nusabali

KESEHATAN: Saat Burnout Syndrome

  • www.nusabali.com-kesehatan-saat-burnout-syndrome

Pada wanita, stres dapat memengaruhi siklus menstruasi.

Sudah seminggu ini, Rafinna, 40, mengeluh kelelahan seolah tak berujung. Suami maupun teman-temannya menyebut satu kata yang sama sebagai penyebabnya, yaitu stres. Stres dalam pekerjaan sudah biasa, tetapi mengalami burnout syndrome beda cerita. Burnout syndrome merupakan stres kronis. Kondisi ini dapat menghalangi pekerjaan. Bagaimana membedakan keduanya?


Stres merupakan kondisi yang sangat umum terjadi di kalangan masyarakat, terutama kelas pekerja. Tekanan yang berasal dari pekerjaan ini sebenarnya baik untuk Anda karena dapat membuat tetap waspada dan merasa hidup. Pada saat stres, hormon kortisol meningkat. Hormon kortisol berperan pada penggunaan gula atau glukosa dan lemak dalam metabolisme tubuh untuk menyediakan energi. Hormon kortisol juga berfungsi mengendalikan stres yang dapat dipengaruhi oleh kondisi infeksi, cedera, aktivitas berat, serta stres fisik dan emosional.

Dalam laman hellosehat, dikatakan kondisi ini ternyata membuat penderitanya mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Tapi, jika situasi ini terjadi dalam jangka waktu lama, tentu akan menimbulkan depresi yang berdampak buruk pada kesehatan. Para pekerja yang sering mengalami stres akibat pekerjaannya bisa berujung kepada burnout syndrome. Burnout syndrome adalah sebuah kondisi ketika seseorang merasa stres berat dengan pekerjaannya.

Sindrom ini terlihat bila sudah mulai merasa sangat lelah secara fisik dan emosional. Akibatnya, tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Tidak jarang, burnout syndrome juga dapat memengaruhi kinerja dalam jangka waktu yang lama. Di sinilah mulai terlihat apa perbedaan antara burnout syndrome dan stres biasa. Jika stres kerja biasa memang wajar terjadi dalam sebuah pekerjaan dan berlangsung dalam jangka waktu yang pendek, burnout syndrome tidak.

Burnout syndrome muncul akibat stres berkepanjangan hingga mampu menurunkan performa kerja. Burnout syndrome bukanlah sebuah gangguan atau kelainan mental. Kondisi ini sebenarnya lebih umum terjadi pada para pekerja. Tapi, dengan mengetahui gejalanya, mungkin dapat membantu lebih cepat mengatasi sindrom ini.

Beberapa gejala burnout syndrome antara lain:

*Sering merasa lelah baik secara fisik maupun emosional. Kondisi ini juga menyebabkan kehabisan ide, bahkan mengalami gangguan sistem pencernaan.

*Tidak peduli dengan rekan kerja dan pekerjaan juga menjadi salah satu gejala burnout syndrome. Hal ini disebabkan oleh perasaan frustrasi dan stres yang membuat muak dengan hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

*Performa kerja menurun akibat stres berlebihan, sehingga jadi tidak produktif
Jika dilihat dari gejalanya, perbedaan antara burnout syndrome dan stres biasa dalam suatu pekerjaan ternyata cukup tampak. Stres kerja biasa mungkin tidak akan sampai membuat muak dan mengasingkan diri dari lingkungan kerja. Berbeda dengan burnout syndrome yang memberikan efek buruk kepada setiap aspek yang berhubungan dengan pekerjaan, termasuk aspek sosial.

Burnout syndrome sering muncul pada pekerja kantoran. Menurut sebuah penelitian pada 2012 terhadap pekerja kantoran dan pekerja pabrik memperlihatkan perbandingan stres kerja antara dua kelompok tersebut. Para pekerja kantor terlihat lebih sering mengalami stres karena sering mendapatkan ketidakpuasan dan tekanan dari atasan mereka. Selain itu, dibandingkan pekerja pabrik, pekerjaan para pekerja kantoran lebih monoton dan membosankan, sehingga tidak jarang mereka kurang bersemangat.

Di sisi lain, para pekerja pabrik memiliki deskripsi pekerjaan yang jarang membuat mereka harus berdiam diri di tempat. Selain itu, pekerja pabrik cenderung tidak lebih terikat dengan aturan perusahaan dibandingkan pekerja kantoran. Karena itu, tekanan mental jarang mereka dapatkan, namun kelelahan fisik sering mereka alami. Perbedaan mendasar antara burnout syndrome dan stres biasa terlihat dari gejala dan seberapa lama telah mengalami hal ini. Apabila mengalami stres berkepanjangan akibat pekerjaan dan tak kunjung menemukan jalan keluar, berkonsultasi kepada ahlinya mungkin menjadi langkah yang paling baik untuk diambil.

Saat stres, semua sistem dalam tubuh akan meresponnya dengan cara yang berbeda-beda. Stres kronis dapat berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.

*Pada sistem saraf pusat dan endokrin
Sistem saraf pusat adalah yang paling bertanggung jawab dalam merespon stres, mulai dari pertama kali stres muncul sampai stres menghilang. Sistem saraf pusat menghasilkan respon ‘fight-or-flight’ saat tubuh mengalami stres. Juga, memberikan perintah dari hipotalamus ke kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol.

Saat kortisol dan adrenalin dilepaskan, hati menghasilkan lebih banyak gula dalam darah untuk memberi energi pada tubuh Anda. Jika tubuh Anda tidak menggunakan semua energi tambahan ini, maka tubuh akan menyerap gula darah kembali. Namun, bagi orang yang rentan terhadap diabetes tipe 2 (seperti orang obesitas), gula darah ini tidak bisa diserap semua sehingga mengakibatkan kadar gula darah meningkat.

Pelepasan hormon adrenalin dan kortisol menyebabkan peningkatan detak jantung, pernapasan lebih cepat, pelebaran pembuluh darah di lengan dan kaki, dan kadar glukosa darah meningkat. Saat stres mulai menghilang, sistem saraf pusat juga yang pertama kali memerintahkan tubuh untuk kembali ke normal.

*Sistem pernapasan
Stres membuat pernapasan lebih cepat sebagai upaya untuk mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini mungkin tidak masalah bagi banyak orang, tetapi bisa menyebabkan masalah pada orang dengan asma atau emfisema. Napas cepat atau hiperventilasi juga dapat menyebabkan serangan panik.

*Sistem kardiovaskular
Saat mengalami stres akut (stres dalam waktu singkat, seperti karena terjebak macet di jalan), detak jantung akan meningkat, serta pembuluh darah yang menuju ke otot besar dan jantung akan melebar. Hal ini menyebabkan peningkatan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh dan meningkatkan tekanan darah. Pada saat stres, darah perlu dialirkan dengan cepat ke seluruh tubuh (terutama otak dan hati) untuk membantu menyediakan energi bagi tubuh.

Juga, saat mengalami stres kronis (stres dalam jangka waktu lama), detak jantung meningkat secara konsisten. Tekanan darah dan kadar hormon stres juga akan meningkat secara berkelanjutan. Sehingga, stres kronis dapat meningkatkan risiko terkena hipertensi, serangan jantung, atau stroke.

*Sistem pencernaan
Saat stres, peningkatan detak jantung dan pernapasan dapat mengganggu sistem pencernaan. Mungkin makan lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya. Risiko mengalami heartburn, refluks asam, mual, muntah, atau sakit perut juga meningkat. Stres juga dapat memengaruhi pergerakan makanan dalam usus, sehingga bisa mengalami diare atau sembelit.

*Sistem otot rangka
Otot-otot menegang saat stres dan kemudian akan kembali normal lagi saat tenang. Namun, jika stres berkelanjutan, maka otot tidak punya waktu untuk rileks. Otot-otot yang tegang mengakibatkan sakit kepala, nyeri punggung, serta nyeri seluruh tubuh.

*Sistem reproduksi
Stres juga berpengaruh pada gairah seksual. Mungkin gairah seksual menurun saat stres kronis. Namun, pria lebih banyak menghasilkan hormon testosteron selama stres, yang dapat meningkatkan gairah seksual dalam jangka pendek. Jika stres berlangsung dalam waktu lama, kadar hormon testosteron pria mulai menurun. Ini dapat mengganggu produksi sperma, yang akan menyebabkan disfungsi ereksi. Sedangkan, pada wanita, stres dapat memengaruhi siklus menstruasi. Saat stres, siklus menstruasi jadi tidak teratur, atau tidak menstruasi sama sekali, atau menstruasi lebih berat.

*Sistem imun
Saat stres, tubuh merangsang sistem kekebalan bekerja. Jika stres yang dirasakan bersifat sementara, ini akan membantu tubuh mencegah infeksi dan penyembuhan luka. Namun, jika stres terjadi dalam waktu lama, maka tubuh melepaskan hormon kortisol yang akan menghambat pelepasan histamin dan respon peradangan untuk melawan zat asing. Sehingga, orang yang mengalami stres kronis akan lebih rentan untuk terkena penyakit, seperti influenza, flu biasa, atau penyakit infeksi lainnya. Stres kronis juga membuat penderitanya lebih lama untuk sembuh dari sakit atau cedera. *

Komentar