nusabali

Pengelola Objek Wisata Tirtagangga Bantah Pamedek Harus Bayar

Tolak Membayar Tiket Masuk, Rombongan Pamedek Pun Batal Sembahyang di Tirtagangga

  • www.nusabali.com-pengelola-objek-wisata-tirtagangga-bantah-pamedek-harus-bayar

Keluarga Puri Karangasem tegaskan selama ini tidak ada krama menggelar upacara Meajar-ajar di Palinggih Mata Air Tirtagangga. Krama biasanya datang untuk matirtayatra atau melasti

AMLAPURA, NusaBali

Ratusan krama yang mengaku asal Desa Seraya, Kecamatan Karangasem, namun tinggal tinggal di Desa/Kecamatan Gerokgak, Buleleng batal melakukan persembahyangan di Objek Wisata Tirtagangga, Senin (3/2) siang. Alasannya, masuk ke objek wisata yang berlokasi di Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Karangasem itu harus bayar. Sementara, pihak pengelola ojek wisata Tirtagangga bantak pamedek harus bayar.

Informasi dihimpun NusaBali, awalnya rombongan pemedek dari Desa Gerokgak datang ke Ojek Wisata Tirtagangga, Senin siang pukul 14.10 Wita. Rombongan krama Desa Gerokgak yang diangkut beberapa kendaraan ini hendak menggelar upacara Meajar-ajar di Palinggih Mata Air Tirtagangga.

Begitu hendak masuk areal Objek Wisata Tirtagangga, rombongan asal Desa Gerokgak ini mendapat penjelasan dari Ketua Badan Pengelola Taman Tirtagangga, AA Made Kosalia, yang didampingi dua orang dari keluarga Puri Karangasem: AA Ngurah Darma dan AA Ketut Sanjaya. Agung Kosalia memberikan arahan bahwa krama yang hendak melakukan pamuspaan dikenakan biaya kebersihan sebesar Rp 10.000 per orang. Jika jumlah orang yang hendak muspa cukup banyak, maka diberikan kebijaksanaan.

Ternyata, penjelasan Agung Kosalia tidak bisa diterima oleh rombongan krama Desa Gerokgak. Alasannya, pamedek hendak melakukan pamuspaan, masa mesti bayar? Bahkan, mereka menanyakan ketentuan harus bayar tersebut, sehingga sempat terjadi ketegangan. Apalagi, ada pamedek yang merekam ketegangan itu menggunakan kamera HP, hingga menyorot wajah Agung Kosalia dari dekat. Sesaat kemudian, video tersebut viral di media sosial, dengan menyebutkan bahwa ‘Sembahyang di Objek Wisata Tirtagangga Harus Bayar’.

Selaku Ketua Badan Pengelola Taman Tirtagangga, AA Made Kosalia, pun memberikan klarifikasi kepada pers, Senin sore. Intinya, pihak pengelola Taman Tirtagangga bantah pungut bayaran bagi pamedek. Yang ada adalah pungutan uang kebersihan untuk masuk objek wisata.

Menurut Agung Kosalia, siapa pun tidak dilarang melakukan persembahyangan. Hanya saja, ada ketentuan masuk objek wisata Tirtagangga, kena biaya kebersihan sebesar Rp 10.000 per orang. "Kami sebenarnya tidak pernah melarang untuk sembahyang. Nah, rombongan yang datang dalam jumlah banyak itu (dari Desa Gerokgak, Red) awalnya ingin langsung menerobos masuk. Makanya, kami beri penjelasan," ungkap Agung Kosa-lia.

Agung Kosalia menyebutkan, di Objek Wisata Tirtagangga ada petugas keamanan, mereka yang masuk pun harus diatur. Lagipula, ada banyak wisatawan, jangan sampai mereka terganggu.

Menurut Agung Kosalia, pamedek yang datang selama ini dikenakan biaya kebersihan, karena mereka memasuki objek wisata agar lingkungan tetap bersih dan nyaman. Taman Tirtagangga sebagai objek wisata sudah sepatutnya menjaga kebersihan, agar tidak ada komentar negatif dari para wisatawan tentang kebersihan lingkungan.

Nah, sebagai penyedia sebuah objek wisata, sudah sewajarnya juga pihak pengelola membuat aturan agar setiap orang melakukan persembahnyangan ikut bertanggung jawab terhadap kebersihan dan ketertiban di areal Taman Tirtagangga. Maka, dikeluarkanlah suatu kebijaksakan di mana setiap pamedek dikenakan uang kebersihan 10.000 per orang, demi tertibnya situasi.

Agung Kosalia mengatakan, Pengelola Taman Tirtagangga selama ini mengeluarkan biaya pemeliharaan. "Cobalah kalau ngomong baik-baik, santun, dan beretika, saya bisa bantu. Taman Tirtagangga ini milik keluarga Puri Karangasem, bukan milik pemerintah," tangas Agung Kosalia.

Sementara itu, keluarga Puri Karangasem, AA Ngurah Darma, mengatakan selama ini tidak ada krama menggelar upacara Meaajar-ajar di Palinggih Mata Air Tirtagangga. Krama biasanya datang untuk matirtayatra atau melasti. "Meaajar-ajar itu kan biasanya ke Pura Sad Kahyangan," ujar Ngurah Darma.

Sedangkan keluarga Puri Karangasem lainnya, AA Ketut Sanjaya, sangat menyayangkan rombongan krama yang mengaku dari Desa/Kecamatan Gerokgak datang dengan sikap kurang bersahabat. "Kami berusaha sabar melayani, dengan bahasa yang ramah dan santun. Eh, malah dibalas dengan kata-kata kurang etis didengar, apalagi yang berbicara itu tengah mengenakan pakaian adat hendak sembahyang," sesal Agung Sanjaya. *k16

Komentar