nusabali

Tumpek Landep: Momentum Refleksi Diri di Tengah Pandemi

  • www.nusabali.com-tumpek-landep-momentum-refleksi-diri-di-tengah-pandemi

Badai pandemi hingga saat ini belum menunjukan tanda kapan akan berakhir. Jumlah penduduk di Bali yang positif terpapar korona terus meningkat hingga menembus angka 2.619 orang.

Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana

Pemerintah terus berupaya mencegah penyebarluasan mata rantai wabah korona melalui berbagai skema mulai dari jaminan maupun bantuan di bidang kesehatan, ekonomi, politik, dan sosial budaya. Tidak sedikit biaya dan energi yang sudah dikuras untuk menangani pandemi Covid-19. Perekonomian Bali pun tidak luput dari guncangan pandemi hingga babak belur sejak Maret 2020. Para medis dan tenaga kesehatan lainnya harus rela melupakan rasa lelah berdiri kokoh di garda terdepan penanganan Covid-19. Libur mereka belum dimulai pun telah usai. Sebagian orang kehilangan pekerjaan akibat PHK atau usaha yang bangkrut. Sebagian lagi mungkin harus menerima bahwa mereka harus dipulangkan dari pekerjaannya sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) akibat pandemi.  Tidak dapat kita pungkiri bahwa dalam bebeberapa bulan terakhir perhatian publik tertuju pada ulah partikel kecil yang tidak kasat mata bernama korona.

Hari ini mayoritas penduduk Bali akan merayakan Tumpek Landep. Pulau Bali, menurut hasil Sensus Penduduk 2010 memiliki 3.247.283 orang penduduk yang memeluk agama Hindu dari total penduduk sebanyak 3.890.757 jiwa. Perayaan kali ini pun menjadi perayaan hari besar keagamaan yang harus tetap berpedoman pada protokol kesehatan. Meskipun demikian, ada nilai-nilai universal yang terkandung dari perayaan tumpek landep kali ini meski dilakukan di tengah pandemi. Perayaan Tumpek Landep merupakan perayaan hari suci pemujaan Ida Sang Hyang Siwa Pasupati. Secara filosopis kata tumpek berasal dari kata “metu” yang berarti pertemuan  dan “mpek” yang berarti ujung atau akhir. Sedangkan landep  memiliki arti tajam atau runcing. Sehingga perayaan tumpek landep pada dasarnya dapat dimaknai sebagai tonggak penajaman, citta, budhi, dan manah (pikiran). Selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Konsep ini nampaknya dapat diadopsi secara universal dalam melewati masa sulit di tengah pandemi.

Masa pandemi memaksa kita untuk belajar memahami bahwa sejatinya perubahanlah yang pasti. Kita harus selalu bersiap beradaptasi dengan segala situasi yang tidak pernah kita bayangkan akan terjadi sebelumnya. Pepatah mungkin mengatakan kita bisa saja sedia payung sebelum hujan namun bagaimana jika hujan terlanjur datang sebelum kita sempat meraih payung? Disanalah kita sekarang. Perayaan Tumpek Landep di tengah pandemi menjadi momentum penting untuk mengasah ketajaman pikiran. Konteksnya pun sangat luas tidak hanya terbatas pada ilmu pengetahuan. Ketajaman pikiran untuk selalu belajar dan menyiapkan diri untuk bertahan hidup dalam situasi apapun termasuk di kala pandemi bersemi. Refleksi akan capaian yang membanggakan bukan berarti melupakan akar dari mana itu semua dimulai. Apakah mungkin kita sudah terlalu puas dengan gemerlap industri pariwisata yang menjadi primadona perekonomian Bali selama ini? 

Ditinjau dari analisis data statistik diperoleh bahwa memang sebanyak 23,26 persen perekonomian ditopang oleh industri pariwisata sebagai kontributor utama corak perekonomian Bali. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) oleh BPS periode Februari 2020 mengungkapkan bahwa 13,26 persen penduduk usia kerja di Bali menggantungkan mata pencarian dari pariwisata.  Sebuah porsi yang cukup besar dalam perekonomian. Di sisi lain, tengoklah sektor pertanian yang mungkin bukan menjadi sektor yang diidolakan untuk digarap. Semua itu akibat nilai kembali ekonomisnya yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai tukar petani per Juni 2020 tercatat hanya mencapai 93,53 yang artinya biaya yang dibayarkan petani cenderung lebih mahal daripada yang diterima seperti dikutip dari laman resmi BPS Provinsi Bali. Selain itu, pernahkah kita membayangkan bagaimana sulitnya bertukar peran sebagai seorang guru? sebagai contoh. Sekarang semuanya berbanding terbalik bukan lagi pilihan tetapi kewajiban baru. Family farming atau bercocok tanam di lingkungan rumah menjadi gaya hidup kekinian untuk mencapai ketahanan pangan rumah tangga di masa pandemi. Demikian pula dengan study from home menuntut orang tua terampil memainkan peran ganda sebagai guru sekaligus teman bermain anak-anak mereka.  Pandemi mengasah ke “landep”an semua orang untuk melanjutkan hidup. Sulit memang tetapi bukan berarti tidak mungkin. Ala bisa karena terbiasa. Pandemi pasti berlalu dan hidup pun harus terus maju.

Perayaan Tumpek Landep membawa kita kembali untuk merenungkan sejenak bahwa jurang pandemi bukanlah sesuatu yang baru lagi. Saatnya bergegas dan bersiap demi melanjutkan hidup. Kita belum tahu kapan semua ini akan berakhir namun kita bisa memilih untuk menajamkan pikiran untuk memilih langkah apa yang harus kita tempuh untuk keluar dari jebakan pandemi. Dengan ditabuhnya gong memasuki masa adaptasi kebiasaan baru sejak 9 April 2020 oleh Gubernur Bali ada sebuah optimisme bahwa cepat atau lambat situasi akan segera pulih. Bali akan kembali ke masa kejayaannya namun mungkin saja dengan corak yang baru.
  
Selamat  Hari Raya Tumpek Landep bagi semua umat Hindu di Bali.
Salam Rahayu.


*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Komentar