nusabali

Drama Gong Harus Nyambung dengan Tema dan Tata Titi Basa Bali

  • www.nusabali.com-drama-gong-harus-nyambung-dengan-tema-dan-tata-titi-basa-bali

DENPASAR, NusaBali
Kesenian drama gong pernah berjaya pada tahun 1970-an. Pakem kesenian drama gong era tahun tersebut coba dihadirkan kembali dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-42 tahun 2020 yang akan diselenggarakan sebulan penuh mulai 13 Juni-11 Juli 2020 mendatang.

Untuk memantapkan kualitas garapan drama gong, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar kriyaloka atau workshop tentang drama gong di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (5/3). Kepala Bidang Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani mengatakan, workshop tentang drama gong ini diselenggarakan untuk memantapkan pemahaman para pemain maupun penggarap dalam menyajikan drama yang akan diparadekan nanti. “Kami berharap pemain maupun penggarap mendapatkan pemahaman lebih dalam, agar yang ditampilkan kembali pada pakem drama gong era 1970-an,” jelasnya.

Dari hasil workshop tersebut, diharapkan para duta kabupaten/kota bisa mengembangkan garapan, maupun dalam menuangkan ide serta penampilan menjadi lebih maksimal. “Kami berharap bagaimana drama gong ini digeliatkan dan dilakoni kembali, supaya generasi penerus bisa lebih memahami drama gong, di samping memahami kesenian kreasi, juga memhami kesenian-kesenian klasik dan tradisi,” kata Sulastriani.

Sejauh ini, ada enam kabupaten/kota yang mengambil undian yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Tabanan, Bangli, Buleleng, dan Kabupaten Gianyar. “Ada beberapa kabupaten yang kemarin memang tidak mengambil undian. Kabupaten lain masih bisa mendaftar. Semoga makin termotivasi kabupaten yang lain,” imbuhnya.

Narasumber workshop drama gong PKB tahun 2020, I Wayan Sugita menjelaskan, materi yang diberikannya mengacu pada kriteria drama gong yang akan diparadekan pada PKB mendatang. Menurutnya, materi drama gong harus berkaitan dengan tema PKB 2020 yakni ‘Atma Kerthi : Penyucian Jiwa Paripurna’. “Cerita harus dikaitkan dengan tema, jangan sampai hanya nempling (sekedar melengkapi) di akhir cerita. Kalau bisa masuk ke dalam cerita. Misalnya cerita Bima Swarga atau Sang Jaratkaru,” ujar Sugita.

Lanjut pria yang terkenal memerankan Patih Agung dalam drama gong ini, dalam parade nanti diharapkan ada penekanan bahasa yang sesuai dengan tata bahasa atau anggah ungguhing sor singgih basa Bali yang benar. “Kadang-kadang pregina atau pemain senior pun masih mekalukan (berantakan, red). Katakanlah penggunaan kata ‘dane’ dan ‘sane’. Begitu juga kata ‘ida’ dan ‘ipun’. Ada penekanan tentang bahasa di situ,” ungkapnya.

Kemudian, ada juga penekanan tentang karakter. Ciri masing-masing pemeran harus konsisten diperankan. Pun soal lelucon diharapkan jangan vulgar dan porno. “Yang namanya lelucon tidak harus porno,” tegasnya. *ind

Komentar