nusabali

Kadek Yahya, Memperkenalkan Gelang Nusantara ke Dunia

  • www.nusabali.com-kadek-yahya-memperkenalkan-gelang-nusantara-ke-dunia

Dari sebuah hobi, Kadek Yahya  mampu menjadikan penghasilan dan berkontribusi  pada perekonomian Bali di tengah pandemi Covid-19.

MANGUPURA, NusaBali

Sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) terbukti menjadi penopang perekonomian di saat pandemi Covid-19 membuat semua sektor babak-belur.  Tanpa ada geliat UMKM, pertumbuhan perekonomian Bali yang saat di semester pertama minus 6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, bakal lebih anjlok lagi.

Salah satu pelaku UMKM yang masih eksis di masa pandemic ini adalah RDNB Jewelry. UMKM yang bergerak di bidang perhiasan gelang, batu dan cincin dari batu-batu alam ini masih stabil penjualan di masa Covid-19 maupun pra Covid-19. Lebih menarik lagi, orang-orang yang menggerakkan UMKM yang bermarkan di sebuah gang kawasan Legian, Kuta, adalah anak-anak muda berusia 20an tahun!

“Astungkara penjualan masih stabil di kisaran 1.200 pieces per bulannya,” ungkap Kadek Yahya. Pria ramah yang memiliki nama asli I Kadek Karya Yoga Utamani adalah founder dari RDNB Jewelry, dan usianya pada 1 Januari 2020 baru menginjak 22 tahun.

Padahal sebagaimana kita ketahui, turbulensi perekonomian Pulau Dewata mulai goyah sejak bulan Februari 2020, tatkala wisatawan dari Tiongkok dan kemudian disusul sejumlah Negara tertentu, dilarang masuk Bali karena alasan  mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19. Guncangan perekonomian makin terasa pada Maret 2020 saat kasus pertama di Indonesia diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 2 Maret 2020, yang tak berapa lama kemudian kasus pasien pertama Covid-19 juga terdeteksi di Bali.

Kesuraman perekonomian makin menjadi saat kedatangan wisatawan ke Bali macet. Namun RDNB yang berkekuatan delapan anak-anak muda ini masih tetap berkarya dan tetap menerima pembelian dari berbagai wilayah tanah air, bahkan sampai luar negeri. “Sebanyak 95 persen memang dari pembeli dari seluruh Indonesia, dan lima persennya dari luar negeri,” ujar Kadek Yahya yang merintis usahanya sejak tiga tahun silam.

Yahya pun menyebut pembeli aksesoris yang dibandrol mulai harga Rp 150 ribuan hingga Rp 400 ribuan dari luar negeri berasal dari Hong Kong, Thailand, Korea, Jepang, AS, hingga Itali. Selebihnya diakui penjualan didominasi oleh pembeli Nusantara. Tapi diakui banwa angka 1.200 pieces per bulan itu bukan rekor tertinggi penjualan RDNB. Pasalnya pada tahun 2019, rekor  penjualan pernah menyentuh 5.000 pieces dalam satu bulan. “Saat itu penjualan meledak di bulan Ramadhan, tahun ini pun sebenarnya juga lebih tinggi pada bulan Mei dan Juni lalukarena ada Ramadhan Sale,” ungkap mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undiknas Denpasar yang tinggal menyelesaikan skripsinya ini.

Strategi  sale itu pun secara berkala dilakukan, dan dinilai sangat efektif mendongkrak penjualan. Namun sale tidak dilakukan dalam jangka panjang, hanya pada saat momen tertentu,seperti  flash sale dalam sehari atau hanya dalam hitungan waktu delapan jam. “Kami memang hanya menggunakan penjualan secara online, melalui website dan marketplace,” kata Kadek Yahya.

Cara ini pun tergolong belum lama dilakukan, karena sebelumnya Kadek Yahya memilih menawarkan produk secara terbatas lewat grup-grup WhatsApp (WA). “Tujuan saya waktu itu ingin menjaga ekslusvitas, namun seiring berjalan waktu dan ketika melihat orang-orang sudah menerima marketplace, maka saya kemudian ikutan masuk marketplace,” terangnya. Dengan bergabung bersama Shoope, Tokopedia dan Belanja.com, diakui penerimaan pasar menjadi lebih baik lagi. Sistem dari marketplace yang rapi dan baik disebutnya juga membantu dalam segi pemasarannya.  

Padahal jika ditarik empat tahun silam, cara pemasaran baling banter dilakukan hanya dari grup-grup WA saja. Itu dilakukan Kadek Yahya tatkala masih duduk di bangku SMAN 1 Kuta Selatan. Awalnya, masih bisa laku gelang-gelang yang dibanderol dengan harga Rp 70.000. Namun lama kelamaan pemasaran lewat WA cukup berat, pasarnya mulai hilang karena diakui banyak rekan-rekannya yang sudah mengenakan gelang.

Minat Kadek Yahya menekuni dunia handicraft itu sendiri bukan merupakan garis keturunan sang orangtuanya. Entah kenapa sejak duduk di bangku SMP, anak kedua dari tiga bersaudara ini senang mengenakan gelang. Saat sedang tren gelang prusik yang biasa dipakai pecinta alam, dia pun mengenakan di salah satu pergelangan tangannya. Pemakaian aksesoris pada masa masih di bangku SMP itu pun sempat mendapat peringatan dari gurunya.

Barulah saat duduk di bangku SMA, Kadek Yahya mencoba membikin sendiri gelangnya. Itu terjadi saat dia mengalami kecelakaan dan harus beristirahat di rumah. Daripada bengong, mulailah Kadek Yahya membuat karya pertamanya gelang dari biji rudraksha. Ketertarikannya pada rudraksha ini juga tak lepas dari sang ibu, Ni Made Nur Budiyanti, sebagai penekun yoga yang lekat dengan spiritualisme.

Biji yang berasal dari pohon eliocarpus ganitrus roxb atau lebih dikenal dengan nama pohon Bodhi Rudraksha itu pun menjadi karya menarik. Dan dalam beberapa kesempatan ditawarkan dalam pameran-pameran di berbagai tempat Pulau Dewata. Saat ini gelang rudraksha memang masih diproduksinya, namun tidak terlalu banyak lantaran focus dan serapan pasar diakui lebih ke batu-batu alam.

Kadek Yahya pun sejak awal berani beralih ke gelang-gelang berbahan batuan alam. Padahal di saat memulai usahanya tiga tahun silam, demam batu akik juga sedang memudar setelah mengalami tren dahsyat. Namun Kadek Yahya percaya diri dengan gelang-gelang batu alamnya. “Karena saya tidak sekadar merangkai batu-batuan alam. Kami memiliki konsep cerita dan filosofi dari setiap produk,” ungkap Kadek Yahya.

Dalam sehari, dua perajin bisa menghasilkan 40 gelang. Kadek Yahya memulai semua dengan menyiapkan konsep cerita. “Misalnya untuk seri Maung, cerita bagaimana, lalu digambar. Maung adalah raja hutan, hutan dianggap bumi pertiwi, jadi si Maung merupakan  pelindung bumi maka harus ditambahi model maha buta, lima elemen yakni api, tanah, angin, akasa dan air,’ urai Kadek Yahya.

Jika dibandingkan dengan pelaku usaha sejenis di seluruh Indonesia, karya RDNB memang memiliki poin berbeda. Setiap produk diberi nama khusus, seperti seri Maung, Ganapati, Tridatu, Terunyan, dan lain sebagainya. Nama-nama seri itu diaplikasikan dengan ukiran indah hasil karya perajin berpengalaman dari Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.  Kemudian ukiran dengan model macan, tengkorak, gajah disambungkan oleh bebatuan indahyang juga dijabarkan karakter batu-batu yang dipilih.

Bahkan saat ini dirilis seri terbaru bernama ‘Rahayu’. Seri ini sengaja diluncurkan di masa pandemi Covid-19. “Ide Rahayu karena artinya adalah keselamatan. Kami ingin  gelang Rahayu sebagai penyemangat orang-orang  di sekitar kita, orang-orang yang kita sayangi,” kata Kadek Yahya.

Meskipun pasar tak goyah dengan pandemi, Kadek Yahya pun berharap Covid-19 segera berlalu di dunia. Sejumlah rencana pun dicanangkannya, termasuk menyiapkan toko offline di kediamannya, Jalan Bunut Sari Gang Janji Legian dan diharapkan bulan Oktober nanti sudah berjalan. “Sebenarnya mau disiapkan bulan April, tapi mundur Oktober,” pungkas Kadek Yahya mengurai rencananya.  *mao

Komentar