nusabali

Setahun, Kunjungan di IGD RSUP Sanglah Hampir 35 Ribu

  • www.nusabali.com-setahun-kunjungan-di-igd-rsup-sanglah-hampir-35-ribu

DENPASAR, NusaBali
Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Sanglah merupakan salah satu instalasi yang krodit dalam penanganan pasien.

Rata-rata per hari kunjungan bisa mencapai di atas 100 pasien. Dalam setahun, jumlah kunjungan di RSUP Sanglah menembus angka hampir 35 ribu kunjungan. Kroditnya kunjungan bisa saja mempengaruhi psikologi pasien maupun keluarga yang menunggui. Salah satunya pasien merasa seolah tidak ditangani dengan baik, lantaran tidak mengerti tata laksana penanganan pasien gawat darurat.

“IGD RSUP Sanglah didirikan tahun 1990. Sudah 30 tahun berdiri, masyarakat bertambah banyak, pelayanan kami juga bertambah banyak. Kunjungan ke IGD rata-rata 34 – 35 ribu kunjungan (pasien), dengan per bulannya antara 3 ribu sampai 3.500 kunjungan. Kalau dirata-ratakan, sehari bisa di atas 100 kunjungan,” ujar Kepala IGD RSUP Sanglah, dr Anom Suardika SpOG (K), Minggu (8/3).

Berdasarkan aturan Kementerian Kesehatan, kedudukan instalasi gawat darurat berada di level IV dengan kewajiban jaga dan pelayanan 24 jam, dan wajib memiliki enam dokter on site yang juga berjaga selama 24 jam. Enam dokter tersebut antara lain dokter obgyn, penyakit dalam, bedah, anastesi, radiologi, dan dokter anak. “Sedangkan dokter yang lain, seperti dokter saraf, kejiwaan, dan lain sebagainya bersifat on call. Dia berjaga juga tapi tidak di IGD. Namun mereka setiap saat dibutuhkan bisa dipanggil,” katanya.

Seringkali karena ketidaktahuan tentang tata pelaksanaan penanganan medis di IGD, membuat pasien dan penunggu pasien merasa tidak puas ataupun merasa cemas karena marasa tim medis terlambat memeriksa ataupun karena merasa pasien lain lebih didahulukan. Padahal, IGD memiliki alur dalam menentukan penanganan pasien. Setiap pasien yang datang ke IGD, kata dr Anom, wajib direspon oleh petugas medis yang bertugas dalam waktu lima menit sejak kedatangannya ke IGD.

IGD RSUP Sanglah menerapkan Australasian Triage Scale (ATS) yakni sistem triase untuk memastikan pasien ditangani sesuai dengan tingkat kegawatan atau kedaruratannya. Penentuan penanganan pasien berdasarkan empat pemeriksaan yakni jalan nafas, paru-paru, jantung, dan saraf. Berdasarkan kategori atau tingkat kegawatdaruratan, ada perbedaan respon time penanganan. Kalau pasien berada dalam kategori merah berarti ada gangguan saluran pernafasan, gangguan hemodinamik, dan gangguan paru-paru, itu artinya kondisi kritis yang membutuhkan pertolongan segera. “Tidak lagi menunggu respon time 5 menit,” ungkap dr Anom.

Sementara kategori kuning, itu artinya pasien mengalami gangguan ringan sampai sedang. Dalam kategori ini, pasien juga membutuhkan pertolongan segera, namun pasien tidak termasuk dalam kondisi kritis. Sedangkan kategori hijau umumnya pasien hanya mengalami sedera ringan dan masih mampu berjalan atau mencari pertolongan. “Pasien yang datang ke IGD dibedakan menjadi dua, yakni pasien gawat dan pasien darurat. Gawat artinya mengancam nyawa, dan darurat artinya kalau tidak dilakukan pertolongan, maka akan menyebabkan kecacatan. Oleh karena itu, pasien-pasien ini yang kami utamakan,” jelasnya.

“Untuk pasien yang merasa seolah tidak ditangani dengan baik, ini sebenarnya hanya masalah komunikasi saja. Pasien itu perlu diidentidikasi dulu tingkat kegawatdaruatannya. Tapi lima menit pertama sejak datang ke IGD, pasien wajib diperiksa petugas medis. Kemudian petugas akan merencanakan penanganan masuk kategori mana. Kami dengan standar yang ada sekarang, sesungguhnya semua pasien tertangani,” tandasnya. *ind

Komentar