nusabali

Desa Adat Padangbai Tolak Pembangunan Dermaga III

  • www.nusabali.com-desa-adat-padangbai-tolak-pembangunan-dermaga-iii

AMLAPURA, NusaBali
Krama Desa Adat Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem turun menggelar aksi damai, Senin (3/8) pagi.

Aksi damai ini untuk menolak pembangunan Dermaga III Pelabuhan Padangbai dan sekaligus tolak penyertifikatan lahan Pelabuhan Padangbai, yang diklaim sebagian milik desa adat.

Libatkan ratusan orang, aksi unjukrasa yang berlangsung sejak pagi pukul 10.00 Wita kemarin, ditandai long march sejauh 200 meter dan kemudian diisi orasi secara bergantian di sebelah Pos II Pelabuhan Padangbai. Aksi ini dikoordinasikan langsung Bendesa Adat Padangbai, I Komang Nuriada, didampingi Penyarikan I Gede Eka Primawata.

Aksi damai yang dikawal 30 pecalang di bawah koordinasi I Wayan Sukerta tersebut diawali menggelar persembahyangan bersama di Pura Pesamuan Agung kawasan pertigaan Pura Dang Kahyangan Silayukti. Usaai persembahyangan, massa desa adat langsung long march ke arah selatan menuju Pelabuhan Padangbai, dengan diiringi tabuh baleganjur. Bahkan, atraksi Tari Barong dan pembentangan spanduk ikut mewarnai long march.

Setibanya di sebelah Pos II Pelabuhan Badangbai, Bendesa Adat Komang Nuriada langsung berorasi di atas podium. Dalam orasinya, Komang Nuriada menyampaikan penolakan Desa Adat Padangbai atas disertifikatkannya lahan Pelabuhan Padangbai. Pasalnya, berdasarkan pipil, lahan Pelabuhan Padangbai sebagian merupakan milik Desa Adat Padangbai.

"Jika proses sertifikat tanah telah ditangani Kantor BPN (Badan Pertanahan Negara), kita siap ke datangi BPN. Kita juga siap nglurug ke Kantor Bupati Karangasem dan Kantor Gubernur Bali," teriak Komang Nuriada.

Selain masalah sertifikat, Desa Adat Padangbai juga menolak rencana pembangunan Dermaga III Pelabuhan Padangbai. Alasannya, biar Pantai Pasair Putih di Padangbai tetap aman. Menurut Nuriada, saat ini Pantai Pasir Putih tergerus abrasi setelah dibangun dua dermaga. "Buktinya, setelah dua dermaga dibangun, pantai jadi abrasi," tegas Nuriada.

Setelah Nuriada, sejumlah tokoh Desa Adat Padangbai secara bergantian naik podium untuk orasi penolakan yang sama. Mereka, antara lain, Ketua Paiketan Istri Desa Adat Padangbai, Tatik Suparwati, serta mantan Perbekel Padangbai I Kadek Aris Suyasa.

Sementara itu, Manajer PT ASDP Indonesia Ferry Padangbai, Zainal Abidin, menanggapi dingin penolakan rencana pembangunan Dermaga III Pelabuhan Padangbai oleh pihak desa adat. "Kalau memang ada penolakan, biarkan saja," sergah Zainal Abidin saat dihubungi NusaBali terpisah, Senin kemarin.

Zainal Abidin mengakui sejauh ini belum ada sosialisasi rencana pembangunan Dermaga III Pelabuhan Padangbai. Soalnya, rencana pembangunan ini masih dalam kajian. Pengukuran lahan sudah dilakukan, rencananya pembangunan Dermaga III menggunakan lahan seluas 1 hektare.

Menurut Zainal Abidin, rencana membangun Dermaga III Padangbai sudah mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. Tujuannya, untuk kelancaran arus penyeberangan di Selat Lombok rute Pelabuhan Padangbai (Karangasem)-Pelabuhan Lembar (Lombok Barat, NTB), yang selama ini terjadi kemacetan. Apalagi, di Dermaga II sering terjadi ombak besar.

Zainal Abidin menegaskan, PT ASDP memiliki bukti kepemilikan lahan. Itu sebabnya, lahan seluas 1 hektare rencananya digunakan untuk membangun Dermaga III Pelabuhan Padangbai.

Data yang diperoleh NusaBali sebelumnya, luas wilayah Pelabuhan Padangbai mencapai 27.000 meter persegi. Namun, lahan hak guna pakai yang ditempati PT ASDP sesuai dokumen tercatat hanya 17.960 meter persegi. Sekitar tahun 2013, PT ASDP Padangbai di bawah Manajer I Wayan Rusta sempat hendak mesrtifikatkan lahan Pelabuhan Padangbai, tetapi mendapatkan penolakan pihak Desa Adat Padangbai.

Sesuai dokumen yang dimiliki PT ASDP Indonesia Ferry Padangbai, saat serah terima pengelolaan Pelabuhan Padangbai dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat ke PT ASDP Indonesia Ferry Padangbai, 6 Februari 1969, mulanya tanpa disertai penyerahan aset tanah. Selanjutnya, aset diserahkan dengan lahan seluas 3.660 meter persegi berdasarkan sertifikat hak milik No 10 tahun 1984 dengan surat ukur No 2124 tahun 1984, per 27 Oktober 1984. Lahan itu adalah sebatas hak pakai dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

Penyerahan aset berikutnya per 29 November 1994, dengan surat ukur No 1554 tahun 1994 seluas 15.260 meter persegi, total jadi 18.920 meter persegi. Selanjutnya, tahun 1995 dilakukan pendataan aset lahan, justru lahannya berkurang menjadi 17.960 meter persegi, karena abrasi.. Hanya lahan seluas 9.040 meter persegi yang dijadikan kantor dan parkir, tanpa dokumen kepemilikan. *k16

Komentar