nusabali

Petani Dilarang Bekerja, yang Melanggar Wajib Ngaturang Guru Piduka

  • www.nusabali.com-petani-dilarang-bekerja-yang-melanggar-wajib-ngaturang-guru-piduka

Jika menanam padi beras merah, Nyepi Sawah dilakukan tiga hari, didahului upacara Nangluk Merana. Jika menanam padi biasa, Nyepi dilakukan sehari tanpa Nangluk Merana.

Tradisi Nyepi Sawah di Subak Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan   


TABANAN, NusaBali
Krama Subak Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, memiliki tradisi yang unik, yakni Nyepi Sawah. Nyepi Sawah ini ada dua versi. Jika petani menanam padi Bali yakni padi beras merah, krama melaksanakan Nyepi selama tiga hari. Sebelum Nyepi, digelar upacara Nangluk Merana. Sedangkan jika petani menanam padi biasa, Nyepi Sawah digelar selama sehari. Pemilihan waktunya bebas, namun harus disesuaikan dengan hari baik di masing-masing subak.

Saat Nyepi Sawah, petani dilarang bekerja di sawah. Larangan beraktivitas di areal sawah yang sedang ada Nyepi Sawah juga berlaku bagi wisatawan. Wisatawan yang benriat berlibur, misalnya untuk trekking, diimbau tidak memasuki areal sawah.

Nyepi Sawah untuk tanaman padi beras merah maupun padi lokal, dilakukan tatkala padi baru berusia 2,5 bulan. Hal itu karena pada saat padi berumur 2,5 bulan ini biasanya sangat disenangi oleh tikus, sehingga harus melaksanakan upacara Nangluk Merana.

Pekaseh Subak Jatiluwih I Nyoman Sutama ketika ditemui NusaBali, Sabtu (3/98), menuturkan, jika pada saat menanam padi beras merah atau padi Bali, petani melaksanakan Nyepi Sawah selama tiga hari. Nyepi Sawah untuk padi beras merah ini didahului upacara Nangluk Merana di Pura Pekendungan Tanah Lot, dan di Puri Tabanan.

Rentetan upacara menjelang Nyepi Sawah pun lumayan panjang. Setelah selesai melaksanakan upacara di Pura Pekendungan Tanah Lot, dan di Puri Tabanan, tirta yang ditunas itu dicampur kemudian dibawa ke Pura Puseh Desa Adat Jatiluwih untuk nunas tirta kembali. Setelah tirta sudah tercampur semuanya, kemudian dibawa ke Pura Bedugul Subak Jatiluwih. Di Pura Bedugul Subak Jatiluwih ini juga dilakukan upacara.

Selanjutnya tirta tersebut diberikan kepada petani masing-masing untuk upacara ngaturang canang di masing-masing tugu sawah yang dimiliki petani, sekaligus memercikkan tirta pada sawah mereka. Harapannya, padi tidak diserang hama khususnya tikus. Kemudian besoknya setelah upacara Nangluk Merana, baru dilakukan Nyepi Sawah selama tiga hari.

Sementara pada saat menanam padi konvensional, misalnya padi jenis Serang, krama subak hanya melaksanakan Nyepi Sawah selama sehari. Dan tidak melaksanakan upacara Nangluk Merana. Nyepi Sawah pun dilaksanakan tidak serempak, tetapi disesuaikan dengan hari baik di masing-masing subak.

“Untuk tradisi Nyepi di sawah ini sudah ada sejak dulu. Dan kali ini kami sedang melakukan Upacara Ngembak (bebas melakukan aktivitas apapun) sehari setelah Nyepi Sawah, yang kebetulan sedang menanam padi jenis Serang,” ujar Sutama, Sabtu kemarin.

Sutama menjelaskan, di Subak Jatiluwih ini ada tujuh tempek subak yang melaksanakan upacara Nyepi Sawah. Ada Tempek Subak Umadui, Tempek Subak Gunungsari, Tempek Subak Telabah Gede, Tempek Subak Besikalung, Tempek Subak Kesambi, Tempek Subak Uma Kayu, dan Tempek Subak Kedamian.

Tempek Subak Telabah Gede yang berada di areal kantor DTW Jatiluwih, melangsungkan Nyepi Sawah pada Jumat, 2 September 2016, yang dilanjutkan dengan Ngembak pada Sabtu (3/9). “Untuk sekarang Penyepian Sawah tidak serentak, karena yang ditanam merupakan padi konvensional. Seperti misalnya sekarang Tempek Telabah Gede yang melangsungkan Penyepian Sawah, mungkin seminggu lagi tempek lainnya karena mencari hari baik,” imbuh Sutama.

Menurut Sutama, makna dari pelaksanaan Penyepian Sawah ini juga tak jauh berbeda dari pelaksanaan Nyepi pada umumnya, yakni mengendalikan Buana Agung dan Buana Alit, dan memberikan kesempatan kepada semua makhluk untuk bernapas dan beristirahat.

Dalam penyepian ini ada sanksi yang dijatuhkan bagi yang melanggar. Petani yang nekat melanggar ritual tersebut maka akan dikenakan sanksi berupa menghaturkan Guru Piduka atau permintaan maaf ke Pura Bedugul Subak. “Biaya menghaturkan Guru Piduka itu kan tidak murah, sehingga semua anggota subak, masyarakat maupun wisatawan harus mentaati tradisi yang ada,” tegas Sutama.

Sutama menjelaskan jika Nyepi Sawah ini sudah ada turun temurun. Ia pun tidak mengetahui asal muasal tradisi Nyepi Sawah ini. Namun karena ini adalah tradisi, semua diharapkan untuk melaksanakannya. “Karena kita menanam padi yang nantinya jadi beras, kemudian jadi nasi untuk menghidupi orang, saya harap semua subak melaksanakan dengan baik. Karena kami yakini tradisi yang kami lakukan akan membawa kesejahteraan dan kedamaian,” tuturnya.

Atas hal tersebut pihak Badan Pengelola DTW Jatiluwih pun memasang sejumlah imbauan di beberapa titik untuk memberi tahu para wisatawan yang berkunjung, bahwa sedang ada ritual Penyepian Sawah, sehingga wisatawan tidak diizinkan beraktivitas di areal persawahan. “Kami sudah memasang imbauan di sejumlah titik untuk para wisatawan,” ujar Asisten Manajer DTW Jatiluwih I Ketut Nitya.

Ditambahkannya, selama ini memang ada satu atau dua wisatawan yang ingin berfoto-foto di areal persawahan karena tidak mengetahui perihal Penyepian Sawah tersebut. Namun setelah diberitahu dan diberi pemahaman, wisatawan pun mengerti. “Ada saja yang seperti itu, tetapi setelah kami berikan pemahaman mereka mengerti,” ucap Nitya.

Sementara salah seorang petani dari Subak Telabah Gede I Wayan Gede Toger, 50, mengatakan tradisi ini memang sudah ada sejak dulu. Dan ia pun tidak berani melanggarnya. Sebab Toger yakin bahwa melaksanakan ritual ini akan berdampak bebas dari serangan hama tikus yang bisa mengakibatkan gagal panen. “Ya karena kami yakini tradisi ini membawa kesejahteraan petani. Karena sekarang (Sabtu kemarin) masih Ngembak, setelah Ngembak baru saya ke sawah,” ujarnya, kemarin.

Sedangkan salah seorang wisatawan asal Jawa Timur yang kebetulan berlibur ke Jatiluwih yakni Andrean Risky, 26, tidak menyangka ada Nyepi Sawah. Dia tahu setelah membaca imbauan untuk wisatawan yang tertempel di sekitaran sawah. “Saya kira hanya ada Nyepi sekali yang dilakukan pada umumnya di Bali, ternyata ada Nyepi Sawah juga, unik dan berbudaya," ucapnya. * cr61

Komentar