nusabali

Simbol Unen-unen Pura Luhur Batukaru Terbuat dari Bahan Alami

  • www.nusabali.com-simbol-unen-unen-pura-luhur-batukaru-terbuat-dari-bahan-alami

Persiapan Karya Pangurip Gumi di Pura Luhur Batukaru Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan pada 20 Februari 2020 segera rampung.

TABANAN, NusaBali

Seluruh krama pangempon dan luar pangempon tengah persiapan menyiapkan upakara. Namun ada yang menarik dari persiapan Karya Pangurip Gumi tersebut, yakni unen-unen yang ada di hutan Batukaru yang disimbolkan berupa naga, harimau, kijang, dan hanoman yang terbuat dari bahan alami. Bahkan tempelan yang dimaksudkan sebagai sisik naga dibuat dari daun nangka.

Ketua Panitia Karya Pangurip Gumi, I Wayan Arya didampingi Dedukun Banten Jro Mangku Nyoman Sugiharta mengatakan, unen-unen Rencangan Ida Sasuhunan berupa naga ini ditempatkan di depan candi bentar di jaba sisi dan candi bentar masuk kawasan suci. Ada dua naga berwarna putih dan kuning yang menyimbolkan purusa dan pradana.

Dijelaskannya, dalam kawasan hutan Batukau secara sekala maupun niskala memiliki banyak rencangan Ida Sasuhunan, salah satunya dalam bentuk naga. Dari cerita dan mitos, Ida Sasuhunan di Batukau memiliki dua rencangan yang disimbulkan berupa naga. “Ini bukan hanya cerita, tetapi ada krama yang pernah bertemu dan melihat perwujudan beliau dan diimajinasikan dengan simbol naga,” tuturnya, Selasa (14/1).

Kata dia, unen-unen berupa naga ini kerangkanya terbuat dari bambu yang dibalut dengan kain putih, kemudian ditempel dengan daun nangka yang dicari dari kawasan hutan Batukaru. “Sengaja memang menggunakan bahan alami,” katanya.

Selain naga, konon leluhur Ida Kebayan mempunyai iringan dua orang, laki dan perempuan, merekalah yang berubah menjadi seekor ular disebut namanya Jero Mundung (laki-laki) dan Jero Mungsel (perempuan).

Sementara untuk yang berupa harimau, juga dari cerita yang ada serta fakta, orang yang pernah bertemu di tengah hutan, ada yang hitam, putih, dan gading. Harimau ini dikenal sebagai penjaga Gunung Batukaru secara niskala.

“Secara sekala pernah terlihat tahun 1993 saat krama melakukan upacara melasti, saat wilayah Wongaya Gede sepi. Ada orang tua yang melihat beliau jalan jalan di desa yang tengah kosong,” beber Wayan Arya.

Untuk unen-unen rencangan Ida Sesuhunan berupa harimau hitam dibuat depan menggunakan ijuk, sementara yang putih hanya menggunakan kain putih saja.

Dan untuk unen-unen berupa kera, menurut dedukun banten Jro Mangku Nyoman Sugiharta, melambangkan maruti atau bayu (sumber angin). Sekitar hutan Batukaru memang banyak kera, bahkan hampir tiap hari sebelum ada persiapan karya agung gerombolan kera selalu rusuh di areal pura.

Namun setelah dilakukan mapakeling dan menghaturkan upakara di Bale Agung Wongaya Gede, hampir tiap hari selama persiapan karya, gangguan dari kera ini hampir tidak ada. Dan sebagai raja dibuat pula patung berupa hanoman, yang rencananya akan diiisi kera kera kecil yang diharapkan bisa dibuat oleh krama. “Jadi krama yang bisa membuat patung kera kecil bisa dihaturkan ke Pura,” sarannya.

Dikatakannya, semua simbol binatang yang diwujudkan seisi hutan adalah ibarat kendaraan Beliau (Sasuhunan) turun ke dunia untuk keperluan mensejahterakan kehidupan manusia.

Pantauan di lapangan, Selasa kemarin, tampak umat Hindu sedang ngayah persiapan upakara yang dibutuhkan untuk karya Agung Pangurip Gumi. *des

Komentar