nusabali

Indonesia Bakal Punya World Mangrove Center

  • www.nusabali.com-indonesia-bakal-punya-world-mangrove-center

Sekitar 50% dari luasan mangrove Indonesia berada dalam kondisi tidak baik, dan 48% lainnya berada dalam kondisi yang baik

DENPASAR, NusaBali
Hutan mangrove boleh jadi merupakan salah satu kebanggaan Indonesia. Sebab, dengan luasan mangrove lebih dari tiga juta hektare, Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Namun sayang, sekitar 50% dari luasan tersebut berada dalam kondisi tidak baik, dan 48% lainnya berada dalam kondisi yang baik. Hal ini diungkapkan oleh Sahat M Panggabean, staf ahli Kemenko Maritim dan Investasi bidang Manajemen Konektivitas dalam webinar bertajuk Optimisme Rehabilitasi Mangrove di Tengah Pandemi Covid-19 Menuju New Normal pada Rabu (29/7).

“Dalam konteks isu perubahan iklim, mangrove ini menjadi salah satu primadona kita. Selain menyimpan cadangan karbon, sebenarnya di sini kita harapkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis kawasan pesisir kita bisa bergerak. Kita tidak henti-hentinya mengatakan bahwa mangrove ini salah satu kekuatan kita,” ujarnya. 

Dengan fakta tak terbantahkan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, maka Indonesia telah menyatakan keinginannya untuk membuat pusat lembaga mangrove dunia atau World Mangrove Center (WMC). “Jadi apapun isu mangrove di dunia itu, adanya di Indonesia. Inilah yang akan kita dorong ke depan,” lanjut Sahat Panggabean.

Sementara itu, 50% luasan mangrove yang dikatakan dalam kondisi tidak baik, ternyata tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Penyebaran ini, terutama ada pada wilayah-wilayah yang banyak penduduknya, dan diperparah lagi dengan adanya daerah-daerah tersebut yang rawan bencana alam, sepeti gempa bumi dan tsunami. 

Berdasarkan data dari BPS, sekitar 80% masyarakat pesisir hidup di kondisi yang rawan bencana. “Kenapa ini rawan, karena ekosistemnya rusak, terutama ekosistem mangrovenya. Padahal, kita tahu kalau ini kita kawal dengan baik, meskipun populasi kita banyak di sana, mereka bisa hidup dengan nyaman,” katanya.

Sementara itu, kini terdapat program RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) yang merupakan amanah dari UU Nomor 27 Tahun 2007 bahwa semua wilayah pesisir dan laut dan pulau-pulau kecil harus dipetakan. Diharapkan, seluruh wilayah pesisir akan terpetakan, seperti wilayah yang menjadi kawasan konservasi, pelabuhan, kegiatan ekonomi, dan budidaya. 

Di satu sisi, diakui oleh Sahat Panggabean, memang terdapat sedikit kekhawatiran ketika Perpres Nomor 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove dicabut dengan adanya Perpres Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Di Program Pemulihan Ekonomi Nasional sendiri, sebenarnya mangrove tetap diatur sehingga tetap memiliki landasan hukum. 

“Di sini kita sedang menyusun peraturan Presiden terkait dengan nilai ekonomi karbon. Di sini nanti kita akan lihat bagaimana mangrove itu bukan dinilai dari kalau kita tebang menjadi arang dan sebagainya, tapi pendekatannya ada di nilai ekosistemnya. Nah inilah yang kita coba tawarkan nanti ke beberapa negara. Sedang disusun regulasinya,” papar Ketua Umum Indonesian Mangrove Society ini.*cr74

Komentar