nusabali

Desa Adat Buleleng Bangun Krematorium Senilai Rp 1 Miliar

  • www.nusabali.com-desa-adat-buleleng-bangun-krematorium-senilai-rp-1-miliar

Proses pembangunan gedung perabuan ini ditarget selesai enam bulan dan tahun depan sudah dapat dimanfaatkan krama desa maupun krama seluruh dunia.

SINGARAJA, NusaBali

Desa Adat Buleleng yang merupakan desa adat terbesar di Buleleng akhirnya merealisasikan rencana pembangunan gedung perabuan atau krematorium. Pembangunan pun dimulai dengan upacara ngeruak (persiapan lahan,red) di setra Buleleng, Redite Kliwon Watugunung, Minggu (27/6) pagi. Krematorium dengan sistem tertutup itu dibangun di areal setra desa adat Buleleng di atas lahan 50 are. Gedung pengabuan juga akan dilengkapi dengan rumah duka yang dikerjasamakan desa adat dengan pihak ketiga yang berbentuk yayasan.

Pembangunan gedung perabuan ini disebut Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna mendapatkan sumber dana dari Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali dan juga pihak yayasan yang nantinya mengelola gedung pengabuan dan prosesi pengabenan ini.

“Anggarannya sesuai rencana sebesar Rp 1 miliar, Rp 500 juta dari dana BKK, setengah lagi dari pihak ketiga. Tetapi karena Covid-19 saat ini kami belum tahu apakah BKK itu bisa cair apa tidak, tetapi pembangunan tetap jalan sementara gunakan dana dari pihak ketiga ini yang juga pemangku Pura Dalem Buleleng Made Dharma Tenaya,” kata mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng ini.

Pembangunan gedung perabuan itu disebut Sutrisna memang sudah direncanakan sejak dulu dalam proses penataan setra desa adat Buleleng seluas 1,7 hektare itu. Sebelumnya Desa Adat Buleleng juga sudah membangun karang suci yang khusus diperuntukkan untuk upacara perabuan orang suci. Proses pembangunan gedung perabuan ini pun diyakini selesai dalam waktu enam bulan ini sehingga harapannya tahun depan sudah dapat dimanfaatkan krama desa maupun krama seluruh dunia. “Kami melihat perkembangan zaman untuk mempercepat dan mengefesiensikan upacara kematian baik pengabenan atau pemakanan sehingga carikan sistem melalui gedung perabuan ini,” imbuh dia.

Gedung perabuan ini juga setelah siap difungsikan dapat dipakai oleh siapa saja. Namun pihak pengelola nantinya hanya menyediakan jasa pembakaran saja belum menyediakan paket banten pengabenan. Sutrisna mengatakan hal itu mempertimbangkan dengan kemampuan krama dan juga kemampuan ekonomi krama. Sehingga diberikan kesempatan untuk mengadakan banten secara mandiri baik membeli di tukang banten atau membuat sendiri.

Biaya yang dikenakan pun sangat ringan. Khusus krama desa di 14 banjar adat di bawah naungan desa adat Buleleng hanya dikenakan Rp 900 ribu. Terdiri dari biaya gas dan kompor mayat sebesar Rp 850 ribu dan Rp 50 ribu lainnya biaya kebersihan. Sedangkan untuk masyarakat di luar krama juga hanya diwajibkan membayar penanjung batu yang berkisar Rp 0-3 juta. Besaran punia itu disesuaikan kembali dengan kondisi ekonomi pemohon. “Kalau yang 0 rupiah itu untuk yang benar-benar tidak mampu seperti mayat tanpa identitas yang ditangani dinsos, itu nanti kita satukan dalam ngaben massal,” kata dia.

Sementara itu gedung perabuan juga akan dilengkapi dengan rumah duka yang akan dibangun di lahan pihak ketiga. Rumah duka ini juag lokasinya tk jauh dri gedung perabuan yang lahannya masih nempel dan berbatasan langsung dengan areal setra. Rumah duka ini dimaksudkan sebagai alternatif bagi krama atau masyarakat yang tidak memiliki pekarangan cukup untuk melangsungkan upacara pengabenan yang akan mengundang keramaian.*k23

Komentar