nusabali

Denpasar Masuk Level Waspada, Buleleng Siaga

BBMKG Prakirakan Potensi Kekeringan di Wilayah Bali

  • www.nusabali.com-denpasar-masuk-level-waspada-buleleng-siaga

MANGUPURA, NusaBali
Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar memprakirakan kekeringan berturut-turut terjadi di dua wilayah yakni Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng.

Dalam catatan BBMKG, dua wilayah tersebut sudah masuk kategori waspada dan siaga. Pasalnya, sudah tidak pernah diguyur hujan dalam kurun waktu 30 hari.

Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah III Denpasar Iman Fatchurochman, menerangkan dari hasil monitoring kejadian hari kering berturut-turut dan prediksi probabilistik curah hujan dasarian satu, terdapat indikasi potensi kekeringan meteorologis hingga dasarian kedua. Dari analisa itu, wilayah Denpasar dikategorikan dalam level waspada kekeringan. Sementara untuk wilayah Buleleng masuk dalam level siaga. “Untuk level waspada ini, Denpasar masuk dalam kategori pertama dari 7 wilayah lainnya di Indonesia. Sementara, untuk siaga, Buleleng masuk pertama dari 6 wilayah lainya di Indonesia,” ungkap Iman saat dikonfirmasi Rabu (15/6) sore.

Iman menjelaskan, perhitungan Denpasar masuk dalam level waspada kekeringan karena sudah tidak pernah diguyur hujan dalam 20 hingga 30 hari terakhir. Sementara, untuk level siaga, seperti Buleleng dikarenakan sudah tidak pernah diguyur hujan selama 30 hingga 60 hari terakhir. Meski demikian, Iman berharap kondisi kekeringan di Bali tidak sampai pada level waspada seperti yang terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Perekapan tanggal tidak pernah turun hujan berturut turut ini dilakukan pada 10 Juli lalu. “Sampai saat ini memang masih berada di level siaga saja. Status waspada ataupun siaga ini bisa dipatahkan kalau dua wilayah itu mengalami hujan satu hari saja, dengan rentang waktu hujan sekitar satu jam. Nah, status itu langsung terpatahkan,” imbuh Iman.

Menurut Iman, prakiraan dan analisa kondisi cuaca untuk dua wilayah masuk dalam kategori waspada dan siaga, bisa memberikan acuan bagi instansi atau dinas pertanian, dalam hal ini menyiasati masa bercocok tanam. Untuk tanaman yang rentan gagal panen, seperti padi bisa diganti dengan tanaman yang bisa ‘toleran’ dengan kondisi kekeringan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya hujan, mengakibatkan air tanah di lapisan dangkal air berkurang. Sementara untuk kondisi air tanah untuk kebutuhan air minum sejauh ini masih dikategorikan cukup.

“Masyarakat harus menyiasati dengan kondisi kekeringan itu. Prakiraan cuaca itu bisa jadi acuan dalam bercocok tanam. Kalau persediaan air tanah untuk konsumsi seperti sumur atau air bor masih banyak,” ungkap Iman.

Selain mewanti-wanti petani, Iman juga berharap masyarakat agar selalu memperhatikan kondisi alam atau hutan sekitar tempat tinggal. Pasalnya, kondisi kekeringan tersebut rawan memicu kebakaran. “Lantaran kondisi jarang hujan, secara otomatis menyebabkan suhu semakin panas. Untuk itu perlu diwaspadai soal kebakaran. Meski kondisi saat ini jarang hujan, tapi bukan berarti ke depannya tidak turun hujan, mengingat kondisi suhu muka laut dan tekanan udara sekitar Bali saat ini memungkinkan akan terjadi hujan ke depannya,” kata Iman. *dar

Komentar