nusabali

Jarang Diketahui, Rentetan Hari-Hari Sebelum Saraswati

  • www.nusabali.com-jarang-diketahui-rentetan-hari-hari-sebelum-saraswati

DENPASAR, NusaBali.com
Hari Raya Saraswati yang jatuh pada Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (4/7), tentunya dikenal luas bagi umat Hindu sebagai hari untuk merayakan turunnya ilmu pengetahuan.

Adapun rangkaian Hari Saraswati lainnya antara lain yaitu Banyu Pinaruh yang jatuh pada Radite Paing Sinta, Minggu (5/7), dan Hari Pagerwesi pada Buda Kliwon Sinta, Rabu (8/7). 

Namun, sebenarnya terdapat juga rangkaian hari-hari sebelum puncaknya pada Hari Raya Saraswati yang dimulai seminggu sebelumnya. Rangkaian hari-hari ini memang jarang terdengar, karena hari-hari ini mengandung makna filosofis yang juga jarang diketahui. Juga, di hari-hari sebelum Hari Raya Saraswati ini, masyarakat tidak melakukan suatu kegiatan khusus.

Adanya rangkaian seminggu sebelum Hari Raya Saraswati ini berkenaan erat dengan kisah Prabu Watugung yang kalah setelah berperang dengan Dewa Wisnu yang termuat dalam Lontar Medang Kemulan. Rangkaian ini dimulai dari hari Minggu, Redite Kliwon Watugunung, enam hari sebelum puncak Hari Raya Saraswati pada Saniscara Umanis Watugunung. 

“Redite Kliwon Watugunung atau hari Minggu dinamakan Watugunung Runtuh. Ini menceritakan gugurnya Watugunung setelah berperang melawan Dewa Wisnu. Dapat dimaknai sebelum menerima ilmu pengetahuan kita harus menghilangkan ego di dalam diri agar dapat menjadi bijaksana. Watugunung, watu: batu, gunung: kepala, jadi watugunung runtuh menghilangkan kepala batu,” ujar Dosen Agama Hindu Institut Hindu Dharma Denpasar, Ida Bagus Subrahmaniam Saitya, Jumat (3/7).

Selanjutnya di hari Senin, disebut Sandung Watang, diartikan sosok mayat, yang mana mayat juga disebut maya yang berarti ketidaksadaran atau ketidakberpengetahuan. Oleh karena itu maya sedapat mungkin dihilangkan dalam menerima ilmu pengetahuan. Hari Selasa disebut Paid-Paidan, yang bermakna, unsur maya berpotensi menggagalkan umat untuk menerima ilmu “Contoh sederhana misalnya males kuliah, tapi mau kuliah. Ini disebut paid-paidan, antara mau kuliah atau malas kuliah. Jadi malas kuliah itu disebut unsur maya,” Subrahmaniam Saitya mengilustrasikan.

Di hari Rabu yang disebut Buda Urip, Watugunung dihidupkan kembali. Maknanya yaitu kebangkitan kesadaran buddhi dalam diri manusia untuk menerima ilmu. Pategtegan yang jatuh di hari Kamis, merupakan perenungan batin secara mendalam untuk mencapai ketetapan hati setelah buddhi telah bangkit dan hidup saat Buda Urip. “Hari Jumat disebut Pangredanan. Di sini Watugunung menyembah Dewa Siwa. Dewa Siwa juga disebut Bhatara Guru, guru dari semua guru. Jadi ini bagaimana sikap kita menghormati seorang guru,” papar dosen yang akrab dengan sapaan Gus Bram ini. 

Semua rangkaian hari ini,bermuara pada puncaknya yaitu Hari Raya Saraswati. Sementara, hari yang jatuh setelahnya, yakni Banyu Pinaruh, merupakan hari saat umat melukat setelah menerima pengetahuan tersebut. “Minggu Banyu Pinaruh itu ibaratkan kita melukat setelah mendapatkan ilmu pengetahuan. Atau istilahnya wisuda,” tutup Gus Bram.*cr74

Komentar