nusabali

4 Krama Subak Meninggal Secara Beruntun Usai Prosesi Mesaba

Peristiwa Heboh di Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar

  • www.nusabali.com-4-krama-subak-meninggal-secara-beruntun-usai-prosesi-mesaba

Dari 4 krama Subak Teges Ulu di Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler yang  meninggal secara beruntun, 2 orang di antaranya merupakan kakak adik, yakni I Nyoman Dumun dan I Ketut Rawa. Keduanya meninggal hanya berselang beberapa jam

GIANYAR, NusaBali

Empat krama Subak Teges Ulu di Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler, Kecamatan Sukawati, Gianyar meninggal secara beruntun seusai prosesi Mesaba pada Anggara Paing Bala, Selasa, 26 Mei 2020 lalu. Dua dari empat krama yang meninggal misterius tanpa diketahui penyebab pastinya itu merupakan kakak adik.

Prosesi Mesaba adalah upacara khusus yang secara niskala bermakna sebagai syukuran bagi krama Subak Teges Ulu, Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler atas panen hasil pertanian. Prosesi Mesaba digelar secara berkala setiapkali habis masa panen, namun waktunya tidak tentu.

Krama Subak Teges Ulu pertama yang meninggal dunia adalah I Nyoman Dumun, Selasa (26/5) malam, hanya berselang beberapa jam setelah prosesi Mesaba. Tak lama berselang, hanya hitungan beberapa jam, giliran adik kandungnya, I Ketut Rawa, yang meninggal dunia, Rabu (27/5) dinihari sekitar pukul 03.00 Wita.

Tak ada yang tahu apa sejatinya penyebab kematian beruntun kakak adik I Nyoman Dumun dan I Ketut Rawa ini. Misteri kemarian dua kakak adik ini belum terungkap, keeseokan harinya, Kamis (28/5) pagi, kembali ada krama subak yang meninggal mnendadak, yakni I Nyoman Kamboja.

Peristiwa misterius tidak berhenti sampai di situ. Hanya berselang beberapa jam kemudian, Kamis sore, giliran I Ketut Sujana yang meninggal mendadak. Ketut Sujana merupakan krama Subak Teges Ulu keempat yang meninggal secara misterius.

Pekaseh Subak Teges Ulu, Dewa Nyoman Yuda, mengatakan hingga saat ini pihaknya belum mengetahui apa penyebab pasti meninggalnya 4 krama subak secara beruntun usai prosesi Mesaba tersebut. Yang jelas, sebagian dari krama yang meninggal misterius ini sempat ikut mebat (bikin adonan lauk tradisional) untuk persiapan prosesi Mesaba dan santap lawar.

Menurut Dewa Nyoman Yuda, kegiatan mebat jelang prosesi Mesaba tersebut hanya diikuti 20 orang dari total 55 krama Subak Teges Ulu. Pembatasan ini berkaitan dengan protokol kesehatan agar tidak menimbulkan kerumunan di tengah pandemi Covid-19.

“Ada dua ekor babi yang disembelih saat mebat. Satu ekor untuk guling, satu ekor lagi untuk ulam, termasuk lawwar, srapah, dan lainnya,” ungkap Dewa Yuda saat ditemui NusaBali di sela upacara Guru Piduka di areaal Pura Hyang Soka lan Pura Hyang Batu Madeg di Banjar Sakah, Desa Batuan Kaler pada Buda Kliwon Ugu, Rabu (3/6).

Dewa Yuda menyebutkan, setelah kegiatan mebat hari itu, seperti biasa dilakukan santap bersama. Ada pula krama subak yang membawa pulang lawar usai mebat. Sedangkan sore harinya, dilangsungkan prosesi Mesaba.

Disebutkan, prosesi Mesaba pun berlangsung lancar. Namun, seusai prosesi Mesaba, malamnya muncul kabar duka meninggalnya I Nyoman Dumun, krama lanjut usia yang masih melajang. Kabar duka itu awalnya dianggap biasa, karena Nyoman Dumun memiliki riwayat sakit menua.

Namun, krama setempat terkejut setelah berselang beberapa jam kemudian, adik kandung Nyoman Dumun, yakni Ketut Rawa, menyusul meninggal mendadak, 27 Mei 2020 dinihari pukul 03.00 Wita. Sampai saat itu, kata Dewa Yuda, kematian beruntun kakak aduk tersebut masih dianggap biasa. Masalahnya, semasa hidupnya, kakak adik tersebut dikenal sebagai saudara yang setia. “Bahkan dulu, Pekak (Kakek) Dumun pernah luka kena taji, tapi yang jatuh pingsan adiknya, Pekak Rawa,” kenang Dewa Yuda.

Menurut Dewa Yuda, Nyoman Dumun sebetulnya tidak ikut mebat persiapan prosesi Mesaba. Yang ikut mebat saat itu adalah adiknya, Ketut Rawa. Kemungkinan Nyoman Dumun sempat menikmati lawar yang dibawa pulang oleh Ketut Rawa usai mebat. Sebelum meninggal mendadak, kakak adik Nyoman Dumun dan Ketut Rawa sempat mengalami gejala yang hampir sama yakni sakit perut, hingga dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Belum hilang rasa penasaran atas peristiwa duka kematian kakak adik Nyoman Dumun dan Ketut Rawa, berselang sehari kemudian, Kamis, 28 Mei 2020, kembali menyusul dua krama subak lainnya meninggal mendadak, yakni I Nyoman Kamboja dan I Ketut Sujana. Nyoman Kambona meninggal pagi hari, sementara Ketut Sujana sore harinya.

Dewa Yuda menyebutkan, tak lama berselang, kembali ada krama subak yang dilaruikan ke rumah sakit dengan gejala yang mirip, yakni I Nyoman Suwandi. Konon, Nyoman Suwandi dilarikan ke rumah sakit dengan keluhan pusing dan mual. Beruntung, Nyoman Suwandi tidak sampai meninggal.

Dewa Yuda mengatakan, sakitnya Nyoman Suwandi menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, pria yang akrab disapa Dolar itu selama ini jarang sakit. “Pak Dolar ini orangnya seger bugar, tiba-tiba mengeluh pusing dengan gejala hampir mirip. Sejak saat itulah, baru dikaitkan kematian beruntun dengan kegiatan mebat dan nguling,” jelas Dewa Yuda.

Dewa Yuda tidak mau berspekulasi terkait penyebab kematian beruntun empat krama subak tersebut. Terlebih, dari informasi yang didapatnya, berdasarkan hasil uji laboratorium, mereka meninggal karena demam berdarah (DB). Namun demikian, ada satu korban yang meninggal diduga karena kekurangan cairan setelah mengalami diare semalaman.

"Semua krama subak yang dapat nunas (menikmati lawar), pasti anggota keluarganya ikut makan. Makanya, ini belum pasti penyebabnya apa? Kalau dibilang keracunan, pasti semuanya yang makan ikut kena. Tapi, banyak juga yang tidak kena, padahal ikut nunas,” katanya.

“Termasuk saya dan keluarga saya juga sempat nunas, tapi tidak ada keluhan sakit. Hanya saja, saya sempat ke dokter. Waktu itu, perut merasa sakit, tapi saat diperiksa tidak kenapa-kenapa,” papar Dewa Yuda.

Sementara itu, menyusul kematian beruntun empat krama tersebut,  krama Subak Teges Ulu menggelar upacara Guru Piduka pada Buda Kli-won Ugu, Rabu kemarin. Upacara Guru Piduka dilaksabakan di areaal Pura Hyang Soka lan Pura Hyang Batu Madeg yang lokasinya berdampingan.

Menurut Dewa Yuda, upacara Guru Piduka ini digelar sebagai upaya permohonan maaf secara niskala krama subak, jika ada kesalahan saat persiapan prosesi Mesaba. “Pecaruan Guru Piduka ini kami gelar setelah nunasang ring Nak Lingsir lan Jro Mangku. Siapa tahu ada kesalahan saat itu, agar dinetralisir,” tandas Dewa Yuda. *nvi

Komentar