nusabali

Kejati Bali Mediasi Pembebasan Lahan Shortcut

  • www.nusabali.com-kejati-bali-mediasi-pembebasan-lahan-shortcut

Puluhan warga dipanggil bertahap setelah sebelumnya tak menyepakati besaran ganti rugi yang diajukan.

SINGARAJA, NusaBali
Belasan warga Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng yang keberatan atas nilai ganti rugi lahan proyek shortcut batas kota Singaraja-Mengwitani dipanggil Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali di Kejaksaan Negeri Buleleng, Kamis (25/6). Mereka dimediasi Kejati Bali untuk mendapatkan jalan keluar permasalahan yang dihadapi sehingga belum menyetujui besaran ganti rugi yang diajukan tim appraisal.

Proyek pembangunan shortcut titik 7-8 dan titik 9-10 yang berada di wilayah Wanagiri, Desa Gitgit dan Desa Pegayaman Kecamatan Sukasada Buleleng yang dimulai tahun 2019 lalu masih terkendala pembebasan lahan. Data dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Buleleng dari 299 bidang tanah seluas 31,74 hektare belum semua sepakat atas nilai yang diberikan. Sebanyak 14 orang pemilik lahan dipanggil bergilir masuk ke dalam ruangan oleh  Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Tinggi Bali, Andi Fahruddin.Salah satu pemilik lahan yang hadir di Kejari Buleleng, Safrudin mengatakan dia belum menyetujui nilai ganti rugi karena masih menemukan selisih fisik dan tumpang tindih harga. Harga ganti rugi lahan dan tanaman yang berada di kebun mereka tak sama satu dengan yang lainnya. Dia pun mencontohkan seperti bidang tanah ada yang dihargai Rp 19.400 per meter ada yang Rp 39.400. “Tanaman cengkih juga begitu ada yang diganti Rp 1,4 juta, ada yang hanya Rp 700 ribu, kami hanya minta keadilan mudah-mudahan tanah dan tanaman kami dibayar secara layak,” ungkap Safrudin.

Setahunya, pemilik lahan yang masih menolak nilai ganti rugi ada 32 orang. Jumlah itu pun disebutnya sudah jauh berkurang dari jumlah di awal tahun lalu yang masih berjumlah seratusan orang. Banyak diantara pemilik lahan yang menolak nilai ganti rugi akhirnya menyerah dan menerima nilai ganti rugi yang diberikan tim appresial. “Yang komplain 32 orang kalau dulu lebih. Setelah ada intimidasi banyak takut karena uangnya tak cair. Kalau lanjut ke pengadilan uangnya ada pemotongan. Banyak masyarakat tanda tangan terpaksa akhirnya menyerah,” imbuh dia.

Dia dan pemilik lahan yang menolak nilai ganti rugi pun mengaku tidak mendapat sosialisasi sebelumnya. Seluruh pemilik lahan diundang pertama kali langsung dimintai persetujuan. Besaran nilai ganti rugi yang akan mereka terima pun baru diketahui setelah dikumpulkan di Gedung Kesenian Gde Manik Desember 2019 lalu. Mereka yang menolak pun sudah berulang kali mengajukan keberatan ke BPN dan provinsi baru kemarin mendapatkan tindak lanjut dengan dimediasi oleh Kejati Bali.

Safrudin dan teman-temannya pun masih berharap pemerintah melalui tim apprasialnya melakuakn kroscek dan peninjauan kembali sehingga mendapatkan harga yang layak. Sementara itu Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Tinggi Bali, Andi Fahruddin ditemui sesuai melakukan mediasi mengatakan, pemilik lahan tetap keberatan dengan nilai ganti rugi yang diumumkan pemerintah.

Pemilik lahan yang menolak dan dipanggil bergilir itu menurut Andi akan diserahkan ke pengadilan untuk menjalani konsinyasi. “Pekerjaan mau tidak mau harus dikerjakan. Sudah terima uang semua sesuai hitungan aprprasial, kalau tidak tidak terima diserahkan ke konsinyasi pengadilan,” jelas dia.

Dari hasil mediasi yang dilakukan Andi menyebut masyarakat yang menolak masih meminta keadilan saja, karena masih ditemukan kesalahan hitung, masalah harga lahan dan nilai ganti rugi tanaman mereka. Sementara itu BPN Buleleng yang dihadiri Kasi Pengadaan, Ngurah Marhata belum bersedia memberikan keterangan terkait data pasti realisasi jumlah lahan yang sudah tuntas proses ganti ruginya dan berapa jumlah pemilik lahan yang masih menolak.*k23

Komentar