir, ancaman resesi, serta efek domino lainnya sangat rentan memicu konflik sosial. Momen pandemi menjadi tantangan yang luar biasa untuk tetap saling bahu membahu dan merawat kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bersatu kita teguh meruntuhkan badai pandemi.

Keberagaman Indonesia
Sensus Penduduk 2010 mencatat corak kemajemukan penduduk Indonesia mulai dari suku bangsa, status kewarganegaraan, agama, dan bahasa sehari-hari. Secara total di Indonesia tercatat ada sebanyak 1.340 suku bangsa. Ditinjau dari segi bahasa daerah, secara keseluruhan jenis bahasa daerah yang ada di Indonesia tercatat mencapai sekitar 2.500 jenis bahasa atau hampir dua kali lipat dari jumlah jenis suku bangsa. Betapa berwarnanya karakteristik penduduk Indonesia dengan ribuan bahasa daerahnya. Meskipun demikian, bahasa pemersatu komunikasi antar penduduk di wilayah yang satu dengan lainnya tetap bahasa Indonesia.

Cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan masing-masing juga diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2. Pasal tersebut menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Indonesia mengakui enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu yang dipeluk oleh 250 juta penduduknya. Jumlah tersebut tersebar di 17.504 pulau di seluruh Indonesia dengan komposisi yang beragam. Berbagai keyakinan yang berkembang di Indonesia turut andil menambah kemajemukan kehidupan beragama di Indonesia.

Merawat Toleransi 
Menyadari keberagaman penduduk Indonesia maka para pejuang kemerdekaan pendahulu kita telah mengikrarkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua. Dari semangat tersebut lahirlah rasa nasionalisme yang seharusnya terus dipedomani dalam mengisi pembangunan setelah kemerdekaan. Jika pada masa penjajahan para pahlawan berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah dengan menggunakan bambu runcing maka di masa setelah kemerdekaan kita berjuang mengisi kemerdekaan dengan menjaga saudara kita sendiri dari ekstrimisme dan tindakan intoleransi.

Selain menangani pandemi, pemerintah tetap harus menjaga negara dari ancaman yang bisa berujung ke tindakan terorisme. Menurut Riyanta, seorang pengamat intelijen dari Universitas Indonesia menyebutkan bahwa kesibukan pemerintah dalam penanganan Covid-19 bisa menjadi celah bagi datangnya ancaman-ancaman yang berpotensi menggangu keamanan nasional. Selama pandemi kecenderungan ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong justru meningkat. Motifnya didominasi oleh upaya untuk mendelegitimasi kinerja pemerintah dalam penanganan pandemi. Selain itu hantaman ekonomi di masa pandemi pun berpeluang menjadi salah satu katalis praktis penggiringan opini publik jika tidak diantisipasi dengan baik. Ancaman ini perlu dikendalikan bila perlu dibasmi demi terjaganya stabilitas nasional.

Kasus-kasus diskriminasi terhadap mereka yang dicap sebagai "pembawa virus berbahaya" terjadi di banyak wilayah di Indonesia. Peneliti dari Setara Institute menyebutkan bahwa dua kasus pertama Covid-19 di Indonesia mengalami diskriminasi dan intimidasi ketika informasi pribadi mereka diungkapkan kepada publik. Kejadian tersebut tentu sangat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Penolakan pemakaman pasien meninggal akibat kasus Covid-19 juga sempat mengundang perhatian publik. Toleransi akan kemerdekaan privasi individu tidak boleh diabaikan. Mereka adalah bagian dari kita, saudara kita sehingga sepatutnya kita dukung proses penyembuhannya bukan justru dihakimi. Kita wajib mengawal dan menjaga diri kita semua dari ancaman pandemi Covid-19.

Kementerian Agama merilis Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) pada masa sebelum pandemi sebesar 73,83. Capaian ini menduduki kategori tinggi karena berada pada rentang antara 60-80. Angka tersebut meningkat dibandingkan dari tahun 2018 yang tercatat sebesar 70,90. Peningkatan IKUB menjadi modal sosial yang strategis dalam menghadapi masa pandemi karena mempertimbangkan indikator tersebut mencakup toleransi, kesetaraan, dan kerja sama secara komprehensif. Dengan demikian, masa pandemi harusnya mampu dilewati dengan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur keragaman budaya bangsa Indonesia dengan rasa penuh toleransi.

Penguatan nilai-nilai luhur Pancasila juga sangat penting dalam rangka memupuk toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meskipun setiap orang mungkin dapat menghapalkan butir-butirnya dengan baik, penerapan dalam kehidupan sehari-hari nampaknya tidak boleh ditunda untuk selalu digaungkan. Menjunjung tinggi kemajemukan bangsa untuk pemulihan stabilitas nasional adalah hal mutlak yang perlu dilakukan di masa krisis pandemi. Indonesia adalah bangsa yang besar karena kemajemukannya. Kekayaan khasanah dan budayanya menjadikan bangsa ini tersohor hingga ke seluruh penjuru dunia.

Badai pandemi telah mengguncang dunia bahkan menelan korban meninggal hingga ratusan ribu jiwa di seluruh dunia. Momen ini tentu saja membuat semua lini menjadi babak belur tetapi semestinya tidak melunturkan rasa kemanusiaan untuk saling membantu tanpa pandang bulu. Sebagai warga negara yang baik memberikan dukungan tidak hanya dilakukan dengan terjun langsung menjadi relawan kasus Covid-19. Meskipun dirumah saja kita selalu dapat saling menjaga dengan memupuk kehidupan bertoleransi. 

Perayaan HUT Proklamasi di tahun 2020 menjadi ujian sekaligus peluang untuk merawat toleransi sebagai bangsa yang merdeka. Merdeka bukan berarti kita lengah untuk menjaga dan merawat kebhinekaan karena kemerdekaan tidak terlepas dari adanya kebhinekaan. Mari kita bersama mengisi kemerdekaan dengan menjunjung tinggi kebhinekaan demi Indonesia Maju 2045. Selamat menyambut HUT Proklamasi Indonesia yang ke-75. Indonesia, Jaya!


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar