nusabali

Tradisi Mamunjung Ajeg dengan Aturan Makingsan Ring Pertiwi

  • www.nusabali.com-tradisi-mamunjung-ajeg-dengan-aturan-makingsan-ring-pertiwi

Sekalipun sudah maraj pengabenan missal ataupun kremasi, namun masih ada masyarakat yang mempertahankan tradisi ini.

SINGARAJA, NusaBali
Tradisi mamunjung atau ritual menghaturkan sesajen di pusara orang yang telah meninggal di Desa Adat Buleleng dipastikan tetap ajeg. Tradisi yang sudah dilakukan turun-temurun di Buleleng ini dipastikan ajeg tak tergerus perkembangan ritual saat ini karena masih ada banjar adat yang bernaung di bawah Desa Adat Buleleng yang tak membolehkan kramanya yang meninggal langsung diabenkan.

Seperti yang terlihat di setra Desa Adat Buleleng Buda Kliwon Sinta, Rabu (8/7) yang bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Sejumlah krama Desa Adat Buleleng nampak berjongkok dan duduk di sekitaran pusara keluarganya. Mereka menghaturkan sesajen yang disebut punjung. Tradisi mamunjung ini memang dilakukan setiap kali hari raya besar pada kerabat atau keluarga yang telah meninggal namun belum menjalani proses pengabenan.

Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna dihubungi Rabu (8/7) tak menampik jika krama desanya yang menjalankan tradisi mamunjung itu kian sedikit. Hal itu dikarenakan karena beberapa tahun lalu dilakukan pengabenan massal untuk krama desa Buleleng. Selain itu ada juga krama yang menempuh jalan pengabenan melalui kremasi dengan biaya yang terjangkau.

Meski demikian Sutrisna mengaku kenyataan itu tak mengancam kepunahan tradisi mamunjung. Sebab hingga saat ini ada satu dari 14 banjar adat di bawah naungan Desa Adat Buleleng yang masih menerapkan aturan makingsan ring pertiwi (dimakamkan). “Ini tidak akan berpengaruh dan kami yakinkan masih tetap lestari karena seperti Banjar Adat Banjar Jawa itu mereka punya ketentuan kalau ada kramanya yang meninggal langsung diaben melainkan makingsan ring pertiwi,” ungkap mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng ini.

Setelah makingsan ring pertiwi dalam kurun waktu 1-5 tahun baru dibuatkan upacara pengabenan sesuai dnegan kemampuan ekonomi keluarga yang bersangkutan. Prosesi mamunjung di Buleleng menurut Sutrisna memang menjadi tradisi warisan leluhur yang tak diketahui pasti kapan dimulainya. Mamunjung ini merupakan perwujudan ucapan syukur keluarga mendiang dan merayakannya bersama dengan anggota keluarga yang sudah almarhum. Tak jarang anggota keluarga yang hadir ke pusara juga membawa bekal untuk bersantap bersama di kuburan.

Tradisi mamunjung ini juga tak hanya dilakukan di setra tetapi juga di rumah. mamunjung di rumah yang biasanya dilakukan di meja tamu atau di tempat tidur ini dilakukan oleh keluarga sampingan mendiang yang tinggal jauh dan tak bisa datang langsung ke setra. Banten punjung pun tetap disediakan untuk mendiang.

Sementara itu proses mamunjung di setra Desa Adat Buleleng tahun ini agak berbeda dengan mamunjung sebelumnya. Melaksanakan prosesi upacara keagamaan di masa pandemi tetap dalam ketentuan protokol kesehatan. Desa Adat Buleleng sejak jauh-jauh hari sudah memasang spanduk imbauan kepada kramanya yang akan bersembahyang di pura maupun di setra untuk tetap menggunakan masker, mencuci tangan di wastafel yang telah disediakan dan mengatur jarak.*k23

Komentar