nusabali

Jadi Pematung Bali Pertama Raih Hak Cipta di Era Soeharto

Kisah Made Sama, Seniman Patung Asal Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar

  • www.nusabali.com-jadi-pematung-bali-pertama-raih-hak-cipta-di-era-soeharto

Made Sama saat ini koleksi 63 patung hasil karya sendiri senilai puluhan miliar rupiah, di rumahnya kawasan Banjuar/Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh. Beberapa di antaranya akan dijual untuk bekal hidup

GIANYAR, NusaBali

I Made Sama, 75, termasuk salah satu seniman patung terbaik yang dimiliki Bali saat ini. Pematung kondang asal Banjar Buruan, Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar ini merupakan seniman patung pertama di Bali yang meraih hak cipta atas karya-karyanya. Saat ini, Made Sama koleksi sekitar 63 patung berharga puluhan miliar rupiah.

Made Sama sempat mengejutkan jagat raya seni di Bali tahun 1992 silam. Kala itu, tepatnya 28 November 1992, Made Sama menjadi satu-satunya pematung tradisional Bali yang meraih hak cipta dari Direktorat Jenderal Hak Cipta Departeman Kahakiman RI. Dia waktu itu mendapatkan Hak Cipta Hasya Bawa.

Pada era itu, hak cipta bukan hanya menjadi barang langka, namun juga selembar legalitas mahal dan maha penting. Karena hanya lembar kertas itulah yang mampu menangkal maraknya kasus penjiplakan karya seni, termasuk seni patung. Made Sama adalah seniman patung pertama dari Bali yang raih hak cipta.

Berselang 25 tahun pasca raih Hak Cipta Hasya Bawa, Made Sama tetap setia berkarya di rumahnya kawasan Banjar/Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh. Meski usianya kini sudah menginjak 75 tahun, namun Made Sama masih tampak energik. Hanya saja, ayah 4 anak dari pernikahannya dengan Ni Wayan Jangklek ini sudah didera sakit pikut.

Kepada NusaBali, Made Sama sangat bersemangat menceritakan tentang riwayat kesenimanannya sebagai pematung yang dikagumi para pencinta seni dan kolektor se-Indonesia. Made Sama juga mengisahkan tentang hak cipta atas karya seni patungnya berjudul ‘Hasya Bawa’.

Menurut Made Sama, Hak Cipta Hasya Bawa itu diraih bermula dari banyaknya saran dan masukan pejabat negara, terutama para menteri era Presiden Soeharto. Made Sama memang dikenal oleh kalangan pejabat tinggi negara, berkat karya patung ‘Manusia’ berbahan kayu Jepun.

Karya patung ‘Manusa’ berbahan kayu Jepun itu dipajang di rumah Ida Bagus Kompyang di Griya Tampak Gangsul, Denpasar tahun 1985. Konon, Ida Bagus Kompyang membeli patung karya Made Sama tersebut untuk dinikmati para tamunya yang menginap di hotel miliknya, yakni Hotel Segera Sanur, Denpasar Selatan.

Salah satu tamu penting yang menginap di Hotel Segara Sanur milik IB Kompyang  adalah Menteri Kehakiman (waktu itu) Letjen TNI (Purn) Ismail Saleh. Oleh IB Kompyang, Ismail Saleh dibelikan patung ‘Manusa’ berbahan kayu Jepun hasil karya Made Sama.

“Berkat Pak Ismail Saleh, saya kemudian mendapat order membuat patung di rumah untuk sejumlah menteri saat itu. Termasuk di antaranya untuk Menteri Penerangan Harmoko, Menteri Parpostel Joop Ave, hingga Jaksa Agung Ali Said,” kenang Made Sama saat ditemui NusaBali di kediamannya, Minggu (15/12) lalu.

Dari situ pula, Made Sama kemudian mendapat pesanan membuat patung untuk Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur dan rumah pribagi keluarga Presiden Soeharto di Cendana (Jakarta Pusat).

Made Sama menyebutkan, Menteri Kehakiman Ismail Saleh kala itu menyarankan agar karya-karya patungnya didaftarkan untuk memperoleh hak cipta. “Akhirnya, Pak Ismail Saleh memberikan nama model karya patung saya dengan ‘Hasya Bawa’, yang artinya unik, lucu, dan indah,” kenang Made Sama.

Made Sama menuturkan, karya seni patung bergara Hasya Bawa bukan hanya unik, lucu, dan indah, tapi juga disukai para kolektor seni. Pasalnya, penggarapan patung mengalur dalam anatomi, serat, dan tekstur kayu. Karena itu, karya-karya Made Sama juga tampak kokoh, anggun, dan mengaggumkan.

Menurut Made Sama, Hasya Bawa merupakan refleksi dari perjalanan hidupnya sebagai seniman, makhluk sosial budaya yang selalu bersentuhan dengan alam, manausia lain bahkan roh ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Misalnya, patung berjudul ‘Kembar Siam’, bermakna persatuan tubuh sebagai anugerah yang mesti diterima dengan tulus ikhlas. “Karena suami-istri juga jadi dempet (kembar siam, Red) saat malam hari, saat mereka sedang berhubugan badan di tempat tidur,” katanya sambil tertawa.

Lewat karya seni patung, Made Sama mengaku sering dapat menghibur orang lain. Dengan makna filosofis karya patung, dia bahkan dapat mengingatkan tentang hakikat manis-pahitnya kehidupan. Made Sama merasa menemukan multi hakikat karyanya, karena dibuat dari olah rasa berspiritual.

“Saya jadi tahu, mana kayu bahan patung bertuah dan tidak, terutama kayu dari tempat kramat. Saya pun pernah batal menggarap patung, karena serpihan kayunya menimbulkan gatal. Misalnya, kayu Jepun yang saya dapatkan di Tukad Kedangan (sungai yang berada di sebelah barat Desa Buruan, Red),” cerita Made Sama.

Selain membuat patung untuk dikoleksi orang lain, Made Sama juga mengoelksi sendiri patuing hasil karyanya. Saat ini, rumahnya di Desa Buruan mirip museum seni, karena Made Sama mengoleksi sekitar 63 patung bermodel Hasya Bawa. Patung-patung itu mulai dari ukuran terkecil dengan tinggi 40 cm dan diameter 35 cm, hingga ukuran besar dengan tinggi 2 meter dan diameter 1,5 meter.

Sebanyak 28 patung di antaranya ditempatkan di Lantai Bawah bagunan Bale Dauh, Bale Tengah, dan Bale Dangin rumahnya. Sedangkan 35 patung lagi dipajang di Lantai II bangunan Bale Dangin. Judul patung-patung tersebut beragam, seperti Api Damai, Tutup, Perang (Naga dan Gauda), Kembar Siam, Peramal, Naga, Kehidupan, Burung, dan Lelucun.

Made Sama menyebutkan, harga patung hasil karyanya tersebut juga bervariasi antara Rp 100 juta hingga Rp 250 juta. Jadi, 63 patung yang dikoleksi Made Sama di rumahnya ini bernilai puluhan miliaran rupiah. “Kalau ada kolektor yang cocok, Bapa mau jual dua patung ini. Karena makin tua, Bapa juga perlu biaya hidup,” tutur pematung kelahiran tahun 1944 yang cuma tamatan SR (selevel SD) ini. *lsa

Komentar