nusabali

Gubernur Luncurkan Pergub Perlindungan Pura & Pratima

Untuk Cegah Terulangnya Kasus Penodaan Kesucian Pura

  • www.nusabali.com-gubernur-luncurkan-pergub-perlindungan-pura-pratima

Gubernur Koster kemarin juga launching Pergub Perlindungan Danau dan Pergub Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat.

DENPASAR, NusaBali
Inilah jurus yang dilakukan Gubernur Bali Wayan Koster dalam upaya mencegah terulangnya kasus-kasus penodaaan kesucian pura, yang selama ini sering terjadi terutama di kawasan pariwisata. Gubernur Koster menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan.

Pergub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan ini diluncurkan Gubernur Koster di Bale Gajah Rumah Jabatan Komplek Jaya Sabha, Jalan Surapati Nomor 1 Denpasar, Jumat (10/7) sore. Pada saat bersamaan, juga dilaunching dua Pergub lainnya. Pertama, Pergub Bali Nomor 24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut. Kedua, Pergub Bali Nomor Nomor 26 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (Sipandu Beradat).

Dalam acara peluncuran Pergub Nomor 25 Tahun 2020 kemarin sore, Gubernur Koster didampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Ketua PHDI Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana, dan Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Panglingsir Putra Sukahet.

Ada sejumlah alasan, kenapa harus diterbitkan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Salah satunya, karena selama ini sering terjadi kasus pelecehan tempat suci pura, terutama yang berada di kawasan pariwisata. Selain itu, juga sering terjadi kasus pencurian pratima (benda sakral) dan perusakan simbol keagamaan secara sekala niskala.

Alasan berikutnya, Pergub 25/2020 ini untuk menyelamatkan keberadan pura, pratima, dan simbol keagamaan yang memiliki nilai sejarah, sehingga tidak sampai mengalami kemusnahan. Kecuali itu, juga untuk meningkatkan sradha dan bhakti sesuai dengan ajaran agama Hindu, menjaga kemuliaan tempat-tempat suci agama Hindu, guna mewujudkan visi pembangunan daerah Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Gubernur Koster menegaskan, selama ini kasus penodaan kesucian pura sudah terlalu sering terjadi, terutama di kawasan atau objek wisata. "Kasus penodaan terhadap kesucian pura sangat sering terjadi dan dibiarkan terus menerus. Ke depan,  tidak boleh ada lagi. Begitu Pergub ini berlaku, nggak ada lagi kasus turis naik ke palinggih yang disucikan umat Hindu," tandas Gubernur Koster.

Dengan diterbitkannya Pergub 25/2020 ini, maka fungsi pura sebagai tempat suci dikembalikan sesuai dengan fungsi semula. Orang hanya boleh masuk ke dalam pura untuk bersembahyang.

"Pokoknya, orang masuk ke pura itu hanya dibolehkan untuk mebakti (sembahyang). Jangan kayak sekarang, orang lalu-lalang, sementara di bawahnya umat duduk sembahyang. Fungsi pura kita kembalikan ke fungsi semula. Ini bukan hanya pura, tempat ibadah juga dapat perlindungan," jelas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Selain pura sebagai tempat suci, perlindungan terhadap pratima sebagai simbol keagamaan, serta perlindungan arca, pis bolong (uang kepeng), dam palinggih juga mendapatkan perlindungan dalam Pergub 25/2020 ini. "Pratima nanti bisa dilindungi dari kerusakan. Dalam Bali Era Baru ini, pura, pratima, dan simbol keagamaan benar-benar dijaga secara sekala niskala," tegas Koster.

Menurut Koster, dengan Pergub Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan ini, nantinya dilakukan pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan. Pemeliharaan dikaitkan dengan mencegah pengerusakan, penodaan, pencurian, dengan melaporkan kepada aparat keamanan. Pemeliharaan pura dan simbol keagamaan dilakukan dengan mencegah penodaaan, penyalahgunaan simbol keagamaan, dengan memfungsikan secara benar.

Kemudian, penyelamatan simbol keagamaan dilakukan dengan cara revitalisasi dan restorasi simbol keagamaan dari kemusnahan. Caranya, mengembalikan kepada keaslian dengan didukung data-data. "Kalau ada pemugaran pura, harus dengan restorasi mengembalikan kepada keasliannya," papar politisi senior asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga mantan anggota Komisi X DPR RI (mem-bidangi bidang pariwisata, adat, budaya, pendidikan) tiga kali periode ini.

Berdasarkan Pergub 25/2020, ada 7 jenis pura yang dilindungi. Pertama, Pura Sad Kahyangan, yang merupakan pura utama tempat pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa dalam segala manifestasinya yang terletak di 9 (sembilan) penjuru mata angin di Bali. Kedua, Pura Dang Kahyangan, yang merupakan pura tempat pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa dalam segala manifestasinya berkaitan dengan perjalanan orang-orang suci di Bali.

Ketiga, Pura Kahyangan Jagat, yang merupakan pura umum sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa dalam segala manifestasinya. Keempat, Pura Kahyangan Desa, yakni pura yang disungsung dan diempon oleh desa adat (termasuk Pura Bale Agung, Pura Puseh, Pura Dalem).

Kelima, Pura Swagina, yakni pura yang penyungsung dan pengemponnya terikat dalam ikatan swagina pada profesi yang sama. Keenam, Pura Kawitan, yakni pura yang pemuja (penyiwinya) terikat oleh ikatan leluhur berdasarkan garis keturunan purusa/pewaris. Ketujuh, Merajan/Sanggah, yang merupakan tempat persembahyangan keluarga.

Sementara itu, Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Ida Panglingsir Putra Sukahet, mengatakan dalam fenomena adanya pemugaran pura seperti saat ini, supaya ada restorasi dan revitalisasi dengan pendekatan arkeologi. "Walaupun bahan atau materialnya baru, tapi tetap dikembalikan seperti asalnya. Kalau ada pura dipugar, bahannya baru, bentuknya harus tetap asli," ujar Putra Sukahet.

Terkait kasus-kasus wisatawan masuk ke pura dan cenderung melecehkan kesucian, menurut Putra Sukahet, semua harus bersama-sama menjaga keberadaan pura sebagai tempat suci. Pecalang desa adat bisa menjaga supaya wisatawan tidak boleh masuk ke dalam pura.

"Wisatawan tidak boleh masuk ke dalam pura. Mereka cukup di kawasannya saja, kalau memang pura itu menjadi daya tarik wisata. Wisatawan jangan dikasi ke tempat utama pura, kecuali untuk bersembahyang," tandas Putra Skahet. *nat

Komentar