nusabali

Barongsai-Barong bangkung Meriahkan Imlek di Jalan Gajah Mada

Umat Konghucu-Hindu Berbaur di Kongco Dwipayana Tanah Kilap

  • www.nusabali.com-barongsai-barong-bangkung-meriahkan-imlek-di-jalan-gajah-mada

Desa Adat Denpasar bersama Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Kota Denpasar menggelar kegiatan 'Prosperity Celebration' untuk memperingati Tahun Baru Imlek 2571 di kawasan ‘Heritage City’ Jalan Gajah Mada, Denpasar, Sabtu (25/1).

DENPASAR, NusaBali
Kegiatan tersebut sebagai awal untuk membangkitkan kembali akulturasi budaya di kawasan Haritage City yang sudah ada sejak zaman kerajaan dulu.

Kegiatan yang dimulai sejak pukul 18.00 Wita tersebut diawali dengan pawai yang melibatkan Barongsai, Barong Macan, Barong Landung, Barong Bangkung, hingga celuluk. Sebelum pawai diawali dengan nunas tirta di Pura Puseh lan Desa di Jalan Gajah Mada, Banjar Wangaya Kelod, Dauh Puri Kaja, Denpasar. Setelah itu, pawai dimulai dari perempatan Jalan Sulawesi-Jalan Gajah Mada, menuju ke arah timur ke panggung utama dengan prosesi membawa jempana.

Di depan panggung utama peserta langsung menarikan masing-masing tarian ciri khas mereka. Selain pertunjukan barong, Prosperity Celebration ini juga dimeriahkan atraksi Wushu, tarian celuluk, gamelan China dan diawali dengan penyalaan petasan.

Bendesa Adat Denpasar, AA Ngurah Rai Sudarma, mengatakan pementasan ini digagas oleh Desa Adat Denpasar bersama 31 banjar adat di dalamnya. Prosperity Celebration ini pertama kalinya digelar untuk membangkitkan kembali akulturasi budaya di kawasan Haritage City. Sebab, pada zaman kerajaan terdahulu ada 5 etnis yang memang menempati kawasan tersebut yang masih bertahan sampai saat ini.

Kelima etnis tersebut, yakni etnis Bali yang diapit oleh Kerajaan Pemecutan dan Kerajaan Denpasar. Di tengah-tengahnya ada etnis China, Arab, Jawa dan Kampung Tinggi yang merupakan tempatnya para pendekar pada zaman dulu. Rai Sudarma mengatakan, saat ini akulturasi mulai dibangkitkan kembali karena ada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 temtang Desa Adat di Bali.

Dengan adanya perda tersebut, Desa Adat Denpasar ingin kembali membangkitkan kembali akulturasi budaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa setiap etnis memiliki ciri khas budaya budaya yang masih kental sampai saat ini. "Kami ingin membangkitkan dan mengingatkan kembali hubungan etnis China atau Tionghoa dengan etnis Bali serta etnis lainnya," ungkap Ngurah Rai Sudarma.

Kegiatan ini kata dia khusus diadakan di tengah-tengah kawasan Haritage City Jalan Gajah Mada Denpasar untuk saling menguntungkan antar etnis. "Jika saat ini akulturasi budaya antara Bali dan China yang diuntungkan semua etnis dari segi ekonomi karena banyak yang berbelanja. Itu yang kami inginkan juga, bahwa etnis itu tidak hanya berkaitan dengan agama, namun juga perpaduan budaya," jelasnya.

Ngurah Rai Sudarma mengatakan, dalam kegiatan ini melibatkan sekitar 5.000 peserta dari 31 banjar ditambah dari Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Denpasar. "Ke depannya bukan hanya kegiatan pada peringatan tahun baru Imlek saja, namun juga momen hari raya untuk etnis lainnya di kawasan tersebut agar bisa dibuat yang sama. Ini kan baru pertama kali jadi kami harap terus berlanjut," imbuhnya.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata Kota Denpasar, MA Dezire Mulyani, menambahkan selain untuk memperingati Imlek dengan menumbuhkan toleransi, kegiatan tersebut juga untuk mengenalkan dan mem-branding keberadaan kawasan Haritage City sebagai tempat wisata yang ke depannya akan dibuatkan tempat khusus sebagai pusat kuliner.

Kata dia, akulturasi budaya ini akan menjadi event sebagai ciri khas di kawasan Gajah Mada. Barong yang ditampilkan bukan merupakan barong sakral melainkan barong yang biasa digunakan dalam pertunjukan hiburan (bali-balihan). Sehingga dapat menunjang kawasan wisata dengan kuliner yang akan digagas ke depannya.

"Ini baru pertama dan baru pengenalan kembali sejarah akulturasi budaya. Harus pelan-pelan untuk mengubah menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi," jelasnya.

Di tengah perkembangan dunia yang semakin kompetitif, kawasan Heritage Gajah Mada ini tak seramai dahulu saat masa kejayaannya. Rencananya Pemerintah Kota Denpasar akan merevitalisasi dan mengaktivasi kawasan Heritage Gajah Mada ini.

"Di tengah perkembangan dunia global yang semakin kompetitif di mana semua orang berkejaran untuk meningkatkan taraf hidupnya, serta millineal saat ini mulai meninggalkan tradisi yang telah ada turun menurun, dan kita semua harus mendukung Pemerintah Kota Denpasar yang akan merevitalisasi dan mengaktivasi kawasan Heritage Gajah Mada ini agar tidak menjadi kota yang suram," tegas Sudarma.

Terpisah suasana penuh kedamaian dan kebersamaan menjadi potret bahagia perayaan Tahun Baru Imlek 2571 di Griya Kongco Dwipayana, Jalan Tanah Kilap, Pemogan, Denpasar pada Saniscara Kliwon Wariga, Sabtu (25/1) yang juga bertepatan dengan rahina Tumpek Uduh atau Tumpek Pengatag bagi umat Hindu. Tidak hanya etnis Tionghoa, namun umat Hindu Bali juga datang melakukan persembahyangan di Kongco ini.

Mereka yang datang sesuai dengan adat dan kebiasaannya. Untuk umat Hindu misalnya berpakaian selayaknya ke pura, membawa banten, canang, dan juga dupa. Sedangkan yang etnis Tionghoa pun mengikuti tradisinya, berpakaian serba merah dan menggunakan sarana dupa. Mereka juga berdoa menggunakan cara masing-masing.

Pamangku di Kongco Dwipayana, Ida Bagus Adnyana, mengatakan perayaan Tahun Baru Imlek telah diawali dengan persembahyangan bersama sejak, Sabtu pukul 00.00 Wita untuk melepas tahun yang sebelumnya dan membuka tahun yang baru. Persembahyangan ini usai pukul 02.00 Wita yang kemudian dilanjutkan dengan persembahyangan sendiri-sendiri.

Setelah bersembahyang mereka yang datang akan diperciki tirta oleh pamangku di sana dan mendapat bija berwarna kuning. Adnyana menerangkan, persembahyangan akan berlangsung hingga tengah malam, karena umat yang datang tidak hanya berasal dari sekitar Kongco, namun dari segala penjuru.

“Banyak umat yang akan sembahyang hingga tengah malam nanti (kemarin malam, red). Tadi malam hampir seimbang antara etnis Tionghoa dan Bali. Kalau di Bali kepercayaannya Siwa Budha. Jadi antara pura dengan klenteng ada kemiripan,” jelasnya.

Selain persembahyangan, di Kongco tersebut juga rutin menggelar hiburan kesenian seperti Barongsai hingga kesenian Bali. Dia pun berharap tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Seperti warna merah yang melambangkan kecerahan. “Kecerahan merupakan simbol sejahtera dan bahagia karena sejahtera memberikan kebahagiaan. Omong kosong jika tanpa kesejahteraan akan bahagia,” tandasnya. *mis, ind

Komentar