nusabali

Rasa Keberhakan Diri

  • www.nusabali.com-rasa-keberhakan-diri

Ternyata rasa keberhakan-diri, rasa diri-spesial, atau rasa wajib-lebih-dilayani menjerat  hampir semua orang.

Dalam bahasa Inggris, sikap demikian diistilahkan entitlement. Sikap demikian tidak mengenal elite-rakyat jelata, kaya-miskin, brahmana-kstrya,waisya,sudra, buta huruf-literat dan sebagainya. Setiap insan merasa berhak terhadap sesuatu. Ketika keberhakan dinafikan, seseorang akan menjadi ekstra rewel, sensi, atau emosional.  saat dia tidak mendapat apa yang dia ekspektasikan. Darimana sense of entitlement (SoE) tercipta?

SoE tercipta dari pola asuh, pendidikan, dan juga kebiasaan atau pembiasaan dalam keluarga atau lingkungan sempit maupun luas. Contoh tipikal, yaitu sejak kecil terbiasa menempati posisi nyaman atau mudah memeroleh sesuatu. Ia terbiasa menata-kelola emosi dengan kemudahan. Ia menengarai pemerolehan itu sebagai keberhakan. Ketika keberhakan itu tidak diperoleh, ia menjadi emosional.

Orang di sekitar disalahkan, disumpah serapah, dianggap kurang kompeten, atau dianggap mempersulit dirinya. Dia beranggapan dirinya layak diberi prioritas, dilayani spesial, disenangkan berlebih, atau dipuaskan maksimal, karena merasa dirinya sudah membayar lebih atau telah berusaha keras atau beranggapan memiliki posisi, dan lain sebagainya!

Selain karena pola asuh, SoE bisa muncul, karena peningkatan prestasi atau kenyamanan hidup. Artinya, anak yang tidak pernah hidup nyaman sejak kecil, ketika besar nanti bisa menjadi amat sensi setelah ia meraih kenyamanan. Di masa depan, standar kenyamanan relatif meningkat dan semua orang berpotensi menjadi lebih sensi atau emosional.

Kehadiran taksi berbasis aplikasi menjadikan kehidupan menjadi ‘mudah+enak+murah’. Berbagai fasilitas tersedia, seperti GOCAR, GOFOOD, GOSHOPPE, GOJEK, dan lainnya. Ketika  pesanan terpenuhi ‘cepat-tepat-murah’  simpati-empati terburai. Tetapi, ketika  terjadi  ‘engine error’, ribet, atau ‘interface’ aneh, emosinya menyala pijar! Demikian ketika jawaban jenerik diberikan terhadap keluhan,  akan memeroleh reaksi emosional dari penyampai keluhan. Masih banyak contoh sehari-hari yang dapat mengundang SoE.

Radang SoE dalam hubungan bisa termanifestasikan lewat sikap manja yang merongrong, sampai sikap arogan atau besar kepala yang merendahkan. Sejauh  ini, rasanya sulit menemukan kasus yang tidak terkait dengan radang SoE. Serupa dalam ranah lainnya, radang tersebut muncul setelah hubungan atau kehidupan terasa lebih enak, nyaman, terjamin. Padahal, awal-awal menjalin suatu hubungan atau pekerjaan atau kesepakatan atau lainnya, biasanya aman-aman saja, enak-enak saja, adem-ayem saja, atau senyum-senyum selalu.

SoE cenderung berkelanjutan atau bahkan mengalami eskalasi atau peningkatan. Keberhakan telah menggelayut pada hampir semua orang, miskin atau kaya, bodoh atau pintar, bujangan atau menikah, abangan atau priyayi, rakyat jelata atau pemerintah, sistem demokrasi atau teokrasi, tidak pandang bulu! Keberhakan ngawur akan mudah memicu omelan, protes, demo, depresi, petisi, tuntutan, kekacauan jiwa, kegilaan, dan sejenisnya. Semua sikap emosional tersebut akan menggerogoti jiwa dan raga, menyabotase pernikahan, memicu adiksi, atau menyipta mekanisme buruk penyelesaian suatu masalah.

Guna mengatasi SoE, berbagai upaya telah dilakukan di Bali. Misalnya, untuk pemerataan pembangunan di Bali Utara dan Selatan telah dibangun jalan pintas (short cut) di beberapa titik. Untuk meningkatkan daya saing arak Bali dikeluarkan peraturan daerah.   Agar bahasa dan sastra Bali berkembang menjadi bahasa dinamis, maka dikeluarkan peraturan daerah yang menjamin keterlangsungannya. Berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah daerah, bhisama PHDI, dan tatakelola desa pakraman telah dibenahi ke arah yang lebih baik, produktif, dan kondusif. Semua  itu telah divisikan oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. Arti dari visi tersebut adalah menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan krama dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia. Dengan visi demikian maka pemerataan pembangunan dan ekonomi di seluruh Bali terwujud dengan baik. Semoga. *

Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D.
(Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya)

Komentar